Prolog

1K 121 12
                                    

AKU MENGENALNYA BUKAN MELALUI APLIKASI CHAT. Aku hanya tahu bahwa dia juga berasal dari rahim yang sama denganku.

Namanya adalah Kim Mingyu. Tapi aku memanggilnya idiot.

Ibu bilang dia adalah saudara tuaku. Tapi aku tak pernah mau memiliki saudara seperti dia, karena sekali lagi, dia itu idiot.

Orang idiot yang ku kenal itu sangat jago dalam bidang olahraga, apalagi basket, sedangkan aku sangat bangga dengan nilai akademisku yang tak pernah bisa dia ungguli. Mingyu memiliki warna kulit yang lebih gelap dari orang Korea kebanyakan, tapi kata orang parasnya lumayan, apalagi matanya yang berwarna gelap, sangat kontras dengan warna mata kecoklatan yang ku miliki. Ibu juga bilang kalau aku dan Mingyu sama sekali tidak memiliki kemiripan, dan aku sangat bangga akan hal itu.

Sejak kecil, Mingyu selalu menjadi kebanggaan ibu, dan aku hanya anak yang selalu diomelinya. Padahal jika dipikir-pikir, parasku jauh lebih baik dari pada si idiot itu, bahkan nilai-nilaiku di sekolah selalu menjadi yang paling tinggi di antara anak-anak yang lainnya. Tapi tetap saja, Mingyu pada akhirnya akan selalu menang, meskipun dia tetaplah idiot. Dan itulah kenapa, di usiaku yang ke sebelas tahun, aku sudah sangat membenci si Mingyu idiot itu. Aku jelas tidak mau memanggil dia hyung atau apapun itu, bukan hanya karena aku membencinya, tapi karena Mingyu hanya lebih tua dua tahun dariku. Ibu memang selalu berlebihan dan aku tidak pernah menyukainya. Tapi ayah sudah meninggal, maka aku tidak pernah punya pilihan untuk membantahnya.

Aku ingat, saat itu usiaku baru menginjak tujuh tahun, ketika ibu tiba-tiba bercerita kepada kami tentang ayah. Dia bilang ayah meninggal tepat pada saat aku baru saja dilahirkan di rumah sakit, penyebabnya memang klasik—kecelakaan mobil. Ibu juga bercerita bahwa ayah sangat menyayangi kami, bahkan dia sempat menggendongku sebelum akhirnya pergi untuk selamanya—awalnya aku tertawa masam ketika mendengar itu, sebelum kemudian ibu menjewer telingaku.

Ibu lalu menambahkan kalau Mingyu sangat mirip dengan ayah, sedangkan aku mirip dengan ibu, itulah kenapa kami berdua sangat berbeda meskipun bersaudara. Dan sejak saat itu, entah kenapa pandangan Mingyu kepadaku selalu membuatku kesal, dia tidak pernah menganggapku ada dan selalu membentak ketika aku mencoba mendekatinya—setidaknya dulu aku pernah mencoba—dan parahnya lagi ibu tidak pernah menyadari hal itu.

Tapi ada satu hal lain yang lebih menggangguku ketika kami—aku, ibu dan Mingyu—bersama. Mingyu tampak selalu murung, aku tidak pernah melihatnya tertawa dan dia akan menunduk ketika ibu mulai bercerita tentang ayah.

Sejak saat itu aku menyimpulkan jika: Mingyu adalah misteri, meski sejauh yang aku tahu dia itu selalu idiot, dan aku membencinya, sama seperti dia yang mungkin membenciku. Sekiranya itu kesimpulan yang dapat aku ambil.

Mingyu dan rahasianya. Dan aku dengan setia membencinya.

[Meanie] The Boundary between FoolsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang