Gelap. Di sini gelap. Sangat menakutkan disini, hanya ada kegelapan. Untuk melihat tanganku sendiri saja tidak bisa. Aku ingin melangkahkan kaki, tapi aku takut pada apa yang akan kuinjak nanti. Aku tahu di ujung sana ada setitik cahaya yang bisa aku ikuti. Tapi aku takut pada apa yang akan aku hadapi nantinya. Akankah itu menjadi hal baik atau buruk. Entah sudah berapa lama aku hanya berdiri di sini, mungkin sudah cukup lama.
BRUK! Sepertinya ada yang menabrakku. Tapi aku tak tahu siapa, di sini terlalu gelap. Sudah beberapa kali aku merasa seperti ada yang menabrakku. "siapa di sana?" aku memutar badanku untuk mencari siapa yang menabrakku. Aku tahu ini seperti orang bodoh, berputar di kegelapan untuk mencari siapa yang menabrakku. Konyol sekali. Tapi setidaknya itu bisa meyakinkanku bahwa aku tidak sendirian di tempat ini.
Kakiku terus menerus ingin membawaku ke cahaya di ujung sana, tapi entah kenapa hatiku ragu untuk melangkah ke sana. Seperti ada sesuatu yang kutinggalkan di belakang sana. Sesuatu yang tidak bisa kuabaikan begitu saja. Tapi apa itu?
Sudah kucoba untuk melangkah ke belakang sana, tapi tidak ada yang kutemukan. Namun, aku merasa itu sia-sia. Sejauh apapun aku melangkah aku hanya merasakan bahwa aku tidak berpindah sejengkalpun dari tempatku berdiri sebelumnya. Berbeda bila aku melangkah ke arah cahaya di ujung sana. Aku bisa merasakan cahaya itu semakin lama semakin terang dan membesar. Tapi aku tidak ingin berjalan ke cahaya itu.
***
Entah sudah berapa kali aku mencoba untuk berjalan mundur ke kegelapan dan berapa lama aku berdiri di tempat yang sama. Rasanya cukup bosan, tapi aku harus tahu apa yang aku tinggalkan di kegelapan itu, apa yang membuatku ingin masuk ke sana labih dalam lagi. "Hei, aku tahu ada seseorang di sana" aku mulai berbicara sendiri. Berusaha untuk mengusir rasa sepi ini. "aku harus mundur ke belakang atau aku harus berjalan ke cahaya itu?" kembali hanya gaungan suaraku yang bisa kudengar. Seperti di sekitarku ada tembok yang bisa memantulkan suaraku. Bukan sesuatu yang aneh bagiku, karena aku seperti tertahan di satu tempat saja berarti tandanya aku dibatasi oleh sesuatu yang tidak bisa kulihat.
"Hill..." seperti ada suara yang berseru. Suara itu berasal dari cahaya yang ada di ujung yang tidak ingin kudatangi itu. Baru kali ini aku mendengar suara selain suaraku sendiri. Dari awal aku di tempat ini tidak ada satupun yang membalas sapaan atau apapun yang aku ucapkan. Ada orang lain selain diriku dan dia berada di cahaya itu. Dengan berani kulangkahkan kakiku ke cahaya itu. Perlahan cahaya itu menjadi lebih terang seiring dengan langkah kakiku ke tempat itu. Semakin dirasakan cahaya itu semakin terasa hangat, bukan hangat di kuliat, tapi suatu perasaan hangat di dalam hati. Namun, perlahan kupelankan langkahku. Benarkah aku harus pergi ke sana? Haruskah aku ke sana disaat ada perasaan yang kutinggalkan di belakang sana.
"Hill..."
Suara itu muncul lagi. Suara yang sangat lembut dan indah. Aku tidak tahu apakah itu suara pria atau wanita hanya saja suaranya begitu indah dan sangat enak didengar. Kututup mata dan kuresapi suaranya. Aku ingin mengingat suara itu sampai kapanpun karena itu adalah suara terindah yang pernah kudengar. Tanpa sadar aku sudah berada di depan cahaya itu. cahaya yang ternyata menyelimuti sebuah pintu berwarna putih dengan ukiran yang tak pernah kulihat sebelumnya. Di tengahnya terdapat ukiran pohon besar yang menaungi ukir-ukiran lainnya. Keempat ujungnya terdapat empat anak-anak bersayap yang duduk sambil meniup terompet. Senyuman manis menghiasi wajah keempat anak itu. mereka terlihat begitu manis. Mereka dijaga oleh dua mahluk yang terlihat seperti anjing, yang kuyakin mereka bukan, berbulu putih dan lembut dan bersurai keperakan seperti singa dan mereka berselimutkan cahaya seperti pintu itu.
"Hai! Apa kalian yang memanggilku tadi?" pertanyaanku menghentikan aktivitas mereka sebentar. Saling melihat satu sama lain sebelum akhirnya tertawa secara hamper bersamaan. Sama sekali tidak terdengar adanya nada mengejek ditawa mereka. Bukan hanya permainan terompet mereka yang indah tapi suara tawa mereka entah kenapa seperti mengajakku tertawa bersama mereka.
"Bukan mereka, Hill. Tapi aku." Suara itu muncul lagi. Kuputar tubuhku mencari asal suara itu. namun, tidak ada yang kutemukan. Hanya kegelapan di belakangku.
"tidak usah mencariKu, Hill. Kau bisa bertemu Aku di balik pintu yang ada di depanmu." Benarkah aku bisa bertemu dengannya? Kudekati pintu itu, memandangi gagang pintu berwarna emas dan dikelilingi ukiran seperti sulur berwarna perak. Sulur-sulur itu berasal dari atas pintu menjulur tak beraturan ke pintu tanpa menimbulkan kesan jelek.
"Apa kau yakin ingin membuka pintu ini?" anak laki-laki yang ada di sebelah kiri pitu menghentikan tanganku yang akan menarik turun gagang pintu. Kutengok kearahnya untuk memberikan tatapan tak mengerti. Anak itu sudah pergi meninggalkan jejak beberapa bulu sayap yang turun ke tanah dan menghilang dikelamnya pijakan kaki.
"Ada sesuatu yang ingin kau sampaikan?" suara itu muncul dari atas pintu. Seorang anak laki-laki berambut pirang ikal melihat ke bawah, ke arahku. Mata kami bertemu. Mata hitam kelam itu mengingatkanku pada seseorang, tapi siapa?
"tidak perlu terburu-buru. Kau bisa membukanya kapanpun kau mau." Suara anak perempuan yang muncul dari belakangku sama sekali tidak mengagetkaku. Kuputar tubuhku untuk mencarinya. Kembali yang kutemukan adalah bulu sayap yang jatuh ke bawah dan menghilang.
"pintu ini akan menunggumu sampai kau buka. Ikuti kata hatimu... Hill." Suara dari anak laki-laki terakhir itu membawa suatu kenangan yang tidak bisa kuingat. Semuanya begitu kabur untuk kuingat.
'Hill'...
Ya, Hill namaku. Kenapa baru kusadari namaku sendiri padahal berulang kali sebuah suara menyebutkan namaku? Kenapa aku baru mengingat ini? Sudah berapa lama aku di ruangan gelap ini? Aku harus kembali ke ujung satunya.
"Kau akan kembali ke sana, Hill? DiriNya sudah memberimu waktu." Anak berambut pirang kembali mengeluarkan suaranya. Ia masih berada di atas pintu putih itu sambil memainkan sulur yang turun ke pintu. Aku menganggukan kepala mantap sambil menatap mata hitam miliknya.
"Pergilah, Hill. Tapi hanya sampai 'hari itu' dan kau akan kembali ke sini lagi" tanpa dijelaskan lagi aku mengerta apa yang dimaksudnya oleh 'hari itu'. kuberikan senyuman pada anak laki- laki itu sebelum melangkahkan kaki menuju ke kegelapan sana, menuju ke ujung satunya. Sayup-sayup aku mendengar suara mengatakan "semoga beruntung, Hill. Kami menunggumu."
YOU ARE READING
I'm Dead but My Mind Tells Me I'm...
Fiksi Umum"Hill..." "Hill..." "Hill..." "Hill..." Empat suara yang berbeda mengisi indra pendengaranku... Menyerukan satu hal yang sama... "Don't leave me!" Aku Hill, dan aku akan menyatukan mereka kembali. Mengembalikan senyum mereka yang menghilang setelah...