Tale number six: Sleeping Blondie (unedited)

3.1K 167 12
                                    

Ada dua hal yang tidak kusukai dari Ian dan mungkin aku tidak akan pernah bisa menyukainya. Satu, dia suka bersendawa dan dua, dia sering menghilang tiba-tiba seperti menggunakan jubah tak terlihat milik Mr. Potter.

"Tersesat?" Huh? Siapa yang berbicara?

Tiba-tiba saja aku melihat seonggok manusia berjenis kelamin laki-laki dan berambut pirang terduduk di atas lantai dengan punggung menempel di dinding, tapi dia tertidur mungkin yang bicara bukan dia. Dia tidak meninggal, dia bernafas aku yakin.

Mataku menyapu lorong penuh buku yang sedang kulewati berharap menemukan sang sumber suara.

"Hey, aku berbicara denganmu."

Huh? Perpustakaan mulai sedikit mengerikan. Bagaimana bisa ada suara manusia saat lorong ini sepi?

"Di bawah sini," rupanya si rambut pirang yang tertidur yang bicara. "Jadi? Tersesat, Miss siapapun-anda?"

"Tidak." Pasti sekarang aku terdengar seperti sedang berbohong karena aku menjawabnya dengan cepat. Terlalu cepat. Aku berdeham pelan lalu melanjutkan, "dan namaku Rivera bukan siapapun-anda."

"Memangnya kau tahu ini di mana?"

"Perpustakaan?" Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memutar mataku.

Sepertinya si rambut pirang bermata empat-yang tidak kuketahui namanya-memang tidak ada niatan untuk bangun dari posisinya karena dia masih terduduk sambil berbicara dengan mata tertutup. Aku takut kalau ternyata dia hanya mengigau.

"Memangnya kau tahu jalan keluar?"

Itu dia masalahnya. Perpustakaan ini terlampau besar untuk dihafal jalan keluarnya. Kenapa mereka tidak menyediakan peta saja sih?

"Aku bi--"

"Sudah kuduga," selanya sambil tersenyum miring dengan mata yang masih tertutup, "dan tidak, aku tidak mengigau."

Wow, bukan hanya tidur sambil bicara, tapi dia juga punya keahlian untuk membaca pikiran? Aneh.

"Memangnya siapa yang kamu cari?"

Ian. Aku menjawab dalam hati saja. Lihat saja sampa nanti aku menemukannya, dia tidak akan pulang dengan tubuh utuh! Okay, aku berlebihan, tapi siapa sih yang suka ditinggal sendirian di tempat asing?

"Kenapa dari tadi kamu yang bertanya?" Akhirnya kuputuskan untuk duduk bersila didekatnya, " sekarang giliranku. Kenapa kamu tidur di perpustakaan saat kamu bisa tidur di ruang kesehatan atau pulang saja dan tidur di rumah?"

Masih tanpa membuka matanya, dia mengacak-acak rambut pirangnya yang sudah berantakan. Berantakan dalam arti yang bagus, kau tahu.

Disilangkannya tangannya sebelum balik bertanya, "kenapa kamu sangat ingin tahu?"

"Kenapa juga kamu bertanya-tanya padaku dari tadi?"

"Karena aku sedang tidur dan tidurku terganggu karenamu."

"Aku bahkan tidak melakukan apa-apa!" Dia sungguh sulit dipercaya, "aku hanya berjalan kaki. BER-JA-LAN."

Entah apa yang merubah pikirannya untuk terus menutup matanya karena sekarang dia sudah membuka matanya. Dan-ya ampun-mata birunya masih terlihat indah dari balik lensa kacamatanya.

"Okay, okay." Kedua alisnya terangkat dengan telapak tangannya di depan dada menghadap ke arahku, "santai, tidak perlu marah begitu."

"Aku tidak marah, hanya sedikit tersinggung."

"Terserah apa katamu," jawabnya sambik memutar kedua matanya yang-oh-indahnya. Aku yakin para gadis MacHale pasti iri dengan matanya, andai saja mataku biru seperti matanya.

Apa suara kami tidak terlalu keras? Well, sepertinya tidak karena buktinya tidak ada yang keberatan kami mengobrol di sini.

Si rambut pirang membenarkan letak kacamatanya sebelum akhirnya bangkit berdiri dan menepuk celananya untuk menghilangkan debu yang menempel. Aku tidak pernah tahu kalau rambut pirang dan kacamata bisa jadi pasangan yang pas.

"Ayo kutunjukan jalan keluar," belum sempat aku berdiri, kaki panjangnya sudah melangkah jauh di depanku.

"Hey! Tung--"

"Oh ya, satu hal lagi, jangan pernah sebut aku si rambut pirang. Aku juga punya nama, panggil aku Aiden saja," lanjutnya sambil membalikkan tubuhnya ke arahku.

Entah dia yang terlalu tinggi atau memang aku yang pendek karena aku harus berlari kecil untuk bisa berjalan disebelahnya.

"Jadi, Tuan Aiden Saja, kenapa kamu memilih untuk tidur di perpustakaan?"

Lagi-lagi Aiden memutar matanya, "Panggil aku Aiden tanpa saja."

"Baiklah, Tuan Aiden Tanpa Saja, kenapa kamu memilih untuk tidur di perpustakaan?"

"Aku tidak akan menjawab pertanyaanmu."

"Oh, ayolah, Tuan Aiden Tanpa Saja," candaku sambil menyenggol lengannya.

"Kau menyebalkan."

"Terima kasih, Tuan Aiden Tanpa Saja. Aku merasa tersanjung."

"Ugh"

Ternyata mengganggu Aiden menyenangkan sekali.

A/N

Maap sudah lama nggak update. Kalau ada yang bertanya-tanya siapa Aiden dan kenapa harus muncul tokoh baru lagi, well, nggak seru kan kalo dijawab sekarang? Hehehe. Thanks udah mau baca dan please jangan jadi silent reader. Terima kasih buat kalian yang udah vomment:)

lopelope,

reginnaginna.

Tales of A MermaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang