Sebenarnya aku agak malas untuk membicarakan soal cinta saat ini. Tapi entah mengapa tanganku terasa gatal untuk menulis kisah ini. Aku pikir semua orang lebih menyukai sad ending about love dibanding happy ending yang menurut ku amat sangat jarang untuk ditemukan. Soal cinta, selalu banyak yang dapat diceritakan karena cinta memiliki sejuta rasa yang terkadang mampu terdefinisi sedikitnya dan sisanya hanya yang terkaitlah yang mampu merasakan.
Sebenarnya apa itu cinta? Sampai saat ini aku benar-benar belum paham betul dengan kata itu. Mungkin karena terlalu banyak definisi yang menggambarkan soal cinta. Selalu marak di perbincangkan disemua kalangan dimanapun. Terutama pada kaum muda mudi yang katanya dimabuk asmara. Mereka bilang cinta itu indah di awal saja dan sangat menyakitkan di akhir. Lalu bagaimana dengan cinta sehidup semati? Apakah termasuk kedalam indah di awal saja? Aku rasa persepsi masing-masing orang berbeda soal cinta satu ini.
Jujur saja, aku sama sekali tidak bisa mendeskripsikan dengan baik dan jelas mengenai cinta. Apakah indah atau tidak, aku tidak yakin memilih salah satunya. Tapi yang harus kalian tahu, aku selalu memiliki kisah tidak baik akan cinta sampai saat ini. Selalu berujung dengan hal yang sama.
Ditinggalkan.
Menyedihkan bukan? Aku hafal betul akan rasanya dijunjung tinggi dan dihempaskan begitu saja.
Mereka selalu berhasil menyentuh titik sensitif hingga membuat aku luluh. Ketahuilah jika kepribadianku sebenarnya tidak terlalu baik terhadap orang baru. I'm arrogant people. Jadi jika mereka begitu mudah mencapai titik tersebut, aku terlalu bodoh, kurang hati-hati atau mereka terlalu pandai memikat?
Mereka selalu datang tiba-tiba begitupun dengan pergi. Tanpa salam dan pamit. Aku pikir kedatangan selalu dilakukan dengan salam dan kepergian selalu diakhiri dengan kata pamit. Ternyata tidak dengan kisah cintaku.
Suatu ketika ia datang dengan cara yang tidak terduga. Padahal waktu itu aku sedang tidak ingin dekat dengan siapa-siapa. Sedang menikmati hari-hari kesendirian ku