5

10 1 0
                                    

Esoknya, pagi pagi sekali, Rick sudah membangunkanku.
Dia menagihku yang sudah berjanji untuk meneruskan ceritaku.

Rick duduk di kursi kayu, dan aku menyiapkan sarapan pagi untuk kami.

"ibu, lanjutkan ceritamu.."

aku hanya menoleh dan tersenyum kepada Rick.

"tunggu sebentar,Nak. ibu sedang menyiapkan sarapan untukmu dan ayah" jawabku pelan.

Rick terdiam dan menunduk murung.
Aku tidak tega melihatnya, lalu aku mendatanginya.

"baiklah akan kulanjutkan ceritanya. tapi ada satu syarat!" tawarku.

"apa?"

"diamlah dan berhentilah menangis, anak manis!" ujarku sambil mencubit pipi Rick yang kemerah merahan dan semakin memerah karena dia tau aku melihatnya menangis.

jadi, begini kelanjutannya.

❇❇❇❇❇

malam itu, anak laki laki tadi menarik tanganku dan menahanku disana.
aku melihatnya dengan wajah tanggung.
aku benar benar asing dengan rupanya.

dia memuji dramaku, dan juga pakaian yang aku kenakan.

"maaf, ini sudah waktunya aku pulang" ucapku.

"tidak. tunggu. aku masih punya satu bunga. ini untukmu" jawabnya sambil memberi sekuncup mawar merah untukku.

"untuk aku? kenapa tadi tidak kau lempar saat aku di panggung? bukannya harusnya begitu?" ucapku.

"aku ingin melemparnya. tapi aku tidak ingin bunga ini didapat siapapun kecuali kau" jawab laki laki itu.

aku hanya tersenyum kecut ke arahnya, lalu berlari meninggalkannya.

bagaikan cerita dongeng di masa lalu, sepatuku tertinggal ketika aku hendak menuruni tangga. bak seorang Cinderella yang berlari dari pangerannya.

Aku menyadarinya. tapi aku tetap melanjutkan jalanku.

Esok paginya, pasangan sepatu kiriku itu sudah terjajar didepan pintu rumah. entah siapa yang meletakkannya disitu. yang jelas aku sangat berterimakasih.

Aku mengulurkan tangan kedepan pintu dan mengambil sepatuku.

"selamat pagi, Sepatu besar sebelah.."

tiba tiba ada suara didepanku.
Ya. dia adalah laki laki yang kutemui semalam.

"kulihat kau berlari mengenakan satu sepatu, mengapa?" tanyanya.

"karena sepatuku tertinggal"

"kenapa tidak kau ambil?"

"karena itu hanya membuang waktuku dan malas juga untuk melihatmu lagi" aku segera menutup pintuku rapat rapat. lalu bersandar dibaliknya.

"nyatanya setelah ku kembalikan, kau senang!!" anak itu masih bersikeras berbicara lantang didepan pintu yang sudah ku tutup rapat.

"aku tidak senang!!"

"tapi kau bahagia"

Ah memang menyebalkan sekali. Dia membuat emosiku berada diujung pembuluh darah.
Lalu aku keluar dan membuka pintu.

"lebih baik sekarang kau pergi" ucapku.

dia hanya diam melihatku. lalu pergi.

Esoknya, aku tidak melihatnya lagi.
Begitupula esok esok dan esoknya lagi.
Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu, Senin, Selasa, Rabu tetap saja aku tidak melihatnya.

Silent ScreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang