BAB ENAM - Rindu

4 2 1
                                    

☔☔☔

"Arda."

"Zen."
Keduanya serempak bicara, rasa canggung kembali menghampiri diri mereka.

"Lo duluan mau ngomong apa." Arda mempersilahkan Zen untuk bicara terlebih dahulu, lidahnya kelu bila bertanya duluan dan menyinggung sesuatu.

"Lo ngerasa familiar sama gue? Lo inget gue?" Menuruti titah Arda, Zen mendahului bertanya.

"Ma-maksud Lo apa ya?"

"Apa Lo sama sekali ngga inget gue siapa? Ada sesuatu yang Lo kenal dari diri gue?"

"Emm, entah ya, gue ngerasa kalo di deket Lo itu kaya ada sesuatu yang berusaha gue inget tapi gue ngga bisa. Emang Lo siapa sih?" Setelah pertanyaan dari Zen yang membuat otaknya kembali bekerja lebih keras, dirinya sama sekali tak menemukan sesuatu tentang siapa Zen di masa lalunya.

"Ada saatnya Lo tau, gue pengen Lo cari tau sendiri. Gue tinggal nunggu ketika Lo inget gue nanti." Pertanyaan dari Zen saja sudah membuat Arda pusing tujuh keliling, ditambah lagi jawaban Zen kali ini yang tak kalah memusingkan.

"Tinggal kasih tau juga! Jangan bikin gue kepo dong, dari tadi gue mikir keras Lo ini siapa. Orang songong dari masa lalu gue kali ya." Protes Arda.

"Bisa jadi."

"Astaga, terserah Lo aja deh ya. Gue mau tanya tadi, gue bingung kenapa kalo sama gue Lo banyak omong? Sama mereka yang kelihatannya sahabat Lo aja Lo cuek banget. Pas awal ketemu juga Lo nyolot banget minta ditabok. Jangan-jangan Lo mulai suka gue ya?" Berkata seperti ini seolah Arda-lah yang songong sebenarnya, tapi dirinya tak sadar karena terlalu percaya diri.

"Semuanya ada kaitannya sama diri gue dan diri Lo yang dulu. Tapi jangan harap gue suka sama Lo."

"Pusing gue, kalau misal gue ngga inget Lo terus gimana? Lo mau ngasih tau?" Wajah cantik Arda jika dipadukan dengan ekspresi bingung terlihat lebih menggemaskan. Zen langsung membuang muka ke arah lain karena jantungnya tak karuan bila bersama gadis di masa lalunya. Gadis manis yang selalu membuat hari-harinya yang kelabu menjadi penuh warna. Sayangnya kenangan tetaplah hanya sebatas ingatan hitam atau putih, dan Zen termasuk ingatan hitam Arda. Mungkin Zen hanya sekedar butiran kecil diantara padang pasir.

"Ngga akan gue kasih tau, tapi gue yang bakal bantuin Lo buat inget siapa gue."

"Yakin gue bisa inget? Gue heran kenapa bisa lupa sama Lo. Padahal ingatan pas gue umur setahun aja gue masih inget. Apa kita ketemu pas masih bayi jadi gue ngga inget?" Kembali Arda berceloteh tak jelas arahnya. Zen hanya diam, dirinya tak mau mengungkit ini lagi. Sudah cukup petunjuk awal untuk Arda.

"Nanti pulang gue anter."

"Ditanya apa jawabnya apa. Bodo lah." Kesal, itu yang Arda rasakan bila bersama dengan Zen, namun terselip rasa bahagia yang Arda tak tahu bahagia karena apa.

Mata Arda terasa berat. Rasa kantuk membuatnya memutuskan untuk menelungkup kan kepala di atas meja dan tertidur sambil menunggu bel masuk berdenting. Zen yang masih di sebelahnya pun sudah tak ia perduli kan. Hingga semuanya gelap, dirinya benar-benar sudah di alam bawah sadar.

☔☔☔

Empuk, yang Arda rasakan sebelum dirinya membuka mata dari tidur nyenyakya. Cahaya lampu mulai masuk ke iris mata Arda hingga Arda sadar sepenuhnya bahwa posisinya sekarang sedang berbaring. Tirai putih di samping kanan dan kirinya sudah tak asing lagi, dirinya tengah berada di ruang UKS. Arda terheran-heran, bukannya tadi dia di kelas? Lantas mengapa sekarang malah berada di UKS seorang diri? Arda melirik jam dinding yang tepat berada di depannya, sudah pukul dua siang. Berapa jam Arda tertidur? Arda kalap, cepat-cepat ia turun dan bergegas menuju ke kelas. Padahal kesempatan yang bagus bagi Arda untuk pergi ke rooftop dengan niat membolos, tapi lagi-lagi mood jelek menghalangi niatnya itu.

Sampailah dia di depan pintu kelas. Sepi sekali, tidak ada orang satu pun. Arda mencoba mengingat pelajaran apa sekarang.

"Buset, pantes sepi! Ini kan pelajaran olahraga!" Arda kemudian melihat ke arah lapangan, matanya langsung terfokus pada seorang laki-laki yang mengenakan kaos olahraga sambil membawa bola basket dan memantulkannya kesana kemari. Dari jauh saja sudah terlihat jelas ketampanannya. Keringat di pelipis hingga rahang pipinya yang kekar menambah kesan macho dalam dirinya.

"Njir gue malah salfok ke Zenol segala." Arda membuyarkan lamunannya, kemudian kembali ke kelas dan mengambil kaos olahraganya. Selesai berganti baju, ia langsung menuruni satu demi satu anak tangga dan menuju ke arah lapangan.

☔☔☔

"Arda? Bagaimana? Sudah baikan? Katanya tadi sempat tidak enak badan ya?" Tanya Pak Tio selaku guru olahraga kelas XI IPS.

"I-iya pak saya ngga papa kok, hehe." Rasa kikuk bercampur bingung lagi-lagi membuat wajah cantik Arda yang seorang Most Wanted sekolah semakin mempesona. Arda tak sadar bahwa sedari tadi Zen menatapnya dengan tatapan penuh arti, lebih tepatnya rindu.

"Hari ini khusus latihan basket anak laki-laki karena sebentar lagi ada kompetisi tingkat kota. Jadi anak perempuan nonton aja ya." Jelas Pak Tio. Arda hanya mengangguk dan pergi mencari tempat duduk yang pas.

Dari jauh Syifa dan Rinata melambaikan tangan dengan maksud menyuruh Arda ikut menyaksikan dengan duduk di samping mereka.

"Arda! Lo katanya ngga enak badan ya? GWS ya sobat." Arda mengernyitkan dahi karena ucapan Syifa. Mengapa semua orang mengira dirinya sakit? Apa karena tiba-tiba ia ada di UKS? Padahal pusing yang dirasakan Arda hanya membuatnya mengantuk.

"Eh gue mau tanya nih. Yang bawa gue ke UKS itu siapa? Kenapa tiba-tiba gue ada di UKS?" Tanya Arda.

"Lah Lo ngga tau? Zen yang bawa Lo kesana sebelum bel masuk bunyi, dia bilang ke guru materi saat itu kalo Lo lagi sakit di UKS dan gurunya fine fine aja. Parahnya lagi gue liat pas Lo digendong dia! Macho parah gila!" Jelas Syifa histeris.

"Yakin Lo ngga ada apa-apa sama dia?" Interogasi Rinata pada Arda.

"Apaan sih Lo, Rin! Gue sama dia biasa aja kaya temen." Arda masih memproses ucapan kedua sahabatnya. Ia tak menyangka Zen-lah yang membawanya ke UKS. Membayangkan dirinya di gendong oleh Zen ala bridal style mengakibatkan semburat merah di pipinya nampak.

"Yah, gue ngarepnya Lo ada apa-apa gitu. Pipi Lo aja sampe merah gitu." Beo Rinata makin membuat pipi Arda semakin merah.

"Stop Arda! Kendalikan diri Lo! Gue ngerti Lo seneng digendong pangeran, tapi kalo rambut Lo berubah kan bahaya!" Peringatan dari Syifa menyadarkan Arda. Cepat-cepat Arda kembali berkonsentrasi agar tidak membuat kesalahan fatal.

"OMG! Thanks udah ingetin gue Syif! Tumben Lo baik?"

"Kamu mah gitu, adek sedih lho!" Syifa berucap sambil memasang puppy eyes dan mengedipkannya berkali-kali.

"Jijik." Sinis Arda dan Rinata bersamaan.

"Biasa aja kali! Dasar kerak nasi kalian!" Bentak Syifa. Tawa ketiga sahabat itu pecah sekarang dan menarik perhatian teman-teman mereka yang lain. Zen ikut menoleh dan melihat wajah ceria Arda. Senyum simpul terlihat dari wajah Zen. Sungguh, Zen berharap tawa itu kembali mengisi hari-harinya seperti dahulu.

Lain halnya dengan Kayla yang justru menatap Arda dengan tatapan seolah berkata "dasar sok kecakepan."

Holaaa!!
Jangan lupa vomment ya:3
See you!!! 💜

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 03, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I'M DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang