AKU MEMAHAMI DIRIKU SENDIRI: sebagai seseorang yang tidak pernah menyukai batasan. Pemikiran tentang hal itu muncul ketika untuk pertama kalinya aku menghadapi cinta pertamaku, di usia sebelas tahun, kepada seseorang yang tidak bisa aku sebutkan namanya, atau mungkin telah aku lupakan semua tentangnya.
Sejauh yang aku ingat, pertama kali aku menyadari bahwa aku memiliki ketertarikan kepadanya hanyalah disebabkan oleh sekumpulan hal-hal kecil yang terus terjadi dalam beberapa waktu. Seperti tentang mimpiku yang berulang kali mendatangkannya secara tiba-tiba padahal aku sama sekali tidak memikirkannya, dan itu terjadi selama hampir satu bulan lebih. Atau ketika kami berjumpa dan dia hanya tertawa, berbicara atau bahkan hanya diam sekalipun, tetapi aku selalu berpikir bahwa dia adalah orang yang paling bersinar di antara semua orang yang kukenal, dan aku selalu menyukai aromanya.
Jujur saja, aku tidak pernah tahu dari sejak kapan hal itu bisa terjadi atau bagaimana mungkin hal itu bisa datang dalam hidupku dan menjadi bagian dari riwayat singkat tentang masa pubertasku.
Namun satu hal yang pasti: di penghujung musim panas, pada akhirnya aku tersadar, bahwa hal itu bukanlah hanya sekedar soal mimpi yang terus berulang atau dia yang selalu terlihat bersinar, tetapi lebih jauh daripada itu, terselip fakta jika ternyata aku sudah jatuh ke dalam pesonanya, dan aku tahu bahwa tidak ada cara yang paling mudah untuk terlepas dari hal bodoh yang saat itu sedang terjadi kepadaku, selain dengan hanya menikmatinya.
Lisa selalu bilang bahwa orang yang jatuh cinta itu selalu bertindak sama-semua terasa indah sebelum kemudian orang itu menyadari jika ada batasan yang menghalanginya. Sama seperti batasan antara am dan pm yang hanya dipisahkan oleh satu detik, atau seperti ada dan tiada yang hanya dibedakan dengan keterwujudan, dan begitu juga dengan cinta dan benci yang hanya dibatasi oleh bagaimana kita bertindak. Sebenarnya, dari ke semua hal tersebut, aku paling tidak suka dengan batasan yang terbentuk antara manusia golongan satu dengan golongan dua—yang bahkan dengan bodohnya aku ciptakan sendiri—alasannya mungkin hanya ada satu: karena batasan itu membuatku harus membenci cinta pertamaku.
Pagi ini setelah satu hari paling melelahkan dalam hidupku terjadi, aku terbangun dari mimpi yang sudah lama tidak pernah kualami. Aku tidak tahu bagaimana cara kerjanya, tetapi tidak pernah ada alasan untuk mimpi itu datang kembali mengangguku dan berniat menjebakku dalam delusi yang memuakan. Apa mereka pikir aku masih sama seperti si bocah naif enam tahun yang lalu? Jangan bercanda, ini tidak lucu sama sekali.
Aku pun mengusak rambutku kesal, membuatnya semakin tidak karuan. Tak berselang lama dari itu, ponselku yang berada di samping bantal tiba-tiba bergetar dengan gema—karena speakernya teredam oleh dataran kasur—menadakan ada satu pesan yang masuk.
Kim-idiot-Mingyu: Kuharap kau tidak lupa dengan obrolan kita kemarin.
Sialan.
Aku kembali membanting ponselku yang sudah lecet di bagian ujungnya itu ke arah karpet beludru—tidak ingin menyakitinya terlalu jauh lagi—kemudian merutuki nasib sialku yang tidak ada habisnya juga.
***
Ketika aku turun ke lantai satu untuk mencari makan—tentunya setelah selesai berbenah dan memakai semua atribut sekolah, aku menemukan Mingyu dan ibu sudah duduk berseberangan di meja makan. Sempat terlintas di benakku untuk menusuk Mingyu dari arah belakang karena dia kebetulan duduk dengan membelakangiku, tetapi seolah instingnya berfungsi dengan baik, pemuda itu sudah terlebih dahulu berbalik dan melihatku dengan cengiran lebar yang terlihat menyeramkan. Telunjuk pemuda itu tiba-tiba terangkat dan mengarahkannya kepadaku, memberikan kode. Aku hanya memutar bola mataku malas.
Baiklah, hari burukku akan dimulai di detik ini juga. Aku menarik nafas sebelum memulai, kemudian berkata. "Pagi ibu, pagi Mingyu-hyung!"
Aturan 1: memanggil Mingyu dengan tambahan honorifik hyung
KAMU SEDANG MEMBACA
[Meanie] The Boundary between Fools
Teen FictionWonwoo selalu membenci Kim Mingyu, kakak kandungnya. Dan mereka secara bersama harus mencari Jennie yang menghilang secara misterius. #meanie!au ins: Turtles All the Way Down (John Green)