Tanpa mengurangi rasa hormat, aku sangat senang jika kalian berkenan mampir dan memberi saran untuk kami. Selamat datang di dunia kami!
-
Kepakan sayap burung menyadarkanku yang semula membeku, aku terpaku, tanpa sadar menelan bongkahan es batu yang masih bisa dibilang besar. Panik karena merasa tercekik dalam sensasi dingin, tanganku meraih segelas jus dan segera menenggaknya.
Ini gila, aku bisa saja mati.
Sambil mendesah lega dan bersandar di sisi jendela dapur, aku menatap masam gelas yang kupegang, kini hanya menyisakan sedikit sekali hasil gilingan alpukat. Rencanaku untuk menyimpan satu gelas jus di kulkas harus batal karena justru jusnya sudah bercampur dengan cairan lambungku.
Hah, seseorang pasti akan memanggilku si rakus lagi malam ini.
Bersikap masa bodo dengan apa yang akan terjadi nanti malam, aku meninggalkan dapur menuju kamar, enggan bila harus berkutat dengan blender untuk membuat jus lagi. Moodku terbang seperti burung karena tersedak es batu, benar-benar menyebalkan dan menggelikan.
Paper bag yang tergeletak pasrah di meja belajar harus terima berpindah tempat dan tubuhnya dibuka, aku mengambil sesuatu berbungkus plastik dari sana. Moodku untuk membuat minuman favorit memang terbang jauh, tapi tidak dengan yang satu ini.
Hembusan angin adalah hal pertama yang menyambutku begitu pintu balkon terbuka, lalu disusul melodi khas si lonceng angin yang tergantung di bawah kanopi. Anak rambutku mengeliat karena ulah sang angin, harus berjuang mempertahankan diri dari sensasi terombang ambing. Aku tersenyum, melangkah menuju balkon sambil menikmati keharmonisan angin dan lonceng angin.
Ting... Ting...
Bahuku bertemu dengan pintu kanan balkon yang tertutup kala diriku mendudukkan diri, memejamkan mata dalam perasaan tenang. Jemariku menelusuri bungkus plastik, mencari sisi yang tepat untuk di sobek, mataku terbuka sementara jemariku bersiap mengenyahkan plastik yang membalut.
Tekstur timbul yang cukup lunak terasa oleh jemari, adalah sebuah novel yang kini bersentuhan langsung dengan telapak tangan. Di atas pangkuan, aku membalik posisi buku, bertemu dengan warna Cream yang mendominasi dan dihias oleh beberapa titik abu-abu di sekitarnya
Bagian sinopsis tertangkap di mata setelah puas memanjakan jari dengan tekstur timbul pada permukaan buku, sudah jelas ini adalah bagian belakang buku. Aku membatin setelah selesai membacanya, pilihan Jae Yon ternyata tak seburuk yang kukira. Bukan sesuatu yang istimewa, hanya sebuah novel yang memiliki daya magis hingga sukses membuatku tertarik oleh judulnya, Wind Chimes.
Ting... Ting...
Aku mendongak, tak lama terkekeh pelan. Kau tahu apa yang ku pikirkan, eh, lonceng angin? Menggeleng seraya mendengus geli, kuenyahkan pikiran semacam itu. Benda mati tak mungkin bisa mengerti pikiran manusia, berhentilah berimajinasi aneh wahai diriku.
Aku menghela nafas, kembali terpaku pada novel di tangan. Mulai sibuk menyelami halaman per halaman novel dengan tenang, sengaja mengacuhkan sang angin yang giat sekali membuat rambutku berantakan.
Duk!
Aku mengaduh, langsung kehilangan fokus, novel jatuh begitu saja menuju pangkuan. Sebola kertas jatuh dan bergulir di atas novel, aku memiringkan kepala menatapnya selagi meletakkan pembatas pada halaman novel. Siapa gerangan yang berani melempar sebola kertas ini?
Aku melongokkan diri di pembatas balkon, mencari pelaku pelemparan atas sebola kertas di genggaman. Tak ada siapapun sepanjang mataku bergulir, daerah sekitar rumahku benar-benar terlihat sepi. Aku mengangkat bahu dengan perasaan menggantung, antara tak peduli juga bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nae Yulyeong
Horror-Ada saat dimana kita merasa segala hal yang kita alami itu hanya ilusi, meski semua itu nyata. Ada juga saat dimana diri kita menolak percaya akan sesuatu dan berlaku sebaliknya- Aku pernah mendengar kiasan tersebut, jauh sebelum aku paham akan ha...