"Duduk, Zakaria..!" kata Mbah Kholil dengan senyumnya yang khas, senyum yang akan berubah menjadi vonis mematikan dari orang paling sabar yang aku kenal.
Aku duduk agak jauh dari Shinta, Nyai Jamilah dan Nabila, tanpa berani menatap wajahku. Penyesalan tidak lagi bergjna, aku hanya bisa pasrah menunggu detik detik yang menegangkan. Beberapa kali aku meluhat wajah Mbah Kholil tanpa berani mengangkat wajahku, wajah Mbah Kholil terlalu agung untuk bisa kutatap langsung.
"Kamu ini santri baru, mbok ya jangan pengaruhi temanmu untuk main ke hutan yang belum kamu ketahui medannya kalau begitu siapa yang susah?" kata Mbah Kholil membuatku bingung, apa maksudnya.
"Saya minta maaf, Mbah..!" jawabku masih belum mengerti maksud ucapan Mbah Kholil yang aneh. Aku melihat ke arah Shinta yang kebetulan melihat ke arahku, Shinta membuang mukanya begitu kami bertatapan.
"Aku sudah maafkan, tapi bukan berarti kamu bebas dari hukuman akibat perbuatanmu. Mulai sekarang, kamu yang harus mencari kayu bakar untuk keperluan pondok dan kamu Shinta dan Nabila kalian yang harus masak untuk teman temanmu selama sebulan kalian harus menjalani hukuman ini." kata Mbah Kholil nyaris membuatku berteriak kegirangan, hukuman yang jauh di luar dugaanku.
"Iya Mbah, siap..!" jawabku nyaris berjoged di hadapan Mbah Kholil kalau saja akal sehatku tidak melarangku.
"Tapi Mbah, jumlah Santri terlalu banyak tidak mungkin kami masak berdua, tidak akan bisa." jawab Shinta agak keberatan dengan hukuman yang harus diterimanya.
"Mbah tidak bisa menolong kamu, bahkan untuk menolong diri sendiri saja Mbah tidak bisa. Kyai Amir sudah menjatuhkan hukuman ini, jadi kalian harus menjalaninya dengan ikhlas, jangan berburuk sangka karena Allah selalu mempunyai rencana terbaik untuk kalian." kata Mbah Kholil membuat kami semua terdiam.
============
Ternyata mencari kayu bakar tidak semudah yang aku bayangkan, apa lagi aku belum pernah melakukannya. Tapi ini jauh lebih baik daei pada aku harus menghabiskan waktuku di dalam penjara karena perbuatanku melecehkan dan hampir memperkosa Shinta dan dakwaanku akan bertambah karena kasus perampokan.
"Ini kayu bakarnya.!" kataku menaruh setumpuk kayu bakar di dekat tungku untuk memasak. Kayu bakar yang aku peroleh dengan bersusah payah dan menyebabkan tanganku menjadi lecet.
"Iya..!" jawab Shinta tanpa menoleh, dia terlihat asik memasak, wajahnya yang cantik terlihat berkeringat justru menambah aura kecantikan nya.
"Terimakasih, kamu tidak melaporkan perbuatanku." kataku berjongkok menghadap ke arah Shinta yang berusaha menjaga api terus menyala.
"Hemmm!" jawab Shinta acuh."Kenapa kamu tidak melaporkan kejadian waktu di hutan?" tanyaku heran, padahal apa yang aku lakukan sudah sangat keterlaluan. Kalau saja para santri tidak datang, Shinta sudah berhasil kuperkosa.
"Aku tidak mungkin membuka aibku sendiri, setidaknya hal itu belum sempat terjadi." jawab Shinta pelan agar tidak ada orang lain yang mendengar. Jawaban Shinta membuatku sadar, kenapa banyak korban perkosaan lebih memilih diam karena mereka menganggap itu adalah aib yang tidak boleh diketahui orang lain atau mereka akan menanggung malu seumur hidup karena sudah menjadi korban perkosaan dan pelecehan, stigma dari masyarakat adalah momok paling menakutkan.
Dari sebuah artikel yang pernah kubaca ada tujuh penyebab korban perkosaan tidak mau melaporkan apa yang sudah mereka alami :
1. Banyak perempuan yang jadi korban pemerkosaan selalu disalahkan.
Korban pemerkosaan enggan melapor kepada aparat atau lembaga hukum lantaran takut disalahkan orang-orang sekelilingnya. Kenyataannya, budaya masyarakat di negeri ini, masih kerap menyalahkan korban daripada mendukungnya menguak kasus perenggutan hak paling hakiki yang dimiliki seorang perempuan. Apa sih maksudnya disalahkan? Kita pasti sering dengar orang bilang,Pantas saja diperkosa, pakaiannya aja seperti itu dan lain lain, walau dalam hal ini Shinta berpakaian tertutup, masyarakat akan semakin menyalahkannya karena dia berada di hutan dengan pria yang bukan muhrimnya. Seorang Santriwati berada di tengah hutan dengan seorang pria, membayangkannya saja sudah membuatku merasa semakin bersalah.
2. Banyak korban pemerkosaan yang berpikir: Daripada dilaporkan tapi jadi aib, mending bungkam menanggung malu.
Faktanya, setelah diperkosa, korban takut dikucilkan oleh masyarakat dan dilabeli dengan stigma negatif. Karena itu, ia pilih diam menang malu dan menyimpan beban psikis seumur hidup. Pikiran ini seharusnya dilenyapkan. Sebab, bila korban bungkam, predator sebagai pelaku akan dengan leluasa melancarkan aksinya mencari mangsa perempuan-perempuan lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Preman Pensiun Masuk Pesantren
Ficción GeneralCerita ini berkisah tentang seorang Preman yang terpaksa harus bersembunyi di sebuah Pesantren Tradisional karena menjadi buronan polisi. Apabila ada nama dan cerita yang mirip dengan pembaca, itu bukan disengaja. Cerita ini murni hasil imajinasi ya...