Deg... Dia
"Ssssttt, jangan berteriak," ujar pemilik sepasang mata merah itu, seraya menutup mulut Miu dengan tangannya.
"Rosevelt?" gumamnya, kemudian perlahan ia melepaskan tangannya yang berada di mulut Miu.
"Hey, kau tolong antar aku ke kamar lelaki!" terdengar nada perintah dari lelaki itu, dengan segera Miu bangun dan mengantarkan lelaki itu. Tanpa mengucapkan terimakasih, lelaki itu masuk kedalam kamar dan meninggalkan Miu sendiri.
Setelah lelaki itu masuk, Miu segera menekan saklar lampu, dan berlari menuju kamarnya.
Keesokan paginya, ia terbangun dengan kantung mata yang tercetak jelas di kelopak mata bawah gadis itu.
"Rose, ayo kita joging," ajak Lena, yang kemudian menarik Miu menuju lapangan.
"Tunggu sebentar, aku akan mengambil jaketku," seru Miu.
Mereka pun sampai di lapangan. Saat tiba, Miu di suguhkan dengan pemandangan seorang lelaki yang semalam menyuruhnya untuk mengantarkannya ke kamar lelaki.
"Apa yang kau lakukan?" tanya lelaki itu kepada Miu yang sedang merentangkan tangannya yang sebelah kiri.
"Supaya merpati datang," ujar Miu berbinar-binar.
Lelaki itu, menatap Miu dengan tatapan melemas.
"ROSE, AYO!!!!" teriak Lena, dan dengan segera Miu pergi dari hadapan lelaki itu.
Sekarang, posisi mereka sedang berada di kantin untuk sarapan. "Rose, kira-kira Rifai itu bagaimana?" tanya Lena.
Belum sempat Miu menjawab, seseorang telah duduk disebelah Lena, dan itu membuat Lena, maupun Fau menatap orang tersebut dengan tatapan kagum, akan ketampanan yang terlihat jelas diwajah lelaki tersebut.
Rifai, ya orang tersebut adalah Rifai. Dia sekarang sedang duduk dihadapan Miu dan disamping kiri Lena. "BHA," seru Rifai mengagetkan Miu dengan sebuah hantu kain mainan yang ada ditangannya.
"Haha, ternyata kau benar-benar penakut. Apakah kau benar-benar dari keluarga Rosevelt?" tanya Rifai ketika melihat ekspresi Miu yang menjauh darinya ketika ia mengagetkan Miu.
"Iya, aku memang penakut. Padahal aku sudah mencoba untuk membuat diriku menjadi berani. Tapi, ya ini jawaban untuk usahaku selama bertahun-tahun," seru Miu dengan suara yang berputus asa.
"Baiklah, aku akan mengajarimu untuk menjadi berani." serunya membuat Miu tersenyum manis.
Deg! Tiba-tiba saja, Rifai merasakan getaran aneh ketika ia melihat senyuman Miu itu. Dengan segera ia menyelesaikan sarapannya.
Beberapa hari kemudian, pembagian kelas telah selesai.
"IPA 1" seru Ryan dan Lena berbarengan.
"IPS 2" ujar Fau.
"IPA 3, sepertinya kita sekelas." Ya, sekarang Miu dan Rifai sekelas. Dan yang mengatakan hal barusan adalah Rifai.
Mereka berdua pun berjalan menuju kelas mereka. 'Sudah pada memiliki pasangan. Dan aku? Huhuhu, miris sekali hidupku ini,' batin Miu ketika ia baru saja masuk kedalam kelas.
"Baiklah, ayo semuanya duduk dilantai dan buatlah lingkaran!" perintah seorang guru, yang bernotabe sebagai wali kelasnya. "Sekarang, perkenalkan nama kalian," dimulai dari seorang gadis yang duduk disebelah kiri guru itu, dan terus berlanjut sampai,
'Aduh, bagaimana ini aku malu,' batin Miu.
"Tak apa. Tak usah takut," bisik seorang yang berada disebelah Miu.
"Syakila," perkenalan orang tersebut membuat Miu menoleh, dan segera mengenalkan dirinya, "Miu," seru Miu dengan gugup.
Ingin sekali berterima kasih tetapi, ia sangat malu.
Jam istirahan pun tiba, sekarang Mui dan Rifai sedang berada di rooftop.
"Mengapa kita berada disini?" tanya Miu gemetaran.
"Untuk membuatmu berani," jawab Rifai dengan datarnya.
"Nanti siang, carilah teman untuk makan siang. Itu adalah cara pertamamu. Karena aku tak akan bisa bersamamu disetiap waktu," lanjut Rifai.
"A.... apa boleh aku makan siang bersama kalian?" tanya Miu kepada dirinya sendiri, dia sekarang berada di toilet sekolah, dan ia sedang berlatih untuk meminta izin kepada teman-teman barunya.
"Hihihi, kau sedang berlatih? Kalau begitu kau dengan ku saja," ajak seorang gadis yang satu kelas dengan Miu, Syakila.
Miu pun tersenyum canggung, dan Syakila segera menarik tangan Miu menuju kantin. Setibanya di kantin, "Miu, kenalkan ini sahabatku Rafisa," ujar Syakila memperkenalkan sahabatnya kepada Miu.
"Hai. Ayo gabung," ajak Rafisa. Miu pun tersenyum, dan segera duduk dihadapan Syakila serta Rafisa.
Rifai, yang memperhatikan Miu sedari jauh itu pun tersenyum, "hayo, ngeliatin siapa sampai senyum-senyum sendiri," ejek teman Rifai yang berada disebelahnya seraya merangkul Rifai.
"Bukan siapa-siapa," elak Rifai.
Setelah kejadian itu, kurang lebih 2 bulan setelah itu.
"Miu, ayo cepat nanti kita bisa telat di kelas Matematika," seru Syakila.
"Kau duluan saja," seru Miu.
Syakila pun berhenti, dan menarik langsung tangan Miu menuju kelas Matematika.
"Loh? Gurunya tidak datang?" tanya Syakila ketika mereka telah masuk kedalam kelas Matematika.
"Hai, Miu, Syakila, ayo duduk di depan kami," seru Fajar, sang ketua kelas berkacamata.
"Iya, gurunya sedang sakit. dan ini sudah ada keterangan untuk mengerjakan soal," lanjutnya.
Kemudian, Miu dan Syakila pun duduk di hadapan Rifai dan Fajar. Baru saja Miu duduk, ia sudah langsung mengerjakan soal yang diberikan guru.
"Miu," panggil Fajar dengan suara yang sedikit manja.
Miu pun menengok dan, "Apa?" jawab Miu dengan gugup karena jarak wajahnya dengan wajah Fajar hanya tinggal 1 jengkal saja.
"Tolong ajarin," seru Fajar dengan sedikit tersenyum.
Dengan mudah, Miu pun mengajari Fajar dan tak memperdulikan Rifai yang sedang memperhatikannya dengan Fajar.
"Kau cemburu?" tanya Syakila kepada Rifai.
"Tentu saja, TIDAK," jawab Rifai dengan penekanan di perkataan 'tidak' itu.
'Ya, aku cemburu' batin Rifai. Dan sekarang, ego serta hati Rifai sedang berdebat argumentasi.
"Oh," jawab Syakila dengan penuh terima kasih.
Kemudian, Syakila pun mendekat kearah Rifai, dan meinta diajarkan pelajaran itu.
Hola guys, ketemu lagi nih! Lihat? Sepertinya Syakila memiliki rasa pada Rifai, dan Rifai cemburu dengan Fajar......
Ikuti lanjutanya yaaaa! Bye
Regina Almaira

KAMU SEDANG MEMBACA
PLUCKY [On-going]
Teen FictionMiu Rosevelt, seorang keturunan Rosevelt yang sangat penakut. Seluruh keluarganya memiliki keberanian, sedangkan dia adalah penakut. Diantara seluruh anggota keluarga Rosevelt dialah satu-satunya yang penakut. Tapi, semua itu berubah semenjak dia be...