1-BEGIN

559 50 3
                                    

"Oleh seekor burung kecil yang merindukan kasih disarangnya,
Pada suatu saat terlahir dalam luka"

-diaries ji


---

"Hei! Bodoh! Bangunlah! Kenapa terus meringkuk seperti itu?!"

Suara lantang menyambar kedua gendang telinga seorang laki-laki yang sedang tidur meringkuk di lantai dengan hanya beralaskan kasur tipis.

Tubuhnya menggigil kedinginan bibirnya biru gemetaran, namun siempunya suara lantang yang memakinya tadi seakan tak punya belas kasihan terhadapnya.

Si laki-laki yang meringkuk bersusah payah menahan dingin untuk bangkit dari tidurnya.

Sementara si laki-laki yang tadi memakinya tak melepas tatapan tajam penuh kebencian terhadap laki-laki dihadapannya yang jauh lebih muda itu.

"Kau ini! Berbeda sekali dengan hyung-mu yang selalu membanggakanku!" sang lelaki yang tua berteriak-teriak marah didepan wajah si lelaki yang lebih muda.

"Hiks.. Aku merindukan eomma.." ucap si lelaki muda berharap belas kasihan sang lelaki tua.

"Kau bilang apa?! Kau yang menyebabkan kita terpisah dengannya, kau tahu?" marah sang lelaki tua, " cih! Lihat, bahkan sekarang kau menangis" cibirnya.

"A- aku melakukan apa?" lirih si lelaki muda.

"Gara-gara kau menghilang saat berada di sungai, aku dan hyung-mu mencarimu dan eomma-mu itu juga menghilang terbawa arus karena khawatir padamu" jelas sang lelaki tua menggebu-gebukan amarahnya.

Si lelaki yang lebih muda terus terisak menangis mengingat hal itu, apalagi sang ayah selalu memperjelas kesalahannya dengan berseru-seru dihadapannya. Ya, lelaki yang lebih tua itu adalah ayahnya.

"A-a-appaa.." panggil lirih sang lelaki yang sebagai anaknya.

"Waeyo?!" bentaknya.

PLAK!

Sang ayah menampar keras anak laki-lakinya itu hingga si anak terjungkal dari posisi duduknya.

"Anak tidak tahu diri!" maki ayahnya lagi.

"Hiks.. Kenapa appa membedakan aku dan Seunghyun hyung?" tanya si anak dengan nada begitu menyedihkan.

"Jelas berbeda, Kwon Jiyong!" sarkas ayahnya.

"Siapa disini yang anak tiri, appa?!" seru si anak yang disebut ayahnya Kwon Jiyong itu dengan suara gemetar menahan isakan.

"Memang siapa disini yang seharusnya aku banggakan? Kau si pembawa sial, huh?!" maki sang ayah.

Jiyong semakin menjadi dengan tangisannya sambil memeluk kakinya, membenamkan kepalanya di ceruk kedua lututnya.

Ayahnya yang sudah banyak meluapkan emosi itu semakin marah. Ia menendang tubuh kurus Jiyong dengan kasar kemudian meninggalkan tanpa bersuara sepatah kata pun sampai ia menutup keras pintu ruangan itu dan keluar.

Jiyong bangkit dari keadaannya yang tadi terjatuh karena tendangan ayahnya. Ia duduk memeluk kuat kakinya sambil terus mengerang.

"Hiks, hiks.. Eomma, neo eodiya? Aku merindukanmu" erangnya.

"Aku tak percaya appa, aku tak percaya eomma mudah mati, tidak"

"Eomma dimana? Aku yakin eomma masih hidup, hiks.."

***

Di sebuah rumah tradisional di pinggir hutan yang sejalur dengan sebuah sungai, seorang wanita separuh tua terbangun dari tidur panjangnya. Matanya mengerjap berusaha mengenali sekitarnya.

Kepalanya begitu berat namun ia paksakan untuk duduk. Kini punggungnya juga sangat sakit. Kakinya menyambar sebuah baskom alumunium yang berisi entah apa itu, seperti hijau-hijauan seperti obat-obatan herbal.

Seorang nenek dengan tergesa masuk ke ruangan wanita tua itu begitu mendengar bunyi bising seperti benda yang jatuh. Dan itu adalah bunyi baskom yang jatuh tersambar kaki si wanita tua.

"Wah, kau sudah bangun, nak?" tanya si nenek dengan raut gembiranya.

"Eoh? Nan eodiya halmeoni?" tanya si wanita dengan suara lirih dan serak.

"Kau di rumahku, sudah sepuluh hari kau tak sadar, nak" jelas sang nenek.

"Benarkah?" si wanita tak percaya.

"Eoh. Kau ku temukan saat aku sedang mengambil air di sungai, sepertinya kau hanyut terbawa arus sungai" ujar sang nenek.

"Omo anakku!" seru si wanita.

Si nenek hanya mengerutkan kening dan menyatukan alis, kentara sekali di kulit keriputnya kalau nenek itu heran dengan si wanita.

Si wanita berusaha bangkit untuk berdiri namun ditahan oleh sang nenek.

"Hei, kau mau apa?"

"Anakku hilang di sungai" kata wanita itu dengan nada cemasnya.

"Kau baru sadar, dan lagi kapan anakmu itu hilang?"

Pertanyaan sang nenek berhasil membuat si wanita diam, berpikir keras tentang kejadian beberapa waktu lalu.

"Anakmu pasti sudah ditemukan, kau istirahatlah dulu" sang nenek mencoba memberi ketenangan.

"Aku ingin pulang halmeoni, melihat anakku" pinta si wanita.

"Tunggu kondisimu pulih, aku akan mengantarmu pulang"

***

GOODBYE [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang