Pagi ini Reon sudah siap dengan seragam sekolahnya. Cowok itu pun mengambil tasnya yang terletak diatas ranjang. Memeriksa sejenak beberapa keperluan yang mungkin saja tertinggal. Setelah dirasa cukup cowok itu pun menyambar kunci motornya dan bergegas turun kebawah.
Tepat saat membuka pintu kamar Reon dapat mendengar ocehan Dimas, saudara tirinya. Bukan hanya itu, Reon juga bisa mendengar suara tawa lepas Gerald. Tidak ingin mengambil pusing Reon bergegas turun kebawah. Liana, Ibu tiri Reon tersenyum saat mendapati dirinya sudah berpakaian rapi.
"Sarapan dulu nak" ujar Liana lembut. Reon mengangguk dan segera duduk dikursi yang bersebelahan dengan Dimas.
"Reon mau makan apa? Mama ambilin ya?"
Reon menggeleng seraya tersenyum tipis. Ia mengambil piring dan lauknya sendiri lalu memakannya dengan lahap tanpa banyak bicara. Ah memang ia tidak tau apa yang harus ia bicarakan.
Ia juga sempat melirik Dimas dan Papanya yang tampak asik mengobrol. Lantas hal itu membuat Reon tersenyum tipis kemudian melanjutkan sarapannya. Semua gerak gerik Reon juga tak luput dari pandangan Liana. Ia juga tak bisa berbuat apa-apa selain diam.
Saat sarapannga habis Reon meneguk segelas air putih dan bergegas bangkit,
"Reon pamit Assalamualaikum""Waalaikumsalam" jawab mereka serempak. Reon menyalim tangan Liana kemudian disambut dengan senyum lembut wanita itu. Berbeda dengan Gerald yang hanya memandangnya dengan ekspresi datar.
Tak apa lah pikir Reon. Ia juga sudah biasa seperti ini jadi untuk apa bersedih? Toh bagaimanapun ceritanya semuanya tak akan pernah berubah.
Reon menjalankan motornya dengan kecepatan sedang. Pikirannya bercabang kemana-mana. Namun ia segera mengeyahkan pikiran itu dan fokus pada jalanan didepannya. Hingga motornya memasuki gerbang sekolah dan terpakir manis di parkiran.
Reon kemudian berjalan dengan santai menuju kelasnya. Tak ada senyuman ataupun sapaan dari murid yang melewatinya. Berbeda terbalik dengan Dimas yang selalu disapa oleh senior maupun junior mereka. Perbedaannya hanya satu Reon tak seramah Dimas. Reon juga tak sepandai Dimas yang mencairkan suasana hingga punya banyak teman. Sekali lagi Reon hanyalah cowok kaku dan dingin.
"Reon!!" Panggilan tersebut membuat Reon berhenti dan berbalik mendapati guru fisika, Pak Agas tengah mengatur deru nafasnya.
"Bapak cari kamu dari tadi ternyata baru datang toh" ujar Pak Agas yang masih mengatur nafasnya.
"Ada apa pak?" tanya Reon to the point
"Bapak ingin kamu menyampaikan ini pada orangtua mu" ujar Pak Agas seraya memberikan sebuah amplop putih pada Reon dan cowok itu menerimanya.
"Ini apa pak?"
"Amplop lah masa kuali. Udalah bapak mau sarapan dulu dadah"
Reon tak mengindahkan ucapan gila wali kelasnya itu. Karena penasaran ia segera membuka amplopnya dan membaca isinya. Seketika Reon terdiam, ini yang ia takutkan setiap hari saat menginjakkan kaki disekolah. Reon hanya diam memandang surat yang ia pegang.
Murid yang berlalu lalang pun menatapnya heran. Hingga Reon tersadar akan sesuatu ia berlalu dari posisinya menuju kelas Dimas. Berjalan di sepanjang koridor akhirnya Reon mendapati Dimas dan kedua temannya tengah duduk didepan kelas.
Kedatangan Reon pun membuat mereka bertanya-tanya. Dimas tersenyum melihat Reon, namun Reon tetap menunjukkan ekspresi datar.
"Lo dapet surat dari Pak Agas?"
Sesaat Dimas mengangguk kemudian menjawab,
"Dapet sih, gue kira surat cinta ternyata undangan buat bonyok. Memangnya kenapa?"Reon terdiam, cowok itu hendak berbalik namun suara teman Dimas menghentikannya
"Lo bisa kan bilang makasih atau apa gitu. Ini dateng sesuka lo pergi juga sesuka lo, gak punya sopan santun lo""Diem Ko!" seru Dimas
Riko berdecih sinis. Ia menatap Reon dengan tatapan tak suka.
"Diem? Sadar Dim ni cowok sombong banget jadi orang"
"Diem aja napa sih Ko!" sentak Kafka yang membuat Riko menggerutu
Tatapan Kafka beralih pada Reon yang hanya diam menatap mereka. Tak ada tanda-tanda bahwa cowok itu akan membalas perkataan Riko.
"Gabung Yon" ucap Dimas membuat Kafka tersenyum. Sama hal nya dengan Dimas, Kafka juga ingin Reon gabung dengan mereka.
Reon tersenyum tipis, cowok itu menatap Dimas sebentar seraya berucap,
"Makasih"Sontak hal itu membuka Dimas dkk terkejut. Reon langsung berbalik tak memperdulikan keterkejutan mereka. Reon sebenarnya ingin sekali bergabung dengan mereka, seperti Dimas yang mempunyai banyak teman. Hanya saja Reon tak tau cara berteman yang baik. Lagi pula begini saja sudah cukup. Sebab Reon sudah terbiasa akan sepi.
¤¤¤¤
Kertas itu terus saja dipandangi oleh Reon. Tak bosan ia mengulangi kata demi kata yang tertera di surat itu. Reon tak tau bagaimana caranya meberikan surat ini pada Papanya. Ingin ia memberikan surat ini pada Liana namun ia urungkan sebab Dimas lebih dulu memberikan surat yang ia punya pada Liana.
Reon tau yang akan datang dalam pertemuan itu mungkin Liana. Sebab Gerald sangat sibuk, namun bisa jadi Gerald datang ke pertemuan demi Dimas. Anak kesayangannya.
Ya, akan ada pertemuan antara Guru dan orang tua. Menyangkut prestasi dirinya dan Dimas. Kali ini pertemuan menyangkut masalah beasiswa. Namun, Dimas mendapat jadwal satu jam lebih awal darinya. Bisa saja Liana kembali lagi saat pertemuan atas dirinya. Namun ia tak tega membiarkan Liana mondar-mandir kesekolah.
Tok tok
"Bang, mama masuk ya"
"Masuk aja ma"
Pintu terbuka menampilkan sosok wanita cantik yang merupakan ibu tiri Reon. Liana itu tersenyum dan duduk dipinggir ranjang miliknya. Liana menepuk sisi ranjang dan Reon yang mengerti pun duduk di sisi Liana.
"Abang dapat surat dari sekolah kan?"
Reon mengangguk
"Jam berapa mama harus datang?" tanya wanita itu lembut
"Jam 10 ma"
"Yauda besok mama datang ya"
Sontak Reon menggeleng membuat Liana bingung.
"Mama gak usah datang, kasian kalau mama harus mondar-mandir karna Reon"
Liana tersenyum hangat. Inilah yang disukai Reon. Setidaknya Liana tidak seperti ibu tiri kejam yang selalu ia bayangkan. Liana wanita yang baik dan lemah lembut. Tidak pernah membedakan antara dirinya dan Dimas.
"Mama gak masalah kok, atau Papa aja yang dateng ke sekolah kamu. Gimana?"
Reon tidak menjawab. Hal itu membuat Liana tersenyum miris. Satu nama pun terlintas dipikiran Reon membuat cowok itu tanpa sadar tersenyum.
"Tante Diva bisa gak ma? Papa pasti sibuk"
"Nanti mama yang ngomong sama Papa"
"Enggak usah ma, Tante Diva aja ya"
Liana menghela nafas kemudian mengangguk.
"Yauda nanti mama bilangin sama Tante Diva, kamu istirahat aja kalau gak ada tugas"
Reon mengangguk. Liana bangkit dan keluar dari kamar Reon. Liana bertanya-tanya kapan Reon dan suaminya bisa akrab layaknya ayah dan anak.
¤¤¤¤
Selamat membaca😊
Salam manis,
Ans Chaniago
KAMU SEDANG MEMBACA
Reon (Sudah Terbit) ✔️
أدب المراهقين[END] Reon Nataprawira. Seorang remaja dengan sejuta luka. Remaja tampan dengan sikapnya yang kaku dan dingin. Hidupnya gelap layaknya tak ada cahaya. Kisah cintanya runyam, gagal sebelum memulai. Kesepian? Itulah hari yang dilewatinya. Seolah-olah...