"Jaka, ada polisi...!" seru sahabatku si Tompel gugup melihat beberapa orang polisi menghampiri ke arah kami dari kejauhan. Kewaspadaanku langsung meningkat, siapa yang sudah menghianatiku? Pasti Herman yang tertangkap waktu kami melakukan perampokan yang gagal total, aku dan Tompel berhasil melarikan diri, sedangkan Herman tertangkap sedangkan Jek tertembak mati, itu kabar yang sempat aku lihat di televisi.
"Tenang jangan gugup." Kataku berusaha tenang. Otakku berpikir keras untuk menyelamatkan diri dari polisi yang pasti sudah mengepung daerah ini menutup ruang pelarian kami, bukan berarti tidak ada celah untuk melarikan diri. Aku melihat ke arah Cisadane yang sedang banjir, hanya itulah satu satunya cara untuk melarikan diri dari kepungan para polisi itu. Terlalu berbahaya berenang di aliran Sungai Cisadane yang sedang meluap, nyawa taruhannya.
Tapi aku sangat mengenal Cisadane karena aku besar di sini dan Cisadane menjadi sudah menjadi sahabat akrab sejak aku kecil, bersama dengan teman temanku, kami selalu meloncat dari Jembatan saat Cisadane sedang banjir. Dengan berbekal ban mobil bekas, kami berenang mengikuti aliran sungai Cisadane sejauh dua kilometer. Hanya Tompel yang tidak pernah mempunyai cukup keberanian berenang di sungai Cisadane yang sedang banjir dan artinya aku tidak bisa memaksa Tomp terjun ke Cisadane untuk melarikan diri.
"Jak, bagaimana ini?" tanya Tompel semakin panik melihat tiga orang polisi semakin dekat. Aku semakin yakin mereka akan menangkap kami setelah perampokan yang kami lakukan beberapa hari yang lalu dan salah satu anggota kami tertangkap polisi sementara satunya lagi tewas tertembak peluru lanas.. Kembali aku melihat Cisadane dan melihat gelondongan kayu cukup besar terbawa hanyut bisa aku gunakan untuk berenang di aliran sungai Cisadane yang meluap, tapi bagaimana nasib Tompel?
Dia sahabat karibku sejak kecil yang selalu mengikuti kemanapun aku pergi. Suka dan duka sudah kami lewati bersama dimulai dari mencuri pentil mobil sebagai kenakalan anak anak meningkat mencuri kaca spion saat kami sekolah SMP, hingga akhirnya kami menjadi pencuri toko sepulangnya aku dari Pesantren. Hingga akhirnya kami kenal dengan Herman seorang perampok yang terkenal, dari situlah aku beralih profesi menjadi seorang perampok spesialis nasabah Bank. Beberapa hari yang lalu kami merampok seorang nasabah yang melawan sehingga Jek terpaksa membacok orang itu hingga tewas, polisi yang ada di tempat kejadian langsung menembak Jek dan berhasil menangkap Herman. Sedangkan aku dan Tompel bisa menyelamatkan diri.
"Diam di tempat, jangan bergerak..!" teriak Polisi sambil menodongkan pistol ke arah kami dari jarak dua meter, aku bergerak mundur menunggu saat yang tepat untuk meloncat ke Cisadane yang berjarak dua meter dari tempatku berdiri.
"Jangan tembak...!" teriak Tompel langsung tiarap tanda menyerah. Refleks aku meloncat ke arah sungai tanpa berpikir panjang,. Tekadku sudah bulat, lebih baik mati terbawa hanyut dari pada harus mendekam di Penjara. Aku terperangkap dalam arus air yang sangat deras, sekuat tenaga aku berusaha mengapung ke permukaan air yang sangat kotor. Sekilas aku melihat ke arah tempatku meloncat sudah sangat jauh sehingga, aku berenang berusaha mengejar gelondong kayu besar yang sudah aku incar sejak tadi.
Ternyata tidak semudah seperti yang aku pikirkan, aku harus berjuang keras menggapainya mengikuti arus air yang sangat deras dan dipenuhi sampah, beberapa kali aku gagal menggapai gelondong kayu yang berputar terbawa arus hingga akhirnya aku berhasil meraih gelondong kayu besar setelah tenagaku terkuras dan beberapa kali aku meminum air yang dipenuhi sampah. Aku memeluk gelondongan kayu agar tidak tenggelam menunggu gelondongan kayu terhempas ke sisi. Kesempatan yang tidak aku sia siakan, aku meraih akar pohon yang menjulur. Dengan bersusah payah aku naik melalui tebing cadas hingga akhirnya aku sampai ke atas. Aku merebahkan tubuhku yang letih di atas tanah yang agak datar. Mataku terpejam menikmati keberhasilanku melewati maut.
Entah seberapa jauh aku terbawa arus sungai, yang pasti sudah sangat jauh. Untuk sementara aku aman. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Tempat ini sudah tidak aman, aku harus mencari persembunyian yang lebih aman. Aku mengambil dompetku yang basah kuyup dan mengeluarkan beberapa lembar 100.000 yang ikut basah, aku meletakkan satu demi satu 10 lembar uang 100.000 agar cepat kering. Lalu aku mengambil hp ku yang mati karena terkena air, aku ragu bisa menyelamatkan HP yang mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Preman Pensiun Masuk Pesantren
General FictionCerita ini berkisah tentang seorang Preman yang terpaksa harus bersembunyi di sebuah Pesantren Tradisional karena menjadi buronan polisi. Apabila ada nama dan cerita yang mirip dengan pembaca, itu bukan disengaja. Cerita ini murni hasil imajinasi ya...