Juang dan Hasil

35 9 18
                                    


Hari ini ada tes penjurusan, dan aku untuk pertama kalinya aku bangun terlambat. Pukul 04.55 dan aku baru bangun, aku tertidur sangat lelap hingga tak mendengar suara alarm. Mungkin karena aku kecapekan kemarin atau telah lelah menangis yang hanya bisa menjadikan alasan keterlambatanku.

Aku bergegas mandi, pakai seragam, sholat shubuh, dan langsung turun untuk sarapan. Saat turun, aku disuguhi dengan suasana rumah yang masih sepi. Ayah dan Rain telah berangkat karena sekolah dan kantor mereka jauh dari rumah, sementara ibu masak di dapur dan aku menghampirinya.

"Pagi, Bu. Kenapa gak bangunkan Lang tadi bu? Sekarang Lang gak sempet lari pagi, Bu!" tanyaku.

"Loh kamu katanya... Eh gak sarapan dulu?" jawab ibu dan aku berlalu pergi ke sekolah setelah pamit dan mencium tangannya.

Aku lekas berlari mengambil sepeda dan mengayuh menuju sekolah secepat mungkin. Pukul 06.30, itulah angka yang tertera di jam tanganku. 30 menit lagi gerbang sekolah akan ditutup dan tes penjurusan akan dimulai. Aku terus mengayuh kencang sepedaku dan hal yang tak kuinginkan terjadi. Ban sepedaku bocor dan berhasil membuatku terjerembab ke depan. Dengan rasa nyeri sedikit, aku mencoba untuk berdiri sebelum orang lain melihatku. Aku menuntun sepedaku menuju tukang tambal ban yang ada di depan SMP ku, dan kira-kira jaraknya dariku saat itu 150 meter.

Tak begitu lama, akhirnya aku sampai di tempat tukang tambal ban dan yang kutemukan adalah sebuah bengkel yang masih tutup. Sungguh aneh, biasanya bengkel ini sudah buka pukul 06.00. Aku terus berjalan untuk mencari tukang tambal ban di depan pasar, namun tutup juga. Tanpa aku duga, aku akan bertemu dengan Lin di jalan, ia juga akan berangkat ke sekolah.

"Hy, kamu Lang, kan?" sapanya.

"Hy, Lin. Kamu juga mau berangkat?"

"Sepeda kamu kenapa? Bocor? Taruh di rumah tanteku aja! nanti kita berangkat goncengan pakai sepedaku ini!" tawar Lin kepadaku.

"Eh? Gak usah nanti malah ngerepotin."

"Ah... Nggak! Udah ayo ke rumah tanteku, dekat kok. Tuh keliatan pagarnya!" paksa Lin dengan menarik tanganku.

Akhirnya aku hanya bisa menerima pertolongan Lin, meskipun tidak enak hati karena malu. Tante Lin ternyata juga memperbolehkan sepedaku diletakkan di rumahnya. Lin dan aku berangkat menuju sekolah dengan bergoncengan memakai sepeda Lin. Perlahan-lahanku mengayuh karena ia sedang menikmati pemandangan yang kita lewati. Dimana sawah terhampar luas dan berwarna hijau, ditambah lagi langit yang sangat biru. Sungguh pemandangan yang menakjubkan.

**

Sesampai di sekolah, ternyata masih sangat sepi dan gerbang sekolah masih tutup. Aku hanya bisa menghela napas panjang untuk tetap bersabar, karena di depan gerbang terpampang papan dengan tulisan 'BUKA JAM 08.00 WIB'. Pak satpam yang saat itu menyiram bunga, melihat kami di depan gerbang dan segera ia membuka gerbang, agar kami bisa masuk ke dalam dan belajar di gazebo sekolah. Setelah memarkirkan sepeda, kami langsung menuju gazebo yang di dekat sana untuk belajar persiapan tes penjurusan.

"Kamu mau ke jurusan apa, Lang?" tanya Lin memecahkan konsentrasiku.

"IPS. Kamu mau kemana?"

"Entah! Orang tuaku nyuruh aku di IPA, tapi aku inginnya di Bahasa," jawab Lin dengan sedikit kesal.

"Oh gitu? Kalo saranku sih ikuti aja kata hatimu, toh yang punya masa depankan kamu sendiri!" ucapku sedikit menasehati.

"Hmmm... Terima kasih ya sarannya, Lang." ujar Lin sambil memberi sebuah senyum kepadaku.

"Eh iya, udah lanjut belajar!"

**

Kami belajar berdua dengan serius, hingga tak menghiraukan banyak mata yang menyorot gazebo yang hanya berisi kami berdua. Semua keseriusan kita berdua pecah saat Anton dan Rusi gabung untuk belajar bersama kami.

LOVE & DISASTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang