9. Kejutan untuk Elizabeth

199 11 0
                                    

MUDAH saja memberi tanda pada sekeping mata uang untuk mengenalinya lagi bila muncul kembali. Tetapi memerlukan suatu perencanaan lagi untuk bisa menemukan keping mata uang tersebut! Tak habis-habisnya Elizabeth berpikir bagaimana ia bisa melakukan itu.
Sehabis minum teh hari itu, hujan masih turun. Anak-anak berkumpul di ruang bermain masing-masing kelas. Sebuah ruangan ceria dengan jendela lebar, perapian besar, gramopon, radio dan laci-laci tempat anak-anak bisa menyimpan barang-barang mereka.
Sore itu meriah suasananya. Radio berbunyi keras. Gramopon berbunyi keras. Berulang kali ada anak yang ingin membaca terpaksa mengecilkan atau mematikan kedua benda tersebut, tetapi tak lama seseorang akan menghidupkannya kembali. Akhirnya dibiarkan saja keduanya saling bersuara keras.
"Hei, mari kita membuat suatu permainan," seseorang berseru. "Di sini ada lomba pacu kuda. Ayo, siapa ikut! Ada dua belas ekor kuda yang berlomba!"
"Ayo! Aku ikut!" semua berseru gembira, memperhatikan Ruth membuka tempat pacu kudanya. Besar sekali, sehingga menutupi seluas meja, kemudian perlombaan pun mulai.
Sungguh menyenangkan bermain bersama-sama seperti ini. Ramai sekali kuda-kuda saling mengejar di papan perlombaan yang luas itu.
"Sial!" seru Harry. "Kudaku masuk selokan. Aku harus mundur enam langkah. Satu - dua - tiga - empat - lima - enam!"
Makin seru permainan itu dan akhirnya Belinda menang, memperoleh hadiah sebatang coklat. Kemudia Kathleen mengeluarkan permainannya, permainan gasing. Ada banyak sekali gasing kecil, berwarna-warni. Bisa berputar dengan  sangat Indah, sambil mengeluarkan bunyi merdu. Anak-anak itu beradu memutarkan gasing, adu lama berputar.
Melihat gasing-gasing itu berputar, Elizabeth mendapat ilham. Ia mengetuk meja dan berkata,
"Sekarang kita adu lama memutar uang! Siapa yang akan menang?"
Anak-anak itu langsung mengambil uang dari saku masing-masing. Ada yang mengeluarkan uang penny. Ada yang setengah penny. Ada yang setengah shilling. Dan satu dua di antara mereka mengeluarkan uang satu shilling.
Sampai saat ini Julian menjadi juara dalam pemutaran gasing. Gasingnya bisa berlompat-lompatan di atas meja dengan cara yang amat aneh. Kini ia akan menunjukkan bahwa dalam memutar uang ia juga juara.
"Lihat, uang penny-ku meloncat-loncat," serunya. Dengan tangkas ia memutarkan uang tersebut di muka meja yang licin. Uang tadi berloncatan, kemudian berputar cepat sekali. Tak ada yang bisa menirukan gaya bermain Julian ini.
"Sekarang, lihat aku memutar uang shilling di atas gelas," kata Julian. "Tolong ambilkan gelas... Suaranya aneh nanti."
Sebuah gelas segera muncul. Semua memperhatikan. Mata hijaunya bersinar-sinar merasakan begitu banyak pandangan kagum ditujukan padanya. Gelas tadi diletakkan terbalik. Dan julian memutar uangnya pada alas gelas. Terdengar sebuah suara lucu!
"Seperti suara nyanyian," kata Ruth. "Biarkan aku mencoba, Julian."
Uang shilling itu jatuh. Ruth mengambilnya, mencoba memutarnya seperti Julian tadi. Tapi uang tersebut langsung jatuh dari gelas, menggelinding di atas permukaan meja dan jatuh di dekat Elizabeth. Elizabeth mengambilnya.
Sekeping uang shilling yang sangat baru. Elizabeth memperhatikannya. Aneh. Ada uang shilling yang baru lagi. Dan saat diperhatikannya lagi --- Elizabeth sangat terkejut.
