15. Tuyul

1.3K 95 4
                                    

Beberapa hari ini emak sering kehilangan uang. Tak jarang ia menunduhku mengambilnya.

"Mak, aku ini sudah bisa cari uang. Tak mungkinlah aku ambil uang mamak."

"Alah, jadi kalau bukan kau siapa lagi, Nti? Cuma kau sama aku dirumah ini."

"Mana ku tau."

"Macam mana kau ini. Tak mungkin pulak tuyul yang ambil uang mamak."

Aku mengedikkan bahu sekenanya malas meladeni emak yang terkadang memang sering lupa dimana ia menaruh uangnya. Lain lagi ceritanya kalau kacamata yang hilang, aku tidurpun di bangunkan buat bantu cari kacamata. Padahal jelas-jelas diatas kepala emak sendiri.

"Mak, aku berangkat kerja ya. Sudah mau jam empat ini." Kataku kemudian mencium tangan emak.

"Hati-hati, Nti. Risau emak liat kau dapat shift sore terus. Tengah malam baru balek, apa kata tetangga."

"Sudahlah Mak, yang penting halal kerjaku. Wong kita lapar tak mau dia kasih makan kan."

Emak hanya mengangguk. Sementara aku sudah siap dengan sepeda motorku. Aku yakin setelah aku berangkat emak pasti kembali mencari-cari uangnya.

Sesampainya aku ditempat kerja, aku melihat Kak Rita sudah duluan menjaga konter hp. Tumben kali lah.

"Ei kak, cepat kau datang hari ini ya?"

"Iya, Nti. Aku takut dirumah sendirian makanya aku cepat-cepat datang."

"Lah takut apa, kak?"

"Tuyul."

"Hah? Tuyul? Dimana pulak kakak liat tuyul? Siang-siang gini mana ada hantu, kak."

"Memang bukan siang ini lah, malam tadi. Habis pulang dari sini, aku pulang ke kontrakan ku. Tiba-tiba ada bunyi bising di kamarku, kayak orang buka-buka laci lemari."

Aku semakin tertarik dengan cerita Kak Rita, "Ha terus, dimana kakak liat tuyul nya?"

"Itu dia, Nti. Pas kakak buka pintu kamar tak ada siapa-siapa. Cuma waktu kakak masuk sempat liat pintu lemari terbuka sendiri."

"Lah jadi darimana kakak tau itu tuyul?"

"Ya jelas, pas kakak periksa uang-uang kakak hilang."

"Alah aku tak percaya, kak. Macam cerita anak tetanggaku aja."

"Sst, kau tak tau Nti sekarang itu lagi musim tuyul? Sekampung pada heboh kehilangan uangnya."

"Lah kukira ada musim duren aja, rupanya musim tuyul ada juga. Tak percaya aku."

Kak Rita menggeleng, "Terserah kau sajalah, Nti."

Sekitar pukul sepuluh aku dan Kak Rita menutup konter.

"Hati-hati dijalan, Nti."

"Iya, kakak juga."

Kami pulang bersamaan namun berbeda arah jalan pulang. Selama berkendara aku merasa ada yang aneh. Tumben kali jalan disini sepi biasanya masih banyak anak-anak muda berkeliaran. Apa karena lagi musim tuyul ya jadi pada takut?

Aku menggelengkan kepalaku cepat, aku tak mau terhasut kata-kata Kak Rita.
"Mana ada tuyul musim-musiman." Batinku diakhiri dengan kekehan kecil.

Lah gila aku ketawa sendiri malam-malam.

.
.
.

"Mak, Yanti pulang." Teriakku depan rumah setelah mengetuk beberapa kali.

"Mak!" Panggilku lagi karena tak kunjung ada yang membukakan pintu.

Aku mengintip ke jendela, lampu nyala tapi sepertinya tidak ada siapa-siapa dirumah.

Tak mungkin tengah malam begini mamak pergi keluar. Aku kembali memperhatikan kedalam rumahku dengan seksama.

Glek!

Hampir saja aku berteriak histeris. Bahkan kaki ku sekarang bergetar.

Aku melihat sesosok anak kecil berlari dari dapur masuk kedalam kamar emak.

Ei tunggu, tapi kenapa sekarang aku dengar suara langkah kaki dari belakang?

Suara itu terdengar semakin dekat, aku refleks mengambil sikap jongkok dan menutup telingaku.

Sebuah tepukan dibahu membuat jeritanku tak terbendung lagi.

"Aaaaa!!!"

"Pergi pergi jangan ganggu Nti, Nti janji bakal percaya Nti janji...."

"Gila kau Nti, emak sendiri kau suruh pergi. Janji? emak janji apa sama kau ha?"

Lah emak?

Perlahan aku membuka mataku. Oh syukurlah, aku mendapati emak di hadapanku memandang dengan terheran-heran.

"Maaf Mak, kukira emak hantu tadi."

"Hantu? Sudah tak waras kau. Cepat masuk, nanti tetangga bangun."

"Iya, Mak."

Kami masuk kedalam rumah, aku langsung menuju kamarku karena sudah kelelahan.
"Uang mamak sudah ketemu?" Tanyaku sebelum masuk ke kamar.

"Mak? Mak?"
Tidak terdengar lagi suara emak dan seketika suasana rumah terasa hening.

Aku memilih untuk menyusul emak kekamarnya, bukan hanya karena aku yang penasaran kenapa emak tak menjawab pertanyaanku tapi juga karena aku sekarang merasa parnoan.

Perlahan aku buka pintu kamar emak.

Gelap.

Tak biasanya emak tidur matikan lampu, pikirku.

Aku berdehem hanya sekedar agar emak sadar akan keberadaanku. Namun nihil kamar ini seperti tidak ada penghuninya.

Tek!

Aku menyalakan lampu kamar emak.

"Hahahaha .. hahaha ..."

Jantungku berdetak kencang. Bukannya emak yang kulihat, namun sosok tuyul yang tertawa riang menatapku.

"Tt-tu-tuyul!!!"

Ci-Luk-Ba (TAMAT PER-EPISODE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang