Semua berakhir saat Ana sakit. Saat aku sadar dengan siapa sebenarnya aku menarik hati dan dengan siapa aku berlaku egois. Waktu itu aku menemaninya makan bubur di rumah sakit, saat itu aku membawakan sebuah lagu yang kuciptakan sendiri. Ana tampak sangat bahagia. Sampai-sampai dia lupa bahwa itu waktunya dia minum obat. Bahkan aku mengajaknya jalan-jalan di taman dan kami bicara banyak sampai lupa kalau Ana harus istirahat.
Malamnya aku mengantar Ana pergi tidur dan pamit pulang. Tubuhku yang lelah membuatku tak fokus dan menabrak seorang pengendara motor dari arah berlawanan. Aku tak begitu mengenal siapa orang itu tapi yang jelas, dia seorang wanita. Bajunya putih sama seperti seragam cleaning service di rumah sakit di mana Ana dirawat. Waktu itu aku juga tak sadarkan diri. Aku ingin minta maaf tapi saat aku pulih wanita itu masih tak sadarkan diri. Aku tak bisa mengontaknya karena keluarganya sudah meminta ganti rugi dan tak mau memperpanjang urusan denganku.
Aku hidup dalam rasa bersalah sekaligus penasaran. Ana meninggal dua hari setelah aku kecelakaan. Jadi waktu makan bubur itu adalah terakhir kalinya aku makan bersamanya. Dan aku belum sempat berterima kasih dan minta maaf atas semua kesalahanku. Berhari-hari aku bergelut dengan rasa bersalah dan penasaran. Sampai kepalaku sakit dan hidupku berantakan. Beruntung, aku punya keluarga dan teman-teman yang sangat baik dan selalu mendukungku.
Pergi dari kenyatan membuatku tersadar bahwa semua itu hanya akan membuatku lebih menyedihkan. Aku tau aku akan berakhir sendiri. Seberapapun diriku berusaha mengelak dan menolak takdir, semua itu tetap terjadi dan tidak memihak padaku sama sekali. Lalu aku harus bagaimana? Aku kesal pada diriku sendiri dan aku membenci apa yang disebut rasa peduli. Apa aku harus mengakui sekarang aku mulai bisa melupakan Ana?
"Kau di mana?!!"
"Di bengkel dekat kedaimu"
Aku berlari sekuat tenaga karena saat itu aku baru saja menyelesaikan administrasi kuliahku. Aku bisa bayar uang semesternya lagi. Dan itu berarti aku bisa belajar seperti dulu. Setelah sampai di bengkel dekat kedai, aku melihat Eunha duduk dengan wajah yang begitu santai. Perban membalut kedua lutut dan keningnya. Ana sakit. Aku rasa dia koma. Badanku langsung lemas seketika. Kuhampiri Eunha dengan tenaga yang sudah terkuras habis.
"Apa yang terjadi?"
"Aku jatuh di jalan"
"Kok bisa?"
"Ana mogok di tengah-tengah jalan dan seseorang menabrakku dari belakang"
"Ana mogok?"
"Iya, dua kali dia mogok hari ini..dan.."
"Gwencana?"
Eunha diam menatapku. Mungkin dia bingung. Aku juga tidak tau kenapa aku mengucapkan kata itu. Bukankah seharusnya aku ngomel habis-habisan karena telah merusak Ana?
"E..em..t...tidak papa kok"
"Aku akan bayar semua biaya perbaikannya"
Hah, dia berkata seolah dia punya uang banyak. Aku tau dia pun juga kesulitan memikirkan dirinya sendiri. Dua jam kami menunggu di bengkel tanpa melakukan apapun. Eunha tertidur sepertinya dia lelah. Aku jadi tak tega dengannya. Entah kenapa. Aku mulai benci situasi seperti ini."Tuan sepedanya sudah jadi"
"Berapa?"Tukang bengkel itu menunjukkan notanya dan aku bersyukur karena di dompetku masih ada uang yang jumlahnya pas dengan yang ada di nota. Aku segera membayar dan membangunkan Eunha.
"Ya! Eunha-shii bangun"
Aku menggoyang-goyang pundaknya sedikit sampai dia membuka mata."Pulanglah"
Eunha mengucek mata dan melemaskan otot-otot badannya. Dia mengikutiku berjalan menuntun Ana keluar dari bengkel. Tanpa disuruh dia paham jika aku akan mengantarnya pulang. Di perjalanan aku tak bisa berkata banyak. Pikiranku melayang-layang memikirkan banyak hal.
"Jung Kok-shii maaf.."
"Kenapa?"
"Aku selalu membuat masalah..aku selalu melukai Ana.."
"Gwencana"
"Aku janji....hal ini tak akan terjadi lagi"
"Mianhae"
"Hem?....apa aku tak salah dengar?""Ani..mianhae"
"Wae?"
"Karena memberikan barang tak sehat pada customer"
"Aa...."Aku sepertinya mulai paham jika aku terlalu menganggap Ana sempurna. Aku memandang Ana motorku seperti Jung Ha Na yang begitu sempurna. Baik hati, pintar, cantik, dan juga kaya. Aku ingin menertawakan diriku sendiri saat aku ingat betapa egoisnya aku dulu saat jadi pacarnya. Sampai-sampai aku tak tahu jika dia sakit parah.
"Hah..pabboya"
Eunha turun dari motor dan memberikan helmnya padaku. Aku kaget kenapa dia berikan helmnya.
"Bawalah Ana pulang"
"Mo?""Sepertinya kau rindu gadis itu"
"A..aniyeo"
"Suga-shii sepertinya aku ingat kau ini siapa"
"Hem?""Kau...kau pengunjung rumah sakit yang menyanyi keras itu"
"Mo?""Kau yang menabrakku.."
Aku terperanjat. Helm yang diberikan Eunha jatuh begitu saja dari tanganku. Aku tak bisa menahan rasa terkejutku. Aku malu bercampur penasaran. Eunha lalu memberikan sesuatu kepadaku.
"Ini...adalah surat yang ditulis Ana saat dia dirumah sakit. Aku cukup kenal dengannya walaupun aku awalnya tak begitu peduli dengan pasien rumah sakit yang bernama Jung Ha Na..karena aku hanya cleaning service di sana. Dia selalu menyapaku dan akhirnya kami jadi teman. Jangan terlalu merasa bersalah dan jangan menyalahkan diri sendiri. Ana bilang kau itu kurang bersyukur karena selalu mengeluh lagumu kurang bagus. Padahal saat aku dengar, lagumu itu bagus..."
Aku tak pernah sadar jika Eunha adalah wanita berbaju cleaning service itu. Aku juga tak pernah peduli dengan celaning service yang sering berlalu-lalang di bangsal tempat Ana dirawat. Aku benar-benar tak peduli siapapun selain Ana saat itu. Bahkan aku tak peduli jika suaraku mengganggu pasien lain. Aku merasa sangat lemah. Aku tidak tau apa-apa. Ana sakitpun aku tak tau. Sekarang Ana sakitpun aku tak tau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Driving Me Crazy | Story of Suga
Romance~Gadis miskin yang bertemu pemuda miskin. Baiklah. Itu bagus~