(5) Memperbaiki Hubungan

7.6K 846 10
                                    

"Ayo ketok pintunya."

"Gak mau!"

"Mau lo yang ketok atau gue?"

"Jangan ih!"

"Yaudah sekarang ketok pintunya."

Dengan berat hati akhirnya aku mengalah dari sebuah argumen yang gak akan pernah aku menangkan sama Gio. Oh kalau kalian bingung, sekarang aku dan Gio udah didepan kamar Kak Rayhan. Pelan-pelan aku mengetuk pintu kamar Kakak-ku, kamar yang sudah lama sekali aku jauhi.

"Siapa?" aku bisa mendengar suara serak Kak Rayhan didalam.

"Uhm ... Anggi Kak."

Aku mendengar suara telapak kaki Kak Rayhan sedang berjalan ke arah pintu. Aku mendengar suara Kak Rayhan menghembuskan nafas dengan berat sebelum akhirnya pintu kamarnya terbuka.

Disitu aku melihat Kakak-ku yang sudah sangat lama gak aku lihat padahal kami tinggal disatu rumah. Kak Rayhan masiu sama seperti dulu. Bedanya, rambutnya udah gondrong dan kantung mata Kak Rayhan semakin besar dan menghitam.

"Ada apa?"

Gio berdeham membuat Kak Rayhan menoleh kearahnya. "Gue permiso dulu ya, Adek lo mau ngomong." dengan polosnya Rayhan tersenyum kearahku.

Cowok itu, duh!

"Jadi, mau ngomong apa? Tumben banget lo ngetuk pintu kamar gue." kata Kak Rayhan.

Aku mengusap-ngusap tengkuk-ku yang gak gatal sama sekali. "Kangen Kak. Lo udah gak pernah ada buat gue, lo tau gak betapa susahnya gue melewati hari-hari gue yang berat tanpa siapapun?!" tanpa sadar, aku berteriak.

"Sori. Gue memang bukan Kakak yang baik buat lo."

"Gue butuh lo, Kak! Lo ngerti gak sih?!" mataku sudah terasa panas dan bulir-bulir air mata tanpa sadar menetes di pipiku.

Kak Rayhan memelukku dan menciumi puncak kepalaku. "Sori, Dek. Gue akan coba buat jadi Kakak yang baik buat lo, gue akan coba ...."

"Gue gak mau lo jadi Kakak yang baik, gue cuma mau lo selalu ada buat gue, Kak. Hidup gue ancur tanpa siapapun." aku memeluk Kak Rayhan lebih erat.

***

"Gi ... makasih ya." aku bergumam ketika aku dan Gio sedang berada di taman belakang rumahku.

Gio menoleh dan tersenyum lalu berkata, "Gue akan selalu perduli Nggi sama lo. Karna apa? Agak lebay sedikit sih ya ngomongnya, gue gak mau kehilangan lo aja sih."

"Apasih Gio!"

Cowok itu tertawa lalu merangkulku. "Gak tahu sih lo sadar apa enggak, tapi gue sayang banget sama lo, Nggi. Gue tau lho tentang lo yang selalu makan siang di lapangan kalo gue ada jadwal latihan ekskul, gue juga tahu lo selalu makan di perpustakaan kalo gue gak ada jadwal."

"Apasih!" aku yakin sekarang mukaku sudah semerah kepiting rebus. Ya ampun Gio ini!

"Besok sekolah ya, Nggi. Gue akan jagain lo besok. Dan oh, besok gue jemput. Sekarang udah malem, gue pulang ya, good night." Gio memelukku dan mencium pipiku lalu pulang.

"Good--"

Tunggu.

Giovani Wijaya. Memeluk dan mencium pipiku. Is this for real?!

Ketika sadar, aku berlari ke kamarku dan menutup pintu. Oh ya ampun, aku gak bisa berhenti senyum! Tapi gimana kalau ini cuma mimpi ...?

"Aw!" aku menampar pipiku sendiri. Sakit. Berarti bukan mimpi!

Hayalanku buyar ketika ada suara ketukan pintu.

"Ya?"

"Ini gue, buka dong, Dek."

Aku mebukakan pintu untuk Kak Rayhan. Dan disitulah Kakak-ku berdiri dengan sekotak pizza dan dua botol pepsi.

"Movie night?" Kak Rayhan tersenyum dan berjalan masuk ke kamarku.

Biasanya, seminggu sekali(dulu) aku dan Kak Rayhan selalu mengadakan movie night kalau kami sedang gak sibuk sama pr dari guru. Tapi kegiatan itu berhenti saat aku memasuki SMA dan Kak Rayhan mulai mabuk-mabukan. Mulai saat itu juga aku dibully dan menjadi cewek paling gak terlihat.

Tanpa sadar, aku meneteskan air mata dan memeluk Kak Rayhan.

"Makasih, Kak."

Miss InvisibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang