Hari ini hujan turun, membuat sebagian anak mengeluh karena tidak membawa payung. Terpaksa, sebagian anak harus menunggu hujan reda agar dapat kembali ke rumah, termasuk Yuna.
Halaman sekolah yang terlindung dari hujan sudah terisi dengan anak-anak yang berteduh-menunggu hujan reda. Semua anak terlihat sibuk dengan kegiatan masing-masing, membuat Yuna merasa sendiri dan memutuskan untuk memperhatikan tiap tetes hujan yang turun. Memang, hujan itu terkadang membuat kita merasa tenang-damai seperti terbebas dari ruang dunia yang terlalu rumit dijelaskan dengan kata.
Tanpa disadari, senyum terukir di bibir Yuna yang sesekali menampung air hujan di tangannya, merasakan hujan yang rasanya tak ingin berhenti. Yuna setidaknya tidak harus terburu sampai rumah, yang nyatanya lebih pantas disebut halte bagi orang tuanya-hanya ditempati untuk singgah, bukan menetap. Mungkin jika tak ada pelayan-pelayannya, Yuna akan benar-benar sendiri seperti anak hilang.
Yuna sebenarnya ingin cepat pulang, menghabiskan waktu dengan mengerjakan tugas dan mungkin membuat beberapa bait puisi atau lagu di notes tebal pemberian ibunya, yang terlalu sibuk dan jauh untuk sekedar mendengar segala keluhan atau hanya cerita tentang hari-hari Yuna. Tapi dibanding menghubungi supir untuk menjemput, Yuna lebih ingin menikmati waktunya diantara ramainya orang dan derasnya hujan. Panggil Yuna aneh, karena memang hanya itu yang membuat Yuna spesial dan membuat Yuna merasa tentram dan damai.
Seorang laki-laki berseragam sama dengan Yuna, menempati tempat kosong di samping Yuna. Sepertinya baru saja keluar kelas-pikir Yuna. Pandangan Yuna yang tadinya teralih ke sampingnya, kembali fokus memerhatikan rintik hujan. Yuna sebenarnya merasa bahwa laki-laki di sampingnya selalu memerhatikan Yuna. Tetapi setiap Yuna menoleh, laki-laki tadi jutru mengalihkan pandangannya ke tempat lain, seperti menjauhi saling tatap yang akan terjadi—dan membuat Yuna penasaran dengan sebagian lain dari wajah laki-laki tadi. Yuna penasaran, wajah laki-laki di sampingnya terasa tak asing, membuat Yuna semakin penasaran siapa laki-laki di sampingnya. Tetapi ia memilih untuk kembali melihat hujan, berusaha seakan-akan tak terjadi apa-apa.
Lamunan Yuna buyar seketika saat laki-laki di sebelahnya menyapa Yuna dengan suara yang terdengar gugup.
"Hai, Yuna," terdapat satu senyum kikuk yang Yuna lihat. Menandakan laki-laki itu benar-benar gugup untuk menyapa Yuna. Tapi Yuna tetap tak bisa melihat dengan jelas laki-laki di sampingnya, karena laki-laki itu tetap tak ingin menatap Yuna.
Dengan senyum yang ia paksa, Yuna mencoba membalasnya. "Hai," hanya satu kata, karena Yuna juga bingung harus berkata apa.
"Lama tidak bertemu, ya," laki-laki tadi menoleh, menatap Yuna dengan matanya yang berbinar. Seakan berhasil mengungkapkan apa yang sedari tadi ia tahan.
Yuna seketika membeku. Menatap laki-laki di sampingnya dengan tatapan tak percaya. Sosok hangat yang selalu Yuna harap akan datang, sosok hangat yang selalu Yuna pinta pada Tuhan agar kembali dipertemukan, kini berada di depan matanya.
Yuna melompat, memeluk laki-laki di sebelahnya. Rasanya semua kata yang ingin ia ucapkan terasa tertahan di kerongkongan, dan berganti dengan mata Yuna yang menahan bulir air mata.
"Kau tahu Yuna? Rasanya lega mengetahui kau masih mengingatku. Rasanya bahagia ketika melihatmu tumbuh sedewasa ini. Hei, aku merindukanmu. Maaf baru bisa bertemu. Tapi aku janji, tak akan lagi membiarkanmu sendiri," tangan lembut laki-laki tadi berpindah mengusap Puncak kepala Yuna, membiarkan Yuna menangis di dekapannya.
🌂🌂🌂
Yuna tahu, Tuhan tidak akan membiarkan dirinya sendiri. Yuna tahu, Tuhan terlalu baik sampai menghadirkan Seokmin di depan matanya lagi. Laki-laki yang sejak kecil menemani keseharian Yuna, laki-laki yang selalu mengerti perasaan Yuna, laki-laki yang selalu membuat hari Yuna berwarna. Laki-laki yang membuat Yuna untuk pertama kalinya merasa jantungnya berdetak cepat.
Iya, Seokmin. Anggap saja sahabat masa kecil Yuna. Tanpa tahu perasaan Yuna, anggap saja begitu.
☔☔☔
Seokmin tersenyum setelah merapikan buku-bukunya. Sedari tadi ia memang mengerjakan tugas-tugasnya. Hanya saja, entah apa yang ada di pikirannya hingga ia terus-terusan tersenyum—padahal tidak ada orang di sekelilingnya.
Langkah Seokmin terdengar memenuhi koridor saat sepatunya keluar dari kamar apartemen. Senyumnya tidak hilang, membuat sebagian orang yang melihatnya terheran-heran.
Entah, bagi Seokmin hari ini adalah hari yang istimewa. Hari yang tidak mau ia lewatkan dengan tampang datarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
will last-DK Yuju
Fiksi PenggemarYuna tersenyum, kemudian mengalihkan pandangannya ke Seokmin. "Cukup melihatmu tertawa, ku rasa aku sudah merasa hangat. Cukup melihat tingkah konyolmu, aku dapat tertawa bahagia. Ku rasa, cukup berada di dekatmu, hariku bisa berubah menjadi cerah...