Seusai memasukkan motornya ke dalam garasi, Reon kini berjalan masuk kerumahnya sambil menenteng plastik yang berisi beberapa buku yang baru ia beli. Malam sudah semakin larut. Tak ada rasa takut sedikitpun dalam hati Reon untuk pulang selarut ini. Sebab tidak mungkin ada yang mengkhatirkan dirinya.
Mungkin hanya Liana saja, Gerald? Ntahlah. Mungkin saja tidak. Selama ini juga begitu kan?
Setelah menutup pintu kembali dengan kunci yang ia punya, Reon berjalan santai menuju tangga. Namun langkahnya terhenti saat melihat Liana tengah berjalan kearahnya sambil membawa segelas air putih.
"Kamu darimana sih nak? Kenapa pulang selarut ini?" tanya Liana dengan wajah khawatirnya. Tangan kanan wanita itu terulur mengelus pipi Reon yang membuat empunya terasa nyaman.
"Reon habis beli buku ma"
Liana menyerngit bingung. Sebab yang ia tau putranya ini mempunyai begitu banyak buku dikamarnya.
"Bukannya buku kamu banyak ya? Kenapa beli lagi?"
"Buat temen dikamar ma" jawab Reon santai namun mampu membuat Liana terdiam seakan mengerti bagaimana sepinya hari putranya ini.
Tanpa aba-aba Liana menarik pelan tangan Reon dan membawa putranya menuju kamarnya. Liana mengambil plastik yang Reon pegang dan mulai menyusun buku yang dibeli Reon kedalam rak yang kosong.
Sementara Reon hanya diam memperhatikan. Setelah beberapa saat menunggu, Liana berbalik dan berkacak pinggang menatap Reon yang hanya berdiri bak sebuah patung.
"Kamu ngapain berdiri disitu? Cuci tangan kamu sana. Banyak kumannya pasti"
Tanpa menjawab Reon melaksanakan perintah dari Liana. Sementara Liana tersenyum puas dan duduk ditepi ranjang sambil menunggu putranya itu. Detik selanjutnya tampak Reon yang keluar dari kamar mandi.
"Sini tidur mama temenin" ucap Liana sambil menepuk sisi ranjang disampingnya. Lagi. Reon menurut. Setelah berbaring dan memakai selimut. Lebih tepatnya dipaksa memakai selimut oleh Liana.
"Mama tidur aja, ini uda malem" ujar Reon yang merasa tak enak pada Liana.
Sementara Liana hanya tersenyum dengan tatapan hangat sambil mengelus puncak kepala Reon dengan sayang.
"Kamu tidur aja, mama bakal keluar kalau kamu uda tidur"
"Dimas uda tidur ma?" tanya Reon bingung. Karena biasanya Liana akan menemani Dimas sampai cowok itu tertidur. Kebiasaan sejak kecil.
"Uda dari tadi dan sekarang mama temenin kamu. Mama juga pengen kamu tau kalau kamu itu masih punya mama. Kamu gak sendirian sayang" ujar Liana lembut. Berusaha memberikan pengertian pada Reon agar putranya ini mau berbagi apa yang ia rasakan pada Liana. Karena itu juga lah gunanya seorang ibu.
Reon tidak menjawab. Hingga waktu terus berjalan dan malam makin larut. Liana yang merasa Reon sudah terlelap lantas bangkit dan mencium puncak kepala Reon dengan sayang.
"Mama harap Reon mau bagi semua apa yang Reon rasaian sama mama. Anak mama bukan cuma Dimas tapi Reon juga. Mama sayang kalian berdua, Reon harus tau itu"
Seusai itu, Liana berbalik dan keluar dari kamar Reon tanpa lupa untuk menutup pintu. Tepat disaat pintu tertutup, Reon membuka matanya. Pandangannya kosong. Ia belum tertidur. Dan itu artinya ia mendengar apa yang dikatakan Liana barusan.
Seandainya hubungan mereka sedekat itu, Reon sangat ingin membagi semuanya pada Liana. Tentang semua sakit yang ia rasakan. Namun, faktanya mereka tidak sedekat yang terlihat. Terlihat dekat tapi terasa jauh. Dan lebih tepatnya Reon lah yang enggan berbagi rasa sakit pada orang lain.
¤¤¤¤
Paginya seperti biasa Reon dan yang lainnya sarapan sebelum memulai aktivitas mereka. Sejak tadi pula Dimas tak berhenti mengoceh dan lebih menyebalkan lagi Papanya membalas apa saja yang dikatakan oleh Dimas.
Sementara Liana hanya tersenyum melihat tingkah Dimas dan suaminya. Namun setelahnya senyumnya luntur saat melihat Reon yang hanya fokus pada makanannya. Seolah hanya dirinya yang ada disini. Liana tau Reon tidak sepenuhnya fokus makan, cowok itu juga pasti mendengar apa yang dibicarakan Dimas dan Gerald. Pasti.
Detik selanjutnya Liana tersenyum. Sebuah ide muncuk dikepalanya.
"Nanti mama mau keluar, kalian mau nitip apa?"
Seketika perhatian mereka beralih pada Liana. Tapi tidak dengan Reon. Reon terus saja melahap makanannya tanpa peduli apa yang mereka bicarakan. Sedangkan Dimas dan Gerald tampak berpikir.
"Aku mau susu coklat yang banyak sama cemilan aja ma" ucap Dimas sambil senyum-senyum sendiri membayangkan kamarnya yang akan penuh dengan susu coklat dan berbagai cemilan. Sangat nikmat. Apalagi saat malam ia seperti maling yang selalu mengendap-endap ke dapur dan membongkar isi kulkas. Ajaib emang.
"Kalau kamu mas?"
Gerald hanya menggeleng pertanda ia tidak ingin menitip sesuatu pada Liana. Perhatian Liana kini tertuju pada Reon yang masih sibuk dengan makanannya. Merasa diperhatikan pun Reon mengangkat kepalanya memandang Liana dengan bingung. Hal itu membuat Liana berdecak.
"Kamu gak mau nitip sesuatu sama mama?"
Reon berpikir sejenak. Kemudian satu ide terlintas dipikirannya.
"Buku"
Liana menyerngit bingung.
"Buku gambar anak sd?" tanya Liana iseng.
"Buku apa aja yang bisa dibaca kalau bisa sejarah" ucap Reon menjelaskan. Ia tau bahwa Liana hanya berpura-pura tidak tau.
"Cuma itu? Makanan atau yang lainnya?"
Reon hanya menggeleng kemudian lanjut menghabiskan makanannya. Liana menghela nafas sejenak. Gerald melirik Reon dalam diam. Sedangkan Dimas tersenyum miris. Jujur saja dalam hatinya ia sangat ingin akrab dengan Reon. Sebagai saudara walaupun cuka saudara tiri tapi Dimas sangat ingin akrab dan menceritakan apa yang ia rasakan pada Reon, begitu juga sebaliknya.
"Yon lo mau berangkat sekarang?" tanya Dimas saat melihat Reon sudah selesai makan. Sementara Reon hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Pakek mobil ya soalnya gue mau nebeng" pinta Dimas dengan wajah memelas. Sementara Reon memandang Dimas dengan bingung.
"Motor lo mana?"
Dimas cengengesan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Motor gue lagi bermasalah Yon makanya mau nebeng sama lo"
"Mobil lo kemana? Bermasalah juga?"
Dimas terdiam. Ia salah memberikan alasan. Lalu sekarang bagaimana?
Gerald yang melihat itu hendak berucap namun langsung ditahan Liana dengan memegang tangan Gerald. Gerald menghela nafas sejenak.
"Plis deh yon, gue lagi males bawa mobil. Cuma hari ini doang kok nebeng sama lo" mohon Dimas dengab tampang memelas. Dan jika sudah begini Reon tidak punya pilihan lain. Kalau menolak maka kemungkinan yang akan terjadi Gerald akan marah karna permintaan anak kesayangannya tidak dituruti. Dan untungnya ini masih pagi, jadi Reon tidak ingin merusak mood nya hanya karna masalah ini.
"Yauda"
Setelahnya Reon langsung bangkit dan berpamitan pada Liana. Gerald? sudah. Tapi diacuhkan. Tanpa mau memikirkan hal lain Reon langsung bergegas keluar untuk mengambil mobilnya yang berada di garasi. Hari ini untuk pertama kalinya Reon dan Dimas berangkat bersama. Seperti saudara lainnya. Namun bedanya mereka tidak sedekat yang dikira. Mereka tidak seperti saudara lainnya yang terkadang menghabiskan waktu bersama.
¤¤¤¤
Selamat membaca😊
Salam manis,
Ans Chaniago
KAMU SEDANG MEMBACA
Reon (Sudah Terbit) ✔️
Roman pour Adolescents[END] Reon Nataprawira. Seorang remaja dengan sejuta luka. Remaja tampan dengan sikapnya yang kaku dan dingin. Hidupnya gelap layaknya tak ada cahaya. Kisah cintanya runyam, gagal sebelum memulai. Kesepian? Itulah hari yang dilewatinya. Seolah-olah...