Lonely Wolf Will Die Either

3.7K 703 258
                                    


"Everyone just wanted to be happy, right?"
- Hanindea Rastilan

°•°

"Waah~ selamat ya, Han! I'm happy for you."

"Nope dear, I should've thanked you for this. Thankyou for letting him decide by his own."

"Gue tau kok, dari awal Brian emang cuman sayang sama lu."

Gue ketawa getir denger omongan naif dia. "Thankyou for taking care of him, Nay."

"Jangan lupa sebar undangan ya nantiiㅡeh, gue tutup dulu ya? Once again, congratulations, Han."

Gue yakin Nayra nangis setelah kita telponan itu. Gue tau dia gak rela setengah mati. Gue tau dia masih sayang Brian, and vice versa. Gue tau semuanya.

Tapi untuk ngelepas Brian, terus ngeliat dia bahagia sama orang lain is not a part of the plan. Sejak awal gue kenal BrianㅡI knew I would sacrifice everything to be with him.

Brian is a perfect reflection of Tian. They both act in the most similiar ways. I really loved Tian, but God loves him more.

Tian is my brother, we're 6 years apart. He was very young, independent, also charismatic. I saw Tian in Brian. Thats why I did everything to keep 'em close in my territory.

Tian committed suicide after his enterprise went bankrupt. He didn't tell me a thing, so I ended up knew nothingㅡmoreover, it was happenned on my high school first year.

Bokap nyokap stres berat setelah tragedi Tian. Nyokap harus ngejalanin terapi rutin di psikiater karena trauma berat. Bokap? Kabur. Dia gak sanggup sama watak baru nyokap yang ekstrim. What a pathetic loser.

Tambah lagi, gue didiagnosis kanker stadium lanjut. Gue harus kerja ekstra keras buat ngebiayain terapi nyokap, juga pengobatan gue sendiri.

Itulah kenapa gue butuhㅡsangat butuh kehadiran Brian. Gue butuh support buat bertahan, gue butuh sosok yang bisa menggantikan bokap dan Tian disaat yang bersamaan.

Gak peduli apakah Brian beneran sayang atau kasian doang sama cewe lemah kayak gue.

Anyway, marrying someone who's going to die soon isn't that worst. It actually sounds like an interesting soap opera title, huh.

In the end, everyone just wanted to be happy, right?

And this is how I do it.

°•°

"Han, gue ada urusan sebentar. Gue drop lu disana aja ya?"

"Loh? Kamu gak makan dulu?"

"Nanti aja gapapa."

Cara ngomong, intonasi, bahkan penyebutan gue-lo itu tanpa sadar diucapin sama Brian dengan entengnya. Something goes wrong. Entah apa itu tapi gue yakin ada hubungannya sama Shelin.

Abis nurunin gue di resto oriental langganan, dia langsung tancep gas pergi. Udah 3 tahun terakhir Brian gak pernah se-panik itu gelagatnya.

Setelah buka list kontak di hp, barulah gue paham penyebabnya.

It's must be her. The one and only in Brian's heart; Nayra Fei.

Percayalah setelah itu gue drop, entah apa penyebabnya kali ini. Gue pingsan gitu aja seabis ngerasain pening di kepala. Akhirnya security pihak resto ngebawa gue ke klinik terdekat.

Dan entah gimana, gue udah ada di RS dan ditanganin sama dokter yang emang ngontrol perkembangan gue selama ini.

"Bu Hani," pas si dokter udah ngusap muka frustasiㅡgue senyumin aja.

"Kapan saya mati, Dok?"

"Bulan lalu grafik kesehatan kamu sudah meningkat, tapi kenapa minggu iniㅡ"

"Dok, tolong jawab, kapan saya mati?"

Dokter ubanan ini tambeng banget gak mau ngejawab gue. Padahal pertanyaannya sederhana banget kan?

"Kamu sudah berjuang sejauh ini buat pulih. Jangan karena satu-dua konflik kamu malah menyerah."

Tau apa dia soal perjuangan gue ngelawan dunia yang selalu balik ngelawan gue?

"Saya tidak tahu masalah apa yang sedang kamu lalui sekarang, tapi saya sebagai terapis kamu, tidak akan mundur sampai kamu benar - benar sembuh."

"Nyerah ajalah, Dok. Ngapain perjuangin saya? Saya juga udah capek hidup begini terus."

Dokter gak ngomong lagi dan sengaja ngasih gue waktu buat sendiri dulu. Tapi ya, sayangnya hal itu gue jadiin kesempatan buat kabur dari RS.

Gue udah terlalu capek sama dunia. Gue napas aja tersiksa. Gue bukan apapun kecuali iblis dalam tubuh wanita. Semua orang ngebenci gue. Badan gue digerogot abis sama penyakit. Orang yang gue sayang ninggalin gue demi orang lain.

Terus kenapa gue masih harus bertahan?

Apa gue belom keliatan cukup tersiksa?

Malem itu, pertanyaan - pertanyaan gue seolah menembus langit dan gue dihujani jawaban. Dan juga solusi.

Hujan deres, angin kenceng, banjir, jalanan sepi, sopir taxi berumur, ban mobil pecah, mobil oleng, nyerempet trotoar, di tikungan, truk angkut barang belok, gagal nge-rem, mobil kita ditabrak, jungkir balik, nyaris jatoh ke jurang, tapi ketahan di pagar batas.

Betapa keren skenario Tuhan malam itu.

Tapi yang terindah dari semua naskah diatas adalah Tuhan akhirnya membiarkan gue tersenyum damai tanpa perlu mengingat definisi penderitaan lagi.

Thankyou, God.

°•°

In the next morning.

There's no sun's ray nor light. Still raining hard and dark.

What a gloomy day.

Oh, look who's come to visit? This eight wondrous people whom taking a very good care of their friendship after years.

What a lovely reunion.

Amazingly, I got a mini epigraph that engraved my name! Oh, and my dearest body lay down there on the ground. I've never been feel so safe and alive before.

What a relieve.

But why people are crying?

°•°

Words from Amora :

This chapter ripped my heart way too hard😢 Maklum, sepanzang ngetik ini saia ditemani para bawangs. Jadi ... apakah kalean juga korban dari aroma bawangnya?

Tapiii duka ini akan menjadi awal dari pertemuan mereka berdelapan setelah sekian lama guise :')

Thankyou so mwach for every kind of appreciation💙

Lets meet again real real soon!!!

-❤hjg

Penghuni 2 [DAY6 | ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang