"Tidak, aku tidak mabuk, sungguh." Ucap Taeyong.
"Tidurlah, aku lelah." Kata Han Rae sambil menutup matanya.
"Aku serius Nona Han Rae. Tapi menikah palsu. Agar aku dapat warisan, nanti aku akan membayarmu." Han Rae seketika membuka matanya dan beranjak duduk, menatap Taeyong dengan mata membelalak dan kening mengkerut.
"Kalau dibayar aku mau." Ucap Han Rae dengan mata berbinar.
"Ya sudah kita bicarakan besok, aku ngantuk." Balas Taeyong sambil membaringkan tubuhnya di kasur.
Han Rae berdecak, giliran ia tertarik untuk membahasnya, Taeyong malah bilang mengantuk.
Tapi pada akhirnya Han Rae ikut berbaring, karena jujur, ia juga merasa mengantuk dan lelah.
•••
Han Rae terbangun karena merasakan sinar matahari yang menerpa wajahnya, dan membuat matanya silau. Juga suara gedoran pintu yang membuatnya bersungut kesal.
Han Rae beranjak duduk, kening mengernyit saat sadar ia berada di kasurnya, dan melihat Taeyong yang masih tidur, berada di lantai, hanya dengan dialasi selimut yang dilipat dua.
"Han Rae! Buka pintunya!" ah, Ibu pemilik kontrakan.
Dengan malas Han Rae beranjak berdiri, kemudian berjalan ke arah pintu, dengan malas ia membuka benda yang tingginya tak jauh darinya itu. Menampilkan seorang Ibu paruh baya dengan kelebihan lemak di dagu dan perut, tengah menatapnya tajam, sambil menengadahkan tangan.
"Tidak lupa kan ini hari apa?" tanya Ibu-Ibu itu.
"Hari rabu." Balas Han Rae enteng.
"Yak!" si Ibu tiba-tiba menyentak membuat Han Rae terkejut dan gelagapan.
"Apa? Iya sabar, nanti juga akan aku bayar. Tapi sekarang uangnya masih di atm, belum aku ambil." Kata Han Rae setelah rasa terkejutnya hilang.
"Pendusta."
"Astaga, apa wajahku menunjukan aku ini sedang berbohong?"
"Kau tidak memiliki ekspresi bodoh."
Han Rae memutar kedua bola matanya malas. "Pokoknya hari ini aku akan bayar, kau tenang saja."
"Awas kalau bohong, akan aku usir kau dari disini."
"Iya, iyaa..." Ibu berlipstick merah tebal itu pun akhirnya beranjak pergi, membuat Han Rae menghela nafas lega.
Ia kembali memasuki rumahnya dan tak lupa menutup pintu. Saat ia membalikan tubuhnya, ia melihat pria dengan surai dirty brownnya sudah terbangun.
"Eummm... tadi siapa?" tanya Taeyong dengan nada suara serak, khas orang baru bangun tidur.
"Ibu-Ibu yang menyewakan rumah ini." Balas Han Rae sambil berjalan ke dapur hendak menyiapkan sarapan.
"Lalu kau sudah mambayarnya?" Taeyong kembali bertanya, sambil beranjak berdiri dan membuntuti Han Rae ke dapur.
"Tidak, belum. Aku belum ada uang." Han Rae berkata sambil menyiapkan bahan makanan.
"Kalau kau menikah denganku, aku akan membelikanmu apartemen, dan memberi uang perbulan seperti gaji. Bagaimana? Tapi kau harus pintar bersandiwara, saat di depan orang tuaku harus bersikap feminine, anggun, dan kita harus pura-pura mesra seperti pasangan. Bagaimana?"
"Kenapa kau tiba-tiba menawarkan hal ini padaku?" tanya Han Rae.
"Karena aku harus segera menikah, agar aku bisa dapat warisan. Aku malas mencari gadis lain, jadi pakai gadis yang ada di depan ku saja saat ini." Balas Taeyong.
"Kau tidak punya kenalan seorang gadis?"
Taeyong menggelengkan kepalanya. "Aku tidak punya begitu banyak teman. Jangankan yang laki-laki, apa lagi yang perempuan?"
"Kau mempercayaiku?"
Taeyong mengerjapkan matanya sejenak, lalu menganggukan kepalanya. "Ya, aku percaya. Wajahmu tidak menunjukan kau orang jahat, tapi tidak tahu dalamnya sih, aku belum pernah melihatmu buka baju."
"Kebetulan aku pegang pisau, apa milikmu sudah pernah dipotong? Mau aku yang melakukannya?"
Taeyong terhenyak dan otomatis menutupi area pentingnya.
"Aku mau saja menolongmu, dan ber akting di depan orang tuamu, tapi ada syaratnya." Kata Han Rae.
"Apa?" tanya Taeyong.
"Seperti yang kau tawarkan pertama kali, membelikanku apartemen, dan membayarku setiap bulan. Harus besar jumblahnya, karena ber akting itu sulit. Tidak ada seks atau skinship yang berlebihan termasuk berciuman. Dan aku tetap bebas berdekatan sampai berkencan dengan pria lain. Hanya itu. Kau mengerti?"
"Kenapa tidak ada seks?"
"Kau kira aku pelacur? Lagi pula aku masih virgin. Dan aku tidak bersedia memberikannya padamu."
"Wow, gadis sepertimu masih virgin? Aku terkejut."
Han Rae hanya memutar kedua bola matanya sebagai jawaban, kemudian mulai sibuk memotong-motong sayuran.
"Caranya salah, biar aku saja yang memasak. Sepertinya aku jauh lebih handal darimu soal masak memasak." Kata Taeyong sambil mendekati Han Rae.
"Oh baguslah kalau begitu, aku sebenarnya malas memasak. Aku mau mandi dan bersiap-siap kerja." Kata Han Rae sambil meletakan pisau dan sayur yang ada di tangannya.
"Kau kerja apa?" tanya Taeyong.
"Aku montir." Balas Han Rae.
"Ouhh..." gumam Taeyong sambil menganggukan kepalanya.
•••
Selesai mandi, Han Rae membereskan kasur dan selimut, lalu menggantinya dengan meja duduk yang terbuat dari kayu, serta dua buah bantal duduk di kedua sisi meja.
Taeyong masih sibuk memasak, padahal Han Rae sudah selesai mandi. Han Rae memang cepat kalau mandi. Selesai mengoleskan sunscreen ke wajah dan kedua tangannnya, juga lipblam, Han Rae duduk manis di atas bantal duduk sambil memainkan ponselnya, menunggu Taeyong selesai membuat sarapan.
Tak lama Taeyong akhirnya muncul dari dapur, dengan membawa nampan, berisi dua mangkuk nasi dan satu mangkuk lagi berisi lauk.
"Jadi yang tamu siapa?" sindir Taeyong sambil meletakan bawannya ke atas meja. Han Rae hanya terkekeh sebagai jawaban, ia kemudian mengambil sumpit serta mangkuk nasinya.
"Kau terlihat bagus setelah mandi dan berpakaian rapih." Komentar Taeyong sambil memperhatikan Han Rae yang memakai skinny jeans hitam serta atasan tanpa lengan berwarna putih, rambutnya digulung ke atas dengan lebih niat dari semalam.
"Apanya yang rapih bodoh?" celetuk Han Rae sambil mulai makan.
"Mulutmu tidak pernah di filter ya? Meskipun dengan orang yang baru dikenal." Kata Taeyong.
"Tapi kau kan calon suamiku." Balas Han Rae sambil tersenyum miring.
°~°
KAMU SEDANG MEMBACA
Business | Lty ✅
Fanfiction"Pernikahan kita hanya pernikahan bisnis, ingat? Jadi jangan jatuh cinta padaku." °start 24.09.18