Dilihatnya tanda silang yang pernah dibuatnya. Kecil dan hitam. Tak salah lagi. Seketika ia merasa kecewa. Ini uangnya. Uang yang dahulu ditunjukkannya pada semua temannya. Yang kemudian ditaruhnya di mejanya. Dan kemudian hilang.
"Ayolah, Elizabeth --- berikan uangnya!" kata Ruth tak sabar. "Seperti belum pernah melihat uang shilling saja, kalau dilihat caramu melihat uang itu!"
Elizabeth melemparkan uang tersebut kepada Ruth. Tangannya gemetar. Julian! Julian sahabatnya yang kini memiliki uangnya. Tetapi Julian sahabatnya. Tak mungkin ia yang mengambil --- tetapi uang tadi betul berada di tangannya, tadi ia mengambilnya dari sakunya! Sedih sekali Elizabeth memperhatikan Julian yang sedang memperhatikan Ruth dengan rambut terjurai di dahinya seperti biasanya.
Rosemary telah memperhatikan wajah Elizabeth. Ia melihat Elizabeth memperhatikan keping mata uang itu. Ia tahu pastilah itu keping yang telah diberi tanda. Dan dengan heran ia pun memperhatikan Julian.
Elizabeth tidak ingin langsung menanyai Julian. Dengan tidak sabar ia menunggu kesempatan agar ia bisa berbicara berdua saja dengannya. Ia menunggu terus malam itu, sambil terus memikirkan apa yang akan dilakukannya.
"Tentu saja, seperti kata Julian ia bisa saja melakukan apa pun yang disukainya," pikir Elizabeth. "Ia sama sekali tak peduli tentang apa pun dan siapa pun. Tetapi aku toh sahabatnya. Semestinya ia peduli akan apa yang dilakukannya padaku. Kalau saja ia memintanya, pasti akan kuberikan. Bagaimana ia bisa berlaku seperti itu?"
Tepat sebelum waktu tidur, saat yang ditunggunya itu tiba. Julian sedang dalam perjalanan dari perpustakaan, dan Elizabeth bertemu dengannya di gang.
"Julian," tanya Elizabeth, "dari mana kauperoleh uang shilling yang baru dan mengkilap itu?"
"Dari kotak uang sekolah, minggu lalu," kata Julian langsung. "Kenapa?"
"Kau yakin?" tanya Elizabeth. "Oh, Julian, apakah kau benar-benar yakin tentang itu?"
"Tentu saja, tolol, dari mana lagi aku bisa memperoleh uang?" tanya Julian heran. "Mengapa kau tampak gelisah? Ada yang tidak beres dengan uangku itu?"
Elizabeth hampir saja berkata bahwa uang itu sebenarnya uangnya. Tetapi tidak. Ia tak boleh mengatakan hal itu langsung. Itu sama saja dengan menuduh Julian mengambilnya. Ia sahabatnya. Tak boleh ia menuduh Julian dengan tuduhan begitu keji. Ia tak boleh memikirkan kemungkinan itu.
"Tak apa-apa," katanya kemudian, merasakan betapa anehnya si Julian ini.
"Baiklah kalau begitu, jangan bersikap aneh begitu," kata Julian tak sabar. "Uang itu uangku. Kudapat dari kotak uang sekolah. Begitulah."
Dengan setengah gusar Julian meninggalkan Elizabeth. Agak lama Elizabeth termenung. Pikirannya kacau. Dari seluruh temannya sekelas, satu-satunya yang tak bisa dicurigainya adalah Julian. Tetapi ternyata kini Julian yang berbuat!
Elizabeth menyelinap masuk ke ruang musik, dan langsung memainkan sebuah lagu sedih pada piano. Richard yang kebetulan lewat menjenguk ke dalam dengan penuh keheranan.
"Ya ampun, Elizabeth! Mengapa kaumainkan lagu seperti itu?" tanya Richard. "Siapa pun yang mendengar akan mengira kau 'kehilangan satu shilling dan menemukan enam pence.' "
Peribahasa kuno itu separuh benar, dan Elizabeth tak terasa tertawa. "Yah... aku telah kehilangan satu shilling, tetapi belum menemukan yang enam pence," katanya.
"Masya Allah! Masakan perkara uang satu shilling saja membuatmu sedemikian sedih? Belum pernah kudengar lagu semurung itu tadi. Gembiralah!" kata Richard.
"Dengarkan, Richard. Kau tahu, pasti aku tidak setolol itu, bersedih hati hanya karena kehilangan satu shilling," kata Elizabeth. "Ada hal lain yang membuatku sedih."
"Katakan padaku," kata Richard. "Kau tahu aku takkan mengatakannya pada orang lain."
Ini benar. Elizabeth memandang Richard berpikir bahwa mungkin Richard bisa membantunya.
"Begini. Misalnya kau punya seorang sahabat akrab. Misalnya sahabatmu itu berbuat sesuatu yang amat buruk padamu. Apa yang akan kau lakukan?" tanya Elizabeth.
Richard tertawa. "Kalau dia memang sahabatku, aku tak percaya dia bisa berlaku begitu buruk. Mungkin terjadi suatu salah paham."
"Oh, Richard, kau benar!" kata Elizabeth.
"Mestinya aku juga tak mempercayainya!"
Ia mulai memainkan piano lagi. Kini dengan lagu yang ceria. Richard menyeringai dan meninggalkan Elizabeth. Kini ia telah terbiasa dengan perangai gadis cilik itu. Dengan kesulitan yang selalu saja dihadapinya.
"Richard benar," pikir Elizabeth. "Aku tak boleh percaya begitu saja. Mungkin uangku jatuh ke tangan Julian entah dengan cara bagaimana. Aku harus menyusun siasat lagi untuk mencari pencuri yang sebenarnya."
Maka ia tak mengubah sikapnya terhadap Julian, masih tetap bersahabat. Ini membuat bingung Rosemary yang tahu akan apa yang telah terjadi. Ia menyatakan keheranannya pada Elizabeth.
"Tetapi tak mungkin Julian yang berbuat," kata Elizabeth, "pasti anak lain. Ia memperoleh uang shilling itu dari kotak uang sekolah. Ia merasa yakin tentang itu. Pasti ada kekeliruan."
Hari berikutnya Rosemary datang pada Elizabeth lagi. "Dengar," katanya, "tahu tidak apa yang terjadi? Arabella kehilangan uangnya! Bagaimana pendapatmu? Si pencuri turun tangan lagi?"
"Ya ampun! Padahal aku berharap takkan terjadi pencurian lagi," kata Elizabeth.! Arabella kehilangan berapa?"
"Enam pence," kata Rosemary. "Tadinya ditaruh di saku jas hujannya. Sewaktu akan diambilnya, sudah tidak ada! Dan, Elizabeth, Belinda juga kehilangan permen coklat yang ditaruhnya di meja. Aneh, bukan?"
"Ya, aneh, dan keterlaluan," kata Elizabeth.
"Aku harus segera mengetahui siapa pencuri itu, untuk diseret ke Rapat Besar!"
Kali berikutnya, yang hilang adalah beberapa permen dari laci Elizabeth. Ia membuka laci untuk mengambil permen, dan ternyata permen itu tak ada lagi!
"Sial!" kata Elizabeth, marah dan terguncang hatinya. "Makin buruk saja ini keadaannya! Siapa gerangan yang mengambil permenku, ya?"
Ia segera tahu. Di dalam kelas sore itu, Julian terlihat menahan diri untuk tidak bersin. Cepat cepat ia menarik sapu tangan dari sakunya. Sesuatu ikut terjatuh. Sebutir permen.
"Salah satu permenku!" pikir Elizabeth dengan marah. "Kurang ajar! Ia telah mengambil permenku! Jadi pasti ia juga yang mengambil uangku itu. Dan ia menyebut dirinya sahabatku!"

SI BADUNG JADI PENGAWAS (THE NAUGHTIEST GIRL IS A MONITOR) 1945 By Enid BlytonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang