Seven

12.8K 973 44
                                    

Sedari tadi keadaan didalam mobil hening. Baik Reon maupun Dimas tidak ada yang berbicara satu kata pun. Dimas sebenarnya sudah sangat ingin menyerocos banyak hal. Tapi disituasi seperti ini, Dimas jadi bingung mau bicara apa. Ia takut Reon tidak nyaman akan kehadirannya. Dan ia tidak mau hal itu terjadi. Ia ingin akrab dengan Reon. Hanya itu. Jadi ia harus memikirkan cara apa yang harus ia lakukan agar ia bisa dekat dengan saudara tirinya ini.

Reon sendiri lebih fokus menyetir. Menatap jalanan didepan sana tanpa mau melihat atau sekedar melirik Dimas yang ada disampingnya. Lagi pula apa yang harus ia bicarakan pada Dimas? Sejauh ini mereka tidak dekat. Jadi ala yang mau dibahas?

"Yon gue mau nanya sesuatu deh" ucap Dimas akhirnya setelah lam terdiam. Reon hanya meliriknya tanpa mau menjawab. Namun hal itu Dimas anggap sebagai jawaban.

"Lo.. Bakal ambil beasiswa itu apa enggak?"

Tatapan Reon yang semula biasa kini berubah tajam. Dan Dimas merutuki dirinya yang sepertinya salah memilih topik pembicaraan. Oke Dimas selamat atas kesialanmu.

"Kenapa lo mau tau soal beasiswa itu?" tanya Reon dingin dengan tatapan fokus kedepan.

"Ya gak papa sih cuma pengen tau aja. Gue jadi kepikiran sama mama, kayaknya mama pengen salah satu diantara kita tetap dirumah"

Reon tersenyum sinis mendengar ucapan Dimas. Secara tidak langsung berarti Dimas ingin Reon yang tidak mengambil beasiswa itu.

"Dan bukan gue yang bakal tetal tinggal dirumah. Lo boleh ambil apa aja yang gue punya tapi enggak dengan beasiswa itu. Sekalipun kalian mati gue bakal tetap ambil beasiswa itu"

"Tapi.."

"Turun!" ucap Reon dingin dengan tatapan tajam. Mobil yang mereka pakai kini berhenti tepat dipinggir jalan.

Dimas sendiri mati kutu. Ia tidak menyangka bahwa Reon akan setega ini padanya. Tapi ini salahnya juga sih.

"Gue bilang turun ya turun!!"

Akhirnya Dimas keluar dengan terburu-buru. Reon sungguh menakutkan jika sedang marah. Dan Dimas tak ingin kena amukan Reon lebih jauh lagi. Tanpa menunggu lagi Reon pun melajukan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Meninggalkan Dimas tepat dipinggir jalan seperti orang gila.

"REON KAMPRET, BEGO, GILA, TEGA YA LO NINGGALIN GUE YANG TAMPAN INI DISINI. GUE DOAIN JOMBLO LO SEUMUR HIDUP. ARGHH BEGO, BEGO" teriak Dimas yang mengundang perhatian beberapa orang yang kebetulan lewat.

"Apa lo liat-liat!!" sentak Dimas pada anak sd yang memandanginya heran. Bukannya lari anak itu malah menangis kencang. Hal itu membuat Dimas panik bukan main. Daripada digebukin, Dimas langsung kabur dengan berlari kencang.

"Awas lo Yon gue cincang entar" geram Dimas yang masih terus berlari. Hari pertama dengan Reon tidak berjalan lancar malah ia kena sial. Untung saudara, kalau tidak habis si Reon tenggelam di laut.

¤¤¤¤

Setelah lama berlari akhirnya Dimas sampai didepan gerbang. Nafas cowok itu tidak beraturan. Keringat sudah membanjiri wajah tampannya. Saat menyadari keadaan Dimas mendongak melihat gerbang yang tertutup rapat. Tampak dari sini Pak Nuro, satpam sekolah mereka tengah asyik menyeruput kopi di pos nya.

Dimas sungguh kesal. Ini semua karna Reon. Reon lah yang membuat dirinya telat. Walau sebenarnya ini rencanannya dari awal tapi tetal saja Reon tidak berperikesaudaraan.

"Pak, tolong bukain gerbang nya dong" pinta Dimas dengan wajah memelas.

Pandangan Pak Nuro yang semulanya fokus pada kopi kini beralih pada Dimas. Ekspresi terkejut tampak diwajah Pak Nuro saat melihat dirinya.

"Kamu kenapa ada diluar?" tanya Pak Nuro dengan alis terangkat sebelah.

"Saya telat lah pak, bapak kan loat sendiri saya berdiri diluar gerbang" balas Dimas panjang lebar. Namun Pak Nuro hanya mengangguk dan sontak membuat Dimas semakin kesal.

"Pak ayolah, saya kan telat juga baru kali ini"

"Ya justru karna baru kali ini jadi harus dihukun biar besok-besok kamu tidak mengulanginya lagi"

"Yahh bapak kok tega sih sama saya"

Pak Nuro hanya mengedikkan bahunya cuek. Hingga Dimas melihat Bu Mely, guru BK mereka. Wajahnya mendadak pucat pasi. Pasalnya ini kali pertama ia terlambat.

Pintu gerbang lantas dibuka oleh Pak Nuro dan Bu Mely berjalan dengan tatapan tajam kearah Dimas.

"Kenapa kamu bisa telat?" tanya Bu Mely dengan nada menusuk. Sekarang Dimas tidak tau ia akan menjawab apa, tidak mungkin ia menceritakan semuanya, yang ada ia malah ditertawakan lagi.

"Dimas! Kalau saya bertanya itu dijawab!" sentak Bu Mely dengan wajah sangar.

"Saya kesiangan bu" jawab Dimas akhirnya.

Kening Bu Mely berkerut sebelum berkata,
"Kesiangan? Ah sudahlah daripada saya mati mendadak disini, lebih baik kamu sapu seluruh lapangan sekarang!"

Mata Dimas membulat sempurna. Memandang Bu Mely dengan tatapan tak percaya. Seluruh lapangan? Lapangan sekolah ini? Yang sangat luas itu? Sendirian? Gila! Ini gila!

"Bu, ibu gak bercanda kan?" tanya Dimas berharap bahwa yang ia dengar adalah kesalahan

"Enggak, uda sekarang laksanakan hukuman kamu setelah itu masuk kekelas"

Setelah Bu Mely berlalu Dimas masih tetap diam pada posisinya. Sementara Pak Nuro terkekeh geli melihat tingkah Dimas. Dengan langkah gontai Dimas berjalan menuju lapangan. Ia menaruh tasnya dipinggir lapangan kemudian mulai mengambil alat untuk membersihkan lapangan.

Sesaat kemudian, Dimas melihat kesampingnya saat ia merasakan seseorang ikut membantunya memunguti sampah. Dan betapa terkejutnya Dimas saat melihat Reon dengan santainya memunguti sampah dan membuangnya di tempat sampah yang Dimas bawa.

"Lo ngapain disini? Seharusnya kan lo ada dikelas"

Namun Reon tak membalas ucapan Dimas. Cowok itu terus memunguti sampah dan hal itu membuat Dimas geram.

"Gak usah sok bantuin deh! Uda sana lo masuk ke kelas" suruh Dimas. Reon menegakkan badannya memandang Dimas tajam.

"Gue disinu mau bantuin lo! Gue gak mau lo ngadu ke bokap karena gue tinggal dipinggir jalan tadi! Gue gak mau nambah masalah sama bokap karna anak kesayangan dia ditinggal dipinggir jalan! Lo tau? Lo itu cuma nyusahin aja, dan satu lagi ini terakhir kalinya lo coba deket sam gue! Gak akan ngaruh! Lo itu cuma orang asing buat gue dan gak akan pernah jadi saudara! Gak akan pernah!"

Setelah mengatakan itu Reon berbalik dengan emosi yang hampir meledak. Sementara Dimas masih dengan keterdiamannya. Niatnya memperbaiki bukan malah semakin membuat jarak diantara mereka. Dan sekarang apa yang harus ia lakukan? Baru awal saja Reon sudah semarah ini, bagaimana lagi besok?

Dan yang membuat Dimas tak habis pikir adalah perkataan Reon yang mengatakan bahwa ia anak kesayangan Gerald. Bagaimana mungkin? Ia tau ia dan Gerald begitu dekat sebagai ayah dan anak. Namun hati orang siapa yang tau. Dimas tau Gerald menyayangi Reon, namun Gerald hanya tidak tau bagaimana cara mengungkapkannya.

¤¤¤¤

Selamat membaca😊

Salam manis,
Ans Chaniago

Reon (Sudah Terbit) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang