'Kamu mau gak jadi pacar aku?'
'Dibajak ya?'
'Sha, mau gak jadi pacar aku?'
'Lo gak lagi sakit kan?'
'Ngga. Mau gak jadi pacar aku?'
'Bagas?'
'Kamu mau gak jadi pacar aku? :( '
Aku tersenyum, melihat isi percakapan lampau dengan pria yang mengajak ku bertemu dibangku taman ini pada lima belas menit yang akan datang. Tak terasa sudah dua puluh menit aku menunggu mu, menggeser kebawah rentetan pesan yang berisi percakapanku dengan mu diponsel hingga ibu jariku terhenti pada percakapan awal.
'Kayak pernah kenal ya?'
Tanpa sadar aku tersenyum, membodohi kalimat pertama yang kamu gunakan untuk menarik perhatianku. Ya, tentu saja kita saling kenal, dan aku pun tahu kau sedang berusaha mendekatiku. Kemudian kugeser keatas secara acak percakapan tersebut hingga berhenti pada kalimat yang nyaris membuat emosiku meletup-letup.
'If I should stay, I would only be in your way, so I'll go but I know, I will thinking of you every step of the way, and I will always love you.'
Hampir saja aku menangis, kalau tak ku dengar suara familiar yang begitu melekat diotakku. Ah, baru saja aku menghadirkan sosok mu dalam imajiku, kini wujud mu sudah ada saja dihadapanku.
"Lama nunggu ya?"
"Eh, ngga kok, hehe." Jawabku sambil terus menunduk, tak ingin berusaha menatap sosok gagah mu.
"Sorry ya," kata mu sambil terduduk disebelahku. Wangi tubuhmu, aku akan sangat merindukan itu.
"Buat apa?" Tanyaku yang berusaha terlihat biasa saja, walau nyatanya akan sangat terlihat konyol.
"Belakangan ini gue jadi jarang ngechat lo."
'Lo bahkan gak pernah ngebales chat gue lagi gas.' Rancau ku, dalam hati.
"Iya, gapapa kok." Mengapa rasanya sulit sekali mengeluarkan isi kepala?
"Gue capek sha nunggu lo terus."
'Satu langkah lagi gas, please.'
"Iya gue tau, sorry ya."
"Gak bisa ya lo buka hati buat gue?"
'Hampir gas, hampir. Gue udah pernah bilang kan, butuh waktu buat ngilangin trauma gue gas.'
"Topik ini udah pernah kita bicarain kan sebelumnya?"
"Oke, gue paham. Gue gak mau maksa lo lagi kok. Gue juga gak bisa nungguin lo terus, hati cowok pun bisa kadaluarsa sha. Sorry dan thanks ya atas semuanya, gue kesini cuma mau bilang, setelah ini gue udah gak bakal ngejar-ngejar lo lagi, itu kan yang lo mau? Maaf ya gue harus ngomong sekasar ini, tapi gue emang udah bener-bener gak bisa kalo kayak gini terus. Sorry ya, gue pergi dulu, makasih waktunya."
Katamu, sambil berdiri kemudian berlalu pergi. Secepat itu? Bahkan aku telah setengah jam menunggu mu, namun itu kah hasilnya?
Aku sempat ingin menghalau, menggenggam erat kedua tanganmu seraya berkata jangan pergi, jika saja tak ku ingat janji yang sempat ku ikrarkan di depanmu kala itu.
'Kau dapat pergi, jika sekiranya sudah merasa tak kerasan.'
Sebaris kalimat yang cukup mengunci pergerakanku. Hingga kemudian aku masih disini, terpaku sambil terus melihatmu berlalu. Merasa benar-benar beku, sambil terus mengeja setiap kata yang juga sempat kau lontarkan padaku sebagai balasan.
'Aku takkan pergi, kau rumahku.'
Mereka bilang aku menang, karena dengan teguh memegang kata-kataku. Namun sebenarnya kau lah yang juara, karena berhasil hengkang sambil membawa sepotong hati yang tak sadar telah bersamamu.
Sisa sepotong lagi, mengapa tak kau tunggu sebentar lagi, dan semua akan menjadi milik mu. Ah, aku lupa. Hati pria mempunyai massa kadaluarsa.
I do, I can love you
But it useless, because you can leave.~Dulu dirimu diriku
Kita menyatu tak lepas oleh waktu
Ada janji yang pernah kita utarakan
Dulu tak ingin ingkar tak ingin hilang
Semua takkan ada yang kekal~
Virzha- Sirna
KAMU SEDANG MEMBACA
Nada Rasa
Short StoryKetika musik melukiskan kisah hidup seseorang. Kumpulan cerpen yang terinspirasi dari lirik lagu.