HASIL

56.6K 381 38
                                    


Hari ini cukup berat bagiku, selain harus menahan malu karena gosip yang aku lakukan bersama Bayu menyebar luas sesekolah. Aku mencoba bersikap cuek dan membela diri dengan bilang, "Lo gak tahu kalau Bayu tukang bohong?". Beberapa orang percaya dengan alibiku, tapi banyak lelaki yang memandangku dari atas sampai bawah dengan mata keranjangnya. Bahkan mendengar mereka berbisik kalau aku 'bekas Bayu'. Setelah itu aku agak gak perduli karena lebih memetingkan mataku yang sangat ngantuk. Di jam pelajaran terakhir bahkan aku sempat tertidur. Benar-benar tertidur tak mendengar suara apapun. Untungnya guru tak masuk dan hanya mencatat pelajaran.

Aku pulang dengan keadaan bugar, bahkan berjalan dengan semangat. Bang Dion tadi menyemangatiku dengan menunjukan perhatiannya lewat telpon, dia bilang akan selalu ada disampingku apapun yang terjadi. Aku jadi penasaran dengan cerita kenapa dia menyukaiku. Aku harus tanyakan secepatnya. Atau perlu sekarang juga ke tempat kerjanya? Ah iya, lebih baik aku kesana sekarang.

Posisi ku sedang jalan di trotoar di serbang ada sebuah motel kecil. Hingga akhirnya melihat orang panik membopong seorang wanita dari dalam motel itu. Aku mengucek mataku hingga akhirnya yakin lelaki itu adalah Vino. "Vin!! Vino!!" teriakku membuatnya menoleh namunw ajahnya masih panik. Aku pun buru-buru ke sebrang tanpa menggunakan zebracros tapi masih lihat kanan kiri memastikan tak banyak mobil lewat. Aku sangat terkejut saat melihat Fani, pacarnya Vino bersimbah darah dibagian kakinya seddang terkulai lemas di dekapan Vino yang semakin melemah dan terlentang ditrotoar.

"Taksi .. Panggilin taksi Tari," akupun menuruti keinginannya dengan buru-buru menjulurkan tangan ketika taksi lewat. Dengan cepat Vino memasukan Tari, wajahnya masih panik. Aku hendak ikut namun Vino mencegah. "Lo pulang aja Tar,"

"Gak! Gue harus ikut," paksaku masuk ke pintu kursi samping taksi. Supir pun melajukan mobilnya setelah semua pintu tertutup.

Aku bisa melihat seberapa panik Vino yang terus memanggil nama pacarnya, tangannya pun menggenggam agar saling menguatkan. "Cepet pak. Cepet!" Pinta Vino yang tak dijawab supir dengan perkataan, dia hanya terus menggas mobilnya karena tahu keadaan genting. Aku pun tak bicara apapun, hanya khawatir dengan keadaan wanita malang itu. Entah kenapa bisa seperti itu. 

15 menit perjalanan akhirnya kami sampai dengan beberapa orang rumah sakit membantu mendorong ranjang yang ditiduri Fani hingga masuk ruang gawat darurat. Fani mendapatkan penanganan dan kami harus menunggu di luar. Vino masih keadaan panik dan aku peluk. Vino kini tak bisa menahan tangis. "Gue harus bilang apa ke orang tuanya kalau dia kenapa-napa? gue emang cowok brengsek Tar," aku baru berpikir ke arah aborsi setelah mendengar ucapan Vino yang dibarengi menangis.

"Dia pasti baik-baik aja. Lo harus tenang Vin," ucapku bohong. Aku benar-benar gak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Fani selanjutnya. AKu harap dokter membawa kabar baik.

Beberapa saat kemudian dokter keluar dari dalam ruangan. Vino yang duduk dilantai dengan lunglai, segera berdiri dan mendekat. "Gimana dok keadannya?" belum juga dokter menjawab, datang orang tua Fani yang langsung mendekati Vino. Lelaki setengah baya yang berbadan kekar itu nampak emosi dan langsung menghatamkan pukulan kearah wajah Vino dengan sangat keras hingga tersungkur.

"Brengsek kamu. Kalau sampai anak saya kenapa-napa, kamu gak akan bisa hidup tenang selamanya. Saya akan penjarakan kamu!!" ucapnya berteriak sambil mendekati Vino lagi yang masih terduduk mengusap darah yang keluar dari mulutnya. Langkah lelaki tua itu dihalangi oleh wanita yang aku tebak istrinya yang terus menangis.

"Udah Pah, udah. Kita selesaikan nanti, yang penting sekarang anak kita dulu," ucap wanita itu yang dituruti.

Aku mendekati Vino, aku tak bisa meninggalkannya dalam keadaan seperti ini meskipun dia bersalah. "Pergi kamu! Saya akan cari perkara dengan keluargamu yang tak bisa mendidik anaknya dengan benar!". Dokter pun mendekati mereka dan berbicara serius yang intinya nyawa Fani masih bisa ditolong.

Aku memapahnya tanpa banyak bicara.

Aku kira akan pulang ke rumah tapi ternyata bukan, dia bersi keras kembali ke motel. Aku mengikutinya tanpa disuruh atau dilarang, dia benar-benar pasrah dengan apa yang terjadi setelah hari ini.

Ruangan motel bersimbah darah dimana-mana, dia pun bergegas membersihkannya sambil menahan tangis. "Gue gak akan ngelakuin hal bodoh ini lagi, gue janji. Maafin Vino, Mah. " Ucapnya terus seraya membersihkan lantai dan kamar mandi yang tak jauh beda penuh dengan darah. Aku pun ikut membantu hingga seragam yang kukenakan terkena bercak merah segar.

Ini pengalaman mengerikan bukan hanya untuk mereka, tapi juga aku. Aku menyaksikan sendiri hasil paling buruk dari rasa penasaranku terhadap seks bebas, hamil kemudian mengugurkannya.

Aku akan hidup normal. Aku akan melakukan seks dengan suamiku, kemudian kehamilanku adalah kabar bahagia. Aku harap bisa melakukannya dengan bang Dion ataupun lelaki lain yang kelak akan menjadi pendampingku seumur hidup. 

Aku janji Mah, gak akan membuatmu khawatir.

TAMAT

I Want To Give My Virginity [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang