Point of View

46 9 15
                                    

Cahaya hangat senja menyinari wajah Azizi, membuat Fikri yang menatapnya semakin tenggelam dalam pesona gadis itu. Lengan kurus dan jemari lentiknya menari diatas kertas putih dengan pulpen di genggaman. Tatapannya fokus dan serius, sesekali melirik pada buku referensi yang terbuka di sebelah kirinya.

"Jangan natapin aku terus, woy! Kerja!" Azizi yang sadar ditatap sejak tadi memukul puncak kepala Fikri dengan pulpen yang dia pegang sekuat tenaga. Kalau bisa sampai bocor, sayangnya Azizi tidak cukup kaya untuk menanggung biaya rumah sakit.

"Wah, Dani! Liat ga barusan Azizi ngapain? Kasar banget ni perempuan," ucap Fikri yang membuat Azizi mengerling jengah. Azizi mungkin tidak terlihat pintar, tapi Azizi juga tidak sebodoh itu untuk jatuh ke 5 kalinya dalam kebohongan usil Fikri.

"Haha," suara tawa halus terdengar sebagai sahutan dari seruan Fikri. Azizi lantas berbalik, menangkap sepotong adegan dimana Dani terkekeh dengan manisnya. Rongga dada Azizi terasa menyesak untuk sedetik hingga dia menyadari apa yang Dani tertawakan. Tatapannya berubah horror menatap dua laki-laki yang berjalan mendekat kearahnya dan Fikri.

"Santai," ucap Andri, salah satu laki-laki tadi, sambil mengusap kepala Azizi sekilas untuk menenangkannya. Azizi tertawa hambar, merasa tak enak dengan perlakuan penuh lembut Andri. Juga karena Andri melakukannya di depan Dani. Azizi menoleh

..dan mendapati Dani yang tengah menatapnya, untuk kemudian langsung melempar pandangan pada buku referensi yang terbuka di atas meja. Azizi dapat merasakan bagian ulu hatinya menyesak dan jantungnya berdetak lebih cepat.

Kemudian hening dua menit. Fikri yang mengamati semua kejadian tadi hanya diam, ingin menyela namun perasaannya terlalu terluka hanya dengan melihat Azizi yang selalu bersikap manis di dekat dua bersahabat itu. Apa hanya Fikri yang diperlakukan berbeda?

"Hayu deh mulai ngerjain!" Azizi yang pertama kali membuka obrolan diantara mereka berempat. "Fik, kamu yang dari tadi baca itu, jelasin coba!"

"Aku mah bego mana ngerti, Zi. Mereka berdua tuh!" Fikri tertawa santai, menunjuk Andri dan Dani dengan dagunya. Azizi menoleh ke kanan dan kirinya, dimana Andri dan Dani mengambil posisi duduk. Sedikit grogi saat memalingkan wajah ke kiri tempat Dani berada.

"Dani deh," jawab Andri singkat.

"Nah iya, kesayangan Guru pasti ngerti lah.." Fikri mengebrak pelan meja, bersemangat membuat strike dari operan Andri.

Azizi menoleh ke kiri, menatap Dani yang mengusap wajahnya dengan seringai di bibirnya. Dani menghela napas panjang, sudah menduga teman-temannya akan mengerjainya seperti ini. Sebenarnya Dani tidak masalah kalau hanya disuruh menjelaskan saja, toh sebenarnya mereka sudah pada ngerti, hanya ingin mengerjainya. Masalahnya, disini ada Azizi yang akan mendengarkannya, yang akan menatapnya saat Dani berbicara. Dani mana kuat.

"Susah jelasinnya, baca aja kalian pasti ngerti." Dani memutuskan untuk menolak. Azizi gemas melihat semburat merah yang menjalar di wajah Dani.

"Ga ngerti!" Fikri, Andri, dan Azizi serempak menjawab.

"Haha, kalo aku jelasin makin susah ngerti," Dani terkekeh kecil karena merasa lucu dengan kekompakan mereka, terutama Azizi. Membuat jantung Azizi nyaris meledak.

Azizi menatap wajah tawa Dani bahkan hingga tawanya telah berakhir. Azizi hanya menatapnya dengan wajah datar dan tatapan teduh. "Kalo itu kamu, aku pasti coba buat ngerti kok, Dan."

Di detik kalimat itu selesai terucap oleh Azizi, dua hati telah patah kehilangan harapannya. Sedangkan Dani terdiam, menatap Azizi dengan semburat merah yang menjalar hingga ke telinganya.

.

.

Dedicated to: Nur Azizi Mj

Mini StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang