MPLS II

73 10 8
                                    

Hari selasa, hari keduaku untuk melakukan MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah). Aku bangun pukul 04.00 WIB, bangun langsung mengambil air wudhu untuk sholat shubuh. Setelah sholat, aku keluar rumah dan melakukan pemanasan serta jogging mengitari kompleks rumahku. Pukul 05.00, alarm berbunyi dari jam tangan yang melingkar di tanganku, waktunya untuk aku kembali pulang.

"Kalau sudah pendinginan, langsung mandi ya, Lang! Nanti adik kamu marah-marah kalau bangun gak langsung mandi." ujar ibuku mengingatkan.

"Iya, Bu. Bentar, 5 menit lagi." jawabku singkat.

Setelah pendinginan 5 menit, aku akhirnya masuk ke dalam rumah dan lekas mandi untuk bergegas sekolah. Setelah mandi, aku langsung memakai seragam dan turun untuk sarapan dengan keluarga.

"Gimana sekolahmu Lang kemarin?", tanya ayahku memilih topik pembicaraan.

"Baik kok, Yah. Kemarin kakak cuma pembukaan dan pengasihan materi aja. Bosan katanya, Yah." celetuk Raina, adikku.

"Loh ayah tanya kakak, Rain. Bukan kamu, kok kamu yang jawab?" tanya ayah kebingungan.

"Beneran ayah, coba ayah tanya kakak deh!" jawab Rain dengan menggembungkan pipinya.

"Iya, Ayah. Lang kemarin cerita ke Rain, cerita tadi itu benar, kok." jawabku melerai mereka agar tidak menjadi adu mulut.

Sepuluh menit, makanan yang telah disiapkan oleh ibu telah habis tak bersisa. Jam yang melingkar di tanganku menunjukkan pukul 06.00 WIB. Aku berpamitan kepada Ayah dan Ibu, lantas menaiki sepeda dan mengayuhnya sembari menikmati angin di pagi hari.

Baru seratus meter aku meninggalkan rumah, sudah terdengar teriakan seseorang memanggilku dari arah belakang. Sontak aku menghentikan kayuhanku dan menoleh ke arah belakang, dari kejauhan tampak Rusi yang sedang mengayuh sepedanya dengan sangat cepat. Sepeda Rusi bak kendaraan bermotor yang mengalami rem blong, dan tabrakan pun tak terelakan denganku.

"Aduh... ngapain sih lu, Lang. Berhenti di tengah jalan gini." keluh Rusi kepadaku.

"Eh? Kok gua yang salah, bukannya lu tadi yang manggil?" sanggahku dengan mengernyitkan dahi.

"Ya betul atuh. Dimana-mana laki selalu salah." ketus Rusi dengan wajah datar.

"Haduh, gua gak punya banyak waktu buat nanggepi candaan lu." jawabku sembari mulai mengayuh sepeda dan meninggalkan Rusi.

"Eh, Lang. Lu punya perasaan gak sih? masak perempuan kayak gue jatuh gak ditolong, malah ditinggal." ketus Rusi setelah menjajari sepedaku. "Ya elah, Lang. Ditanyain malah diam aja. Pantes gak ada cewek yang demen sama lu, lah lu cuek banget gini," terus Rusi menceramahi.

Merasa dia tak ku dengar, akhirnya Rusi memilih diam. Baru kali ini aku melihat Rusi diam, sikapnya yang tenang kali ini membuat aku tersadar jika Rusi memiliki paras wajah yang sangat anggun. Jika dulu saat pertama kali ia bersikap seperti ini, mungkin saja aku akan jatuh cinta pandangan pertama.

Tapi sayang, aku bertemu dengan ia saat aku terjatuh di sawah bersama sepedaku. Saat itu, aku yang terjatuh ke sawah ditertawakan oleh Rusi yang tiba-tiba berada di belakangku. Dia tertawa terbahak-bahak karena melihat adegan aku jatuh dengan jelas, sebab saat itu Rusi sedang berendam di lumpur bak kerbau di sawah. Mulai hari itu, aku dan Anton bersahabat dengan Rusi.

Perjalanan menuju sekolah pagi ini, hanya diiringi suara semilir angin karena Rusi benar-benar diam seribu bahasa. Ia mengayuh sepedanya di belakangku, sesekali aku menoleh ke belakang. Kami berdua berpapasan dengan Anton yang baru saja memarkirkan sepedanya. Kami berjalan menuju aula bersama, formasi yang sama seperti kemarin dimana mereka berdua di depan dan aku di belakang
Kami menunggu teman-teman yang lain di depan pintu aula.

LOVE & DISASTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang