BAB EMPAT - Teman

24 3 0
                                    

Berkenan kah kalian membacanya dari awal? Berhubung Story ini di revisi lagi karena ada keluhan akibat beberapa kata yang dirasa aneh serta alur yang juga sedikit dirubah. Semoga kalian mau review ulang dan makin suka Story ini. So, happy reading guys!! Salam damai Eggy:)

Mentari pagi telah bangun dari tidurnya dan rasa dingin yang menerpa tubuh masih belum beranjak dari posisi. Dengan mata yang tak bisa diajak kompromi, susah payah Arda bangun di pagi hari yang amat dingin ibarat sifat dingin Zen. Ck, apa ini? Pagi-pagi dirinya sudah memikirkan cowok itu. Se-menyebalkan itu kah Zen sampai-sampai Arda selalu memikirkannya dan berekspresi kesal?

Dan hari ini adalah hari dimana Zen akan menjadi supir pribadi Arda yang sekarang. Hal itu membuatnya tersenyum dan memikirkan sebuah cara untuk membuat Zen kesal.

Arda memulai aktivitas pagi hari seperti biasa. Mandi, memakai seragam, makan, siap-siap, pamit dengan sang bunda, dan sekarang saatnya berangkat ke sekolah.

Terlihat sebuah mobil Lamborgini terhenti tepat di depan gerbang rumah dan Arda meyakini kalau itu adalah mobil milik Zen.

"Hai? Cepet banget Lo dateng?" Jendela mobil yang terbuka membuat wajah Zen yang menjadi Most Wanted sekolah saat ini terlihat jelas di mata Arda.
Beberapa detik Arda menatap mata Zen yang baru ia sadari kalau mata cowok dingin di depannya sangatlah indah.
Alis yang terlukis gagah yang menambah kesan dinginnya. Bulu mata yang lentik menjelaskan adanya kelembutan dalam dirinya. Entah kenapa dirinya terfokus pada itu semua. Semilir angin yang menerpa wajahnya tak membuat Arda berpaling dari wajah tampan Zen.
Akan tetapi otaknya terus saja menolak ketertarikannya itu.

Tanpa ada jawaban, Zen mendongakkan dagunya yang mengarah ke jok mobil di sebelahnya menandakan isyarat kalau Arda harus segera masuk sekarang.

Pagi hari yang dingin kini makin dingin akibat hujan yang tiba-tiba turun membasahi bumi. Suasana di dalam mobil hanya di temani oleh suara rintikan hujan yang membuat diri Arda merasa hanyut dengan ketenangan ini.
Zen masih fokus dengan kegiatan menyetirnya. Sesekali Arda memandangi wajah Zen yang sangat fokus menyetir.

"Kenapa ngeliatin gue? Ganteng?" Tanpa menoleh, arahan pertanyaan aneh dari Zen membuat Arda berdecak sebal.

"Sorry ya, Bokap gue lebih ganteng daripada Lo!" Arda memanyunkan bibirnya.
Lagi-lagi Zen tersenyum kecil hampir tak terlihat ketika Arda sedang kesal.

"Masa? Ada fotonya ngga?" Jawab Zen tak percaya.

"Ada, di dinding rumah." Menjawab pertanyaan ini, Arda berharap jika Zen akan menunjukkan raut wajah kesal. Ia tak mau jika hanya dirinya saja yang selalu kesal.

"Oh." Ekspresi Zen tak sesuai harapan Arda. Zen tetap pada ekspresi datarnya tanpa ada raut wajah kesal sedikitpun.
Arda berpikir keras bagaimana caranya agar ia bisa membuat Zen marah.

"Jangan mikirin gue mulu. Pikirin PR Lo udah semua belum?"

Deg!
Arda lupa jika cowok di sampingnya ini bisa membaca pikirannya. Lain kali Arda harus berpikir tentang ini di rumah saja.

"Ge-er Lo tingkat dewa ya? PR gue mah udah semua." Bantah Arda

Tak ada jawaban, suasana kembali hening. Arda hanya menatap jalanan yang dipenuhi genangan air. Ia berpikir kapan terakhir kali dirinya bermain hujan. Sepertinya itu saat dirinya masih Sekolah Dasar bersama dengan Syifa dan Rinata. Hari dimana kedua sahabatnya itu pertama kali melihat perubahan rambut Arda yang saat itu sangat senang bermain dibawah hujan. Tanpa disadari dirinya menarik sebuah senyuman kecil ketika mengingat kenangan itu.

"Turun. Jangan senyum-senyum mulu." Zen sudah memarkirkan mobilnya di parkiran sekolah.
Belakangan ini Arda sering melamun mengingat masa lalunya. Termasuk masa lalu kandas tentang penyesalan pada yang terkasih.

I'M DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang