"Beberapa rindu hanya pernah diketik kemudian dihapus kembali, tanpa pernah dikirim kepada yang seharusnya~"
◎◎◎◎◎
"Gimana tadi sekolahnya Shev, Brill?" Tanya Devan Afan Farezell. Ayah dari kedua anak itu.
"Enak aja sih pa, karna udah kenal banyak temen." Sahut Sheva sambil memakan jajan dan melihat tv.
"Emm. Gimana ya pa, lumayan pa. Pasalnya banyak siswi yang melihat Brillyan. Ya emang sih pada dasarnya ganteng, kayak oppa lu dek. Tapi kalah ganteng deh. Haha". Ejek Brillyan dengan menampilkan wajah pedenya.
"Hilih lu kak, oppa gua itu ibarat lo sama comberan. Beda jauh banget." Balasnya yang tak mau kalah.
"Berantem aja terus, nanti papa adakan pertandingan boxing buat kalian berdua". Lerai Devan yang sudah hafal jika mereka bertemu pasti tidak akan akur.
"Ihh. Papa." Teriak mereka bersamaan. Karena tau papanya pasti akan bercanda.
◎◎◎◎◎
Didalam sebuah kamar. Sheva duduk dibalkon sambil menatap bintang-bintang.
"Lo kemana ya Rak? Apakabar? Lo jahat, tapi kenapa gue gak bisa benci sama lo Rak". Bisiknya dengan tatapan senduh.
Disela dia melamun tiba-tiba kakaknya datang kekamar tanpa mengetuk pintu.
"Dek, lo lagi ngapain. Tumben-tumben aja lo gak berisik kek suara toak gitu". Tanya Brillyan karena heran.
"Gapapa kok kak, cuman lagi males aja." Jawab Sheva yang berusaha menutupi semua masalahnya.
"Gausa bohong deh. Gue udah jadi kakak lo dari jaman orok. Jadi gue tau, kalau lo lagi gini pasti ada apa-apa". Sahut Brillyan yang mulai seperti menginterogasi
Brillyan adalah tipe kakak yang nyebelin, resek, konyol, receh. Tapi dibalik sifatnya itu dia bisa dewasa, hangat, pengertian dan peduli. Itu yang membuat Sheva nyaman bila dekat dengan kakaknya.
"Emm. Gue mau cerita kak. Ten...tang Ra..ka..". Kata Sheva dengan nada yang gugup dan takut. Pasalnya dia tau kakaknya paling gasuka dengan lelaki itu.
"Ohh, anak itu. Kenapa lagi? Lo kangen? Lo pengen dia kembali?" Tanya Brillyan dengan penuh kehangatan.
"Enggak kak, cuman gue rindu aja sama dia. Kenapa ya kak, gue gak bisa benci dia. Walaupun dia udah nyakitin Sheva berulang kali." Cerita Sheva dengan wajah sedih.
"Gini ya dek, gue bilangin. Kita gapapa suka sama seseorang, juga boleh rindu. Tapi kita jangan sampai bodoh. Tidak semua hal yang kita cintai bisa kita miliki. Sehebat apapun kita berjuang, sesabar apapun kita menunggu. Untuk itu kita butuh kata ikhlas. Ikhlas untuk menerima apa yang telah ditakdirkan-Nya." Ceramah Brillyan dengan panjang lebar.
"Gue sudah berusaha melupakannya. Sudah berusaha terlihat baik-baik saja tanpa dia. Tapi kenapa seakan-akan dunia gak berpihak padaku. Dengan membiarkan gue melupakannya dengan pelan-pelan, gue akan bisa senyum tanpa fake lagi kak". Jawab Sheva sambil raut wajahnya menunjukkan bahwa dia sudah tidak mampu lagi.
"Sebenarnya lo aja yang gak ada niatan melupakan dia, lo masih aja terjebak dalam lingkaran masalalu. Biarkan itu semua mengalir seperti air. Lo tidak usah berusaha terlalu keras. Jika pada akhirnya hatimu masih tetap memilih dia." Sahut Brillyan sambil memeluk adiknya untuk menguatkan ini semua.
"Udah gih, tidur udah malam. Lagian besok lo juga harus sekolah. Intinya pikirkan kata-kata ponakannya mario teguh ya. Haha"
"Hmm iya kak. Dih masih aja lo bercanda ditengah suasana gini kak." Gerutu Sheva.
"Yaelah dek. Kalau mau serius jangan sekarang, lo masih kecil. Pikirin sekolah dulu, jangan pengen diseriusin dulu. Kek sidang skripsi aja serius amat."
Dan akhirnya Sheva pun tidak lagi memikirkan karena dia mulai merasakan pusing yang memang biasa dia rasakan. Baginya mungkin pusing biasa, dan dia mulai memejamkan mata. Lalu masuk kealam bawah sadar.
Beri Vote dan Komen atau Saran juga boleh.
Yuhuu. Gimana part ini? Baper? Hehe. Entah masih bingung:"
*Salam dari adeknya Justin Bieber:v
KAMU SEDANG MEMBACA
Sheva El-Hazima
Roman d'amour"Aku sudah lelah menyampaikan maksud apa mau hati. Aku sudah lelah menjadi pengemis hatimu. Biarkan saja waktu menjalankan tugasnya yaitu menyadarkanmu". Kata Sheva dengan wajah yang menahan tangis. "Ku tau kau perempuan kuat, kau perempuan tangguh...