4. Rapat Besar

261 17 0
                                    

ARABELLA dan anak-anak baru lainnya menunggu dengan berdebar-debar Rapat Besar mereka yang pertama. Di sekolah mereka sebelumnya mereka tak mengenal parlemen sekolah seperti yang ada di Whyteleafe ini, di mana anak-anak mengatur sendiri kehidupan di sekolah mereka. Tak habis-habisnya mereka memikirkan bagaimana Rapat Besar itu.

"Kukira ini suatu peraturan yang bagus," kata Martin.

"Benar," kata Rosemary dengan suaranya yang lembut. Ia selalu membenarkan kata orang lain, tak peduli apa sesungguhnya yang mereka katakan.

"Peraturan tolol," tukas Arabella. Ia selalu meremehkan apa saja yang ada di Whyteleafe, karena sesungguhnya ia lebih senang pergi ke sekolah mewah yang dikunjungi oleh sahabat-sahabatnya dulu. Baginya Whyteleafe yang menganut tata cara menurut akal waras itu sama sekali tak masuk hitungan.

Di luar dugaan, Julian menyetujui pendapat Arabella. Biasanya ia sama sekali tak ambil pusing tentang Arabella, dengan keangkuhan dan tingkah sombongnya. "Harus kukatakan di sini, aku sama sekali tak peduli pada Rapat Besar itu," kata Julian. "Tak ada bedanya bagiku, apa pun yang diputuskan. Asal aku bisa melakukan apa yang kuiingin, aku takkan menghalangi anak lain melakukan kesenangannya."

"Oh, Julian, kau pasti tak bermaksud seperti itu," kata Kathleen. "Kau kan mesti marah bila ada seseorang merusak barang-barang buatanmu. Kau pasti marah kalau seseorang memfitnahmu. Kau pasti mengamuk!"

Julian tidak senang bila pendapatnya dibantah. Dikibaskannya rambutnya yang panjang, dikerutkannya hidungnya seperti biasa dilakukannya bila ia gusar. Saat itu ia sedang membuat sebuah perahu dengan sepotong kayu kecil. Bagaikan sulap saja benda itu muncul di tangannya.

"Aku tak peduli ada anak yang memfitnah aku," kata Julian. "Aku tak peduli tentang apa pun, asalkan aku bisa melakukan apa saja yang kusukai."

"Kau memang lucu, dan aneh," kata Jenny. "Kalau tidak jadi anak yang paling bodoh, kau pasti jadi anak yang paling pandai - cuma hal ini jarang sekali. Tak pernah kau setengah-setengah."

"Pernahkah ia benar-benar jadi yang terpandai?" tanya Joan yang kini tidak sekelas dengan mereka itu, jadi tak tahu apa yang terjadi di kelas Nona Ranger.

"Kami sedang berhitung mencongak, di luar kepala," Jenny berceritera, "dan di pelajaran matematika ini biasanya Julian tak pernah memberi jawaban yang benar. Tetapi entah kenapa, mungkin sedang ingin pamer, kukira, ia menjawab semua soal dengan cepat dan tepat. Begitu Nona Ranger selesai mengucapkan soalnya, langsung Julian menjawab. Dan benar! Yang lain tak dapat kesempatan!"

"Ya... dan Nona Ranger jadi sangat heran," kata Belinda. "Beliau lalu membuat soal-soal yang makin lama makin sulit. Soal-soal yang biasanya baru bisa kita selesaikan di luar kepala setelah berpikir dua tiga menit. Tetapi Julian masih juga bisa menjawab dengan cepat. Sungguh lucu waktu itu."

"Tetapi justru karena itulah Nona Ranger marah besar padanya di mata pelajaran matematika berikutnya," kata Kathleen. "Ia sama sekali tak bisa menjawab satu soal pun!"

Julian menyeringai. Ia memang anak luar biasa. Semua anak menyukainya. Ada-ada saja yang dibuatnya. Semua meminta padanya untuk menirukan suatu suara di mata pelajaran Nona Ranger. Tetapi Julian menolak.

"Noja Ranger sudah bersiap-siap untuk itu," katanya. "Aku tahu itu. Sungguh tak menyenangkan untuk berbuat sesuatu bila orang segera tahu bahwa yang berbuat itu aku. Sebaliknya bila orang sama sekali tak tahu ... nah, itu baru lucu. Seperti waktu pelajaran Mam'zelle dulu itu. Tunggu dululah. Suatu hari aku akan berbuat sesuatu untuk Nona Ranger. Setiap ulahku harus tepat dengan siapa orang yang jadi sasaran."

Elizabeth juga mengharap kedatangan Rapat Besar pertama itu. Ia ingin sekali berjalan menuju meja juri, kemudian duduk di meja itu bersama para Pengawas lainnya, di hadapan seluruh isi sekolah. Bukannya ia sombong, melainkan ia sangat bangga. Dan itu wajar.

SI BADUNG JADI PENGAWAS (THE NAUGHTIEST GIRL IS A MONITOR) 1945 By Enid BlytonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang