LIMA

1.9K 184 12
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Workshop milik Jaris kedatangan beberapa alat baru hari ini.

Beberapa hari sebelum kepergian Giri, Jaris menandatangani form persetujuan pembelian barang. Jumlahnya tak banyak, dan dari supplier rekanan juga. Namun sudah jadi kebiasaan Jaris untuk memeriksa langsung barang-barang baru di workshop-nya ini.

Jaris tipikal yang bersedia repot dengan segala urusan kerja jika itu memang bisa berakibat pada hasil yang baik. Ketika banyak owner di luar sana menyerahkan seluruhnya kepada para staff atau orang kepercayaan. Jaris bahkan rela ikut menggosok potongan-potongan kayu untuk mendapatkan kualitas produk yang sesuai keinginannya.

"Alat yang ini kan masih bagus semua, Pak. Kok pesan yang baru?" tanya salah seorang karyawannya ketika Jaris melihat-lihat mesin pengampelas dan alat potong yang baru datang.

"Saya memang mau tambah alat sih, biar produksinya lebih cepat."

Karyawan itu manggut-manggut paham. "Mau nambah produksi ya, Pak? Atau mau buat produk baru?"

Jaris menoleh ke arah karyawannya itu. Semua yang disebutkan tidak ada dalam agenda di kepalanya. Ia tidak berniat menambah produksi, atau membuat produk baru. Ia tidak sedang merancang sesuatu juga. Dan belum ada rencana apapun soal workshopnya.

"Kalau mau buat produk baru, produk apa yang cocok ya?" Ia bertanya akhirnya.

"Souvenir atau mainan anak gitu Pak. Alat peraga sekolah juga bisa."

Giliran Jaris yang manggut-manggut kali ini. Ia tak berpikir ke arah sana sama sekali. Padahal istrinya membantu mengelola sekolah milik rekanan. Untuk menambah pendapatan workshop, bisa saja Jaris melebarkan usahanya dengan menjadi penyedia di bidang itu. Namun tampaknya, Jaris belum tertarik.

Alat-alat itu masih dalam pandangan mata Jaris ketika ponsel di saku celananya bergetar. Jaris memeriksa panggilan telepon tersebut. Biasanya, Desna yang menghubunginya setiap kali ia berangkat ke workshop pagi-pagi. Terkadang alasannya sangat sepele, hanya untuk bertanya apakah Jaris sudah sampai, atau apakah sudah membeli sarapan?

Namun kali ini yang menelepon bukanlah Desna.

Jaris menerima panggilan tersebut dengan sigap. Kalau-kalau si penelepon tengah membutuhkan bantuannya saat ini.

"Iya, Ni?" sapa Jaris pada si penelepon.

"Mas Jaris, kalau sempat aku minta tolong hari ini."

"Kenapa Ni?"

Agni berhenti sejenak sebelum ia melanjutkan. "Mobil jeepnya... Tolong dibawa aja ya Mas."

"Oohhh..." Jaris ikut terdiam selama beberapa saat. Di kepalanya, melintas beberapa pertanyaan tentang permintaan Agni itu.

Jeep hitam itu Giri beli hasil patungannya dengan Jaris. Giri memang sudah lama mengidam-idamkan untuk memiliki sebuah jeep. Ia menyukai kendaraan-kendaraan besar, sedangkan Jaris lebih suka mobil-mobil antik berukuran mini semacam Mini Morris atau Mini Cooper. Namun impian untuk memiliki kendaraan bersama sejak semasa kuliah dulu membuat mereka memutuskan untk membeli jeep yang dirasa lebih kokoh untuk bepergian jarak jauh atau melakukan kegiatan outdoor.

My Best Friend's Will (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang