Film 24 Jam

12 2 0
                                    

Apakah ini Indonesiaku? Pertanyaan ini aku tanyakan pada diriku sendiri, hingga pada detik selanjutnya air mataku menetes.

Mungkin anak kecil barusan ataupun warga-warga didaerah kumuh itu hanya sebagian kecil cuplikan film kesedihan di negeri ini.

“Neng udah sampai!” suara sopir taksi menyadarkan lamunanku. Aku tersenyum seraya menyodorkan uang, kemudian bergegas memasuki halaman kampus. Namaku Cinthya, aku merupakan mahasiswi fakultas pariwisata, karena pada dasarnya aku merupakan orang yang menyukai jalan-jalan dan Indonesia adalah surganya para traveller. Namun, masih banyak warganya tidak menyadari bahwa Indonesia adalah surga dunia yang nyata. Mereka malah memilih membanggakan karya luar dibanding tanah kelahiran.

Pandanganku teralihkan pada segerombolan orang di pojok gedung fakultas pariwisata. Didorong rasa penasaran akupun melangkah mendekat.

“Orang cupu kaya kamu memang nggak pantas sekolah disini!” suara itu mengisi seluruh sudut ruangan. Yang aku tahu pemilik suara bariton itu adalah Rey, anak pemilik salah satu restoran cina di jakarta. Sedangkan si traget bullying adalah laki-laki berkacamata petak sekaligus berbadan besar, aku tidak mengetahui dia siapa, terlalu banyak korban bully Rey.

Aku bahkan tak habis pikir oleh orang-orang yang melakukan perundungan, ditambah dengan alasan yang tidak logis sama sekali. Seperti, harta, martabat, fisik, bahkan perbedaan budaya. Indonesia bukan hanya terdiri dari satu suku, satu agama, ataupun satu kebudayaan. Beratus-ratusan suku, bermacam-macam agama, dan beribu-ribu kebudayaan ada di Indonesia.
Indonesia akan kuat bila bersatu, namun indonesia akan hancur bila tak ada sikap menghargai.

Kujauhkan diriku dari kerumunan mahasiswa yang tengah heboh akan kejadian yang teramat sering terjadi. Kelasku sebentar lagi akan dimulai, akan sangat bahaya jika telat sedikit saja, karena dosen yang mengajar biasanya diganti dengan yang lebih galak.

Setelah kelas selesai, aku lebih memilih pulang ke apartemen daripada nongkrong bersama teman-teman kampus dan jalanan sepertinya lebih macet dibandingkan biasanya, terlebih saat ini aku tengah menggunakan ojek motor. Panas, debu, dan macet , lengkap sudah.

“Ada apa ya pak?” tanyaku setengah teriak, karena suaraku saja kalah dengan klakson mobil dan motor yang tengah beradu.

“Jalannya dialihkan mbak, lagi ada tawuran!” jawab bapak pengemudi ojek tersebut. Matakupun langsung mencari dimana titik tawuran itu terjadi, karena jujur selama 20 tahun aku hanya melihat tawuran di televisi ataupun disumber lainnya. 

Sirine polisi kian menggema dimana-mana, ditambah dengan klakson kendaraan yang semakin keras. Anak sekolah  berseragam abu-abu  menyebar kemana-mana tatkala salah  seorang temannya tertahan oleh pihak polisi.

Terkadang aku bingung mengenai masalah tawuran, mengingat dulu Presiden Ir. Soekarno pernah  bilang  “... berikan aku 10 pemuda niscaya akan kuguncang dunia.” Tapi, pemuda sekarang bukanlah pemuda yang Beliau inginkan. Betulkan? Mereka malah bertanya tentang apa yang negara ini berikan. Sehingga mereka lupa dengan apa yang mereka berikan untuk Indonesia.

Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, aku sampai dikamar apartemen. Segera kujatuhka tubuhku ditempat tidur,mengatur napas yang sejak tadi menghirup polusi. Mengontrol semua pikiran yang ada didalam otak, mengingat semua kejadian demi kejadian hari ini. Kejadian yang mestinya tak ada, namun nyatanya itu terjadi. Sulit mengatakan bahwa ini menyedihkan.

Apakah ini yang namanya merdeka?
Mungkin kata merdeka hanya untuk sebagian orang, sisanya?

Aku seperti menyaksikan film berdurasi 24 jam tentang kesedihan ditanah merdeka. Tidak ada yang salah memang, namun haruskah aku menyaksikan film itu setiap hari? Tidakkah ada perubahan alur dalam ceritanya?

Aku yakin di balik jendela kamarku ada secercah harapan, harapan yang datang dari mereka yang tinggal digubuk kayu  itu.

Aku yakin dibalik mata polos anak kecil pagi tadi, ada rasa takut terhadap preman yang tak punya hati yang dengan teganya merampas masa muda anak itu.

Suatu saat alur dalam film 24 jam itu akan berubah, aku tak akan ragu lagi membuka jendela kamarku. Tak akan ragu lagi mendengarkan berita di radio ataupun televisi.

Hari telah menjelang sore, rencana malam ini adalah menyelesaikan makalah penelitian, aku bangkit dari dudukku berjalan kearah tas abu-abu yang tergeletak begitu saja di lantai. Lalu merogoh isi dalamnya untuk mengambil handphone. Awalnya niatanku ingin bertanya mengenai makalah pada seseorang teman.

Aish, memang siapa yang ingin berteman dengan anak koruptor sepertiku?

Aku lupa bahwa aku merupakan anak dari aktor di film 24 jam.

.......

Indonesia adalah surga dunia. Berbagai keajaiban ada di negara kepulauan ini. Saya bangga menjadi anak muda Indonesia, mungkin dari cerita adalah segelintir kejadian yang tidak mengenakkan yang pernah saya ketahui.
Tapi yakinlah bahwa Indonesia mampu terbebas dari itu semua.
Indonesia punya anak muda yang hebat,
Mari kita bangun bangsa ini.

Karena Indonesia bukan hanya milik mereka di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi ataupun Papua.

Indonesia milik Aku, kamu, milik KITA.

..........

Maaf bila ada kesalahan terhadap penulisan kata, terhadap konten maupun data.
Diharapkan tidak ada kesalahpahaman dari pihak manapun, dikarenakan ini adalah hasil coretan seorang gadis yang bercita-cita banyak.
..........
Sekilas info:
Cerita ini sebenarnya dibuat untuk sebuah perlombaan, namun karena konteks yang dibuat salah atau kurang nyambung akhirnya cerita ini gagal untuk dikirim.
.......

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 11, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Film 24 Jam (2/2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang