3. Girl in Class

14 1 0
                                    

Meletakkan bulpoin di sisi meja, aku mendesah lega. Mencoba merilekskan leherku yang terasa kaku, tatapanku mendarat pada jam yang melingkar di pergelangan. Heh, aku baru sadar bel pulang sudah lewat hampir tiga puluh menit.

Mengerti isyarat ketua kelas di depan sana, dengan malas aku bangkit dari duduk dan cepat meletakan buku tugas di meja guru. Jika bukan karena tugas yang wajib dikumpulkan ini, aku pasti sudah ada di rumah sekarang.

Meraih tas diatas meja, dengan asal kujejalkan bulpoin ke dalam tas. Sedikit kesal karena tanganku kini terasa kebas, terlalu banyak yang harus ditulis untuk tugas, padahal aku pribadi bukan tipe orang yang suka menulis. Yah, jangan hilangkan fakta bahwa aku menyukai teori

Kulihat Jae Yon sedang sibuk dengan ponselnya, bersandar di ambang pintu, jelas sekali sedang menungguku karena kini hanya ada aku di kelas. Memukul pelan bahunya, Jae Yon mengenyahkan ponselnya ke dalam tas dan kami berjalan beriringan di koridor.

"Jong Han-ie, kau ada waktu?"

Aku melirik sekilas pada Jae Yon, lantas mendaratkan tatapan pada jam tangan, sedikit mengerutkan dahi. Kucoba mengingat apakah aku membuat jadwal kegiatan untuk hari ini atau tidak, dan ternyata memang aku tak punya rencana kegiatan apapun. Disambangi pening di pagi hari sudah menjadi alasan paling masuk akal mengenai nihilnya rencana kegiatanku, mungkin memang sudah seharusnya kugunakan sisa hari untuk istirahat saja.

"Aku punya banyak waktu luang sebelum esok datang,"ujarku sebagai jawaban atas pertanyaannya.

"Heh?"

"Mengapa?"

"Tidak tidak. Bagaimana jika kau menemaniku ke toko buku?" Jae Yon mengajukan penawaran dalam nada yang semangat, khas Jae Yon sekali.

"Untuk apa?" Dua kata bernada tanya keluar begitu saja dari bibirku, kentara sekali kalau itu adalah refleks. Jae Yon menoleh dengan kedua alis terangkat tinggi, sangar mengangkat tangannya yang kuyakin berkedut gemas-

Bletak!

-dan dengan sukses mendarat di kepalaku. Aku mendelik, tak sungkan melayangkan protes kepadanya yang sedang menggelengkan kepala dengan dramatis.

"Kau yakin kau baik-baik saja?"

Aku mengrejap bingung, lantas terkekeh dengan cara yang aneh dan mengalihkan tatapan menuju sisi kiri, Jae Yon menyadari sesuatu? Memperbaiki raut wajah, ada denyutan aneh yang muncul di kepalaku begitu saja, ajaib sekali

"Apa yang kau bicarakan? Aku baik-baik saja, Jae Yon-ie."

Menjawab singkat, aku meninggalkannya untuk menuruni tangga. Jae Yon terdengar menghela nafas di belakang sana, aku angkat bahu. Menurutku tak ada yang perlu dijelaskan padanya, mungkin hanya kebetulan saja aku terlihat kelelahan.

"Jadi, kau mau apa ke toko buku?"tanyaku. Jae Yon telah menyusulku, kami berjalan beriringan di lantai satu ini. Atas dasar sengaja aku mengalihkan topik pembicaraan, jalur teraman saat ini.

"Tck! Dasar bodoh! Kau itu kurang tidur atau terbentur sesuatu? Kenapa kepintaranmu turun drastis sih?"

Perhatian Jae Yon teralih, itu bagus karena aku tak ingin mendongeng padanya perihal aku yang masuk kesiangan. Tapi, sayangnya ia mencibir. Menahan keinginan untuk balik mencibir, aku menoleh padanya dengan sebelah alis terangkat tinggi, lantas mendengus.

"Ingatlah, kau bahkan tak lebih pintar dariku, Jae Yon-ie,"balasku tak mau kalah, menahan godaan untuk mengangkat dagu karena bangga.

"Dan yang kutau itu orang bodoh disampingku ini lebih pelupa dariku."

Nah, inilah yang dinamakan headshoot. Pelupa adalah salah satu hal yang tak bisa kuelakkan. Kecenderunganku yang hobi menimpa pikiranku dengan banyak hal membuatku mudah sekali melupakan sesuatu. Termasuk hal hal sepele. Dan Jae Yon suka sekali menertawakanku jika kebiasaan pelupaku sedang kambuh.

Nae YulyeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang