Chapter 2

9 2 0
                                    


...POV

Pagi 'waktu itu'...

Aku melangkahkan kakiku melewati lorong-lorong yang penuh dengan orang saling menyapa satu sama lain. Mereka bersama-sama bersenda gurau sambil bertukar kabar dengan siapapun yang ditemui. Aku yakin banyak dari mereka yang baru bertemu hari ini setelah liburan panjang berakhir. Yup! Hari ini adalah hari pertama sekolah setelah satu bulan penuh liburan, atau lebih tepatnya beberapa bulan karena sebagian besar anak yang ada di lorong ini, termasuk aku, baru saja menjejakan kaki di dunia SMA. Tentu saja bagi sebagian orang hal ini adalah hal yang menyenangkan. Banyak pengalaman dan kenakalan baru yang bisa dilakukan bersama dengan teman-teman. Tapi yang aku tahu tentang pergantian jenjang pendidikan adalah dimulainya awal dari tiga tahun penuh dengan kesendirian.

Nusantara school. Sekolah yang memiliki sistem terusan dari taman kanak-kanak sampai Sekolah Menengah Atas. Artinya sebagian besar orang yang di sekolah ini sudah saling mengenal satu sama lain. Tidak heran dari tadi mereka saling berkelompok. Dan tempat ini akan menjadi penjaraku selama tiga tahun ke depan, karena di sini aku tidak mengenal siapapun. Dengan kata lain aku tidak mempunyai teman dari sekolahku sebelumnya. Biasanya orang-orang dengan asal sekolah yang sama akan berkumpul dan membentuk grup sendiri dan memberikan tatapan 'siapa loe?' ke orang-orang yang berusaha masuk ke dalam grup mereka. Dan seperti yang kubilang sebelumnya sekolah ini merupakan sekolah terusan, jadi aku tidak akan punya teman sampai beberapa waktu atau lebih parahnya tidak akan punya teman sampai aku tamat sekolah. Kalian harus tahu seberapa sulitnya masuk ke dalam circle of friend anak perempuan, apalagi yang sudah SMA. Kalaupun bisa dengan mudah masuk berarti tandanya mereka tidak tertarik berteman denganmu. Percayalah, aku sudah mengalaminya beberapa kali saat aku SMP, bahkan menurutku anak SMP lebih menyeramkan dari anak SMA. Entahlah, mungkin ini karena aku belum pernah menjadi anak SMA jadi aku tidak tahu kebenarannya.

Selama berjalan melewati lorong orang-orang sibuk berbincang-bincang dan mengabaikanku seolah aku tidak terlihat. Tapi bagiku tidak masalah tidak punya teman, lagi pula aku bukan tipe orang yang mudah bersosialisasi dengan orang lain. Untuk menyapa teman yang sudah kukenal saja rasanya sulit sekali. Tidak mempunyai teman terasa sulit, ada beberapa hal tidak bisa dilakukan sendirian seperti memindahkan barang-barang atau kalau mendapat tugas kelompok. But, i can deal with it, i've been there before. Sesulit-sulitnya sendirian tidak lebih menakutkan dibanding mendapat teror dan bully.

Aku berhenti di depan kerumunan orang yang saling berdesakan di depan papan pengumuman. Di tengah-tengah kerumunan ini bisa dilihat segerombolan siswi yang berteriak senang karena mereka satu sekolah dan beberapa di antara mereka mendengus kesal karena tidak masuk ke kelas yang sama. Tipikal anak perempuan. Selain mereka masih banyak lagi siswa-siswi lainnya yang merayakan kelas mereka dengan menutup akses anak lain yang ingin melihat tulisan di papan pengumuman. Kenapa mereka tidak menyingkir dan merayakan di dalam kelas? Aku mencoba masuk ke dalam kerumunan itu. Telingaku mendengar beberapa keluhan tidak suka ketika aku masuk. Aku tidak peduli dengan omongan orang yang kudorong menyingkir saat ini. Yang aku butuhkan saat ini bukan omelan dan kemarahan mereka tapi kelas yang akan menjadi penjaraku tahun ini.

'Dasar cewek sialan!' umpatku dalam hati setiap kali mengingat kejadian pagi tadi. Seorang siswi dengan sengaja mendorongku keluar dari kerumunan setelah bersusah payah berdiri di depan papan pengumuman. Memangnya cuma dia saja yang namanya dipajang padda papan pengumuman. Kalau dia cuma menggeserku sedikit tidak masalah, tapi cewek sialan sok hits itu mendorongku keluar dari kerumunan. Dasar sialan. Kalau dia membuat satu lagi masalah denganku lihat saja nanti. Tidak akan kulepaskan begitu saja.

Sambil mengumpat tentang cewek berambut cokelat yang tadi mendorongku, aku menaiki tangga darurat menuju ke area rooftop. Jangan dipikir area rooftop sekolah yang dibilang sekolah elit ini seperti yang ada di komik-komik, tidak sama sekali. Rooftopnya benar-benar rooftop. Untuk mencapainya saja masih harus memanjat tangga yang ada di bak penampungan air. Meski sedikit merepotkan tapi tempat ini jauh lebih baik daripada kantin yang penuh dengan orang. Tidak perlu ke sana untuk melihat seberapa penuhnya kantin, karena semua kantin pasti akan selalu penuh dan yang mendapat meja di sana adalah orang-orang yang memiliki lingkup teman yang luas. Karena aku sendirian di sini lebih baik aku mencari tempat untuk diriku sendiri.

I'm Dead but My Mind Tells Me I'm...Where stories live. Discover now