122

18 0 0
                                    

Tangan Kawa memegang wajahku. Ibu jarinya diletakkan di bawah bibirku dekat dagu.
Kawa tersenyum, sorot matanya teduh. Tatap mata kami sempat beradu.
Dalam-dalam aku menatap, sedemikian dekat, pelupuk matanya adalah tempat aku melepas penat.
Aku tak bisa berenang, namun dalam sorot mata miliknya, aku tidak pernah takut tenggelam. Setelahnya aku merasa nyaman.

Bibir Kawa lembut dan lembab. Kawa tak terburu. Kawa tak kasar melumat. Tanganku berada pada punggungnya, aku temui rumah dalam dekapnya.

Waktu seakan tiada. Barangkali ini rasa dari selamanya. Bibir kami berpisah, pipiku sudah rebah pada dadanya.
Kawa menarikku, memelukku, membiarkan aku mendengar detak jantungnya. Hanyut dalam riuh rendah napasnya. Masuk mengenal diri dan perasaan yang selama ini disembunyikannya.

Dalam bisu, kami bersatu.

Membahas segalanya sampai lengkap. Tentang kalimat-kalimat yang tak terucap. Tentang perasaan-perasaan yang tak terungkap.

Kawa adalah sauh, labuh yang aku tunggu-tunggu. Kasih yang tak terburu.

Lalu kami akan tetap seperti ini. Mencintai tidak dengan seluruh.

Tak pernah berjanji namun selalu ada sewaktu perlu. Aku akan mencintainya dengan hampir penuh, memberi ruang agar cinta bertumbuh. Lantas Kawa akan memastikan cukup ruang, agar cinta tidak terimpit mati atau layu.

—9996
#9996Series

QUOTESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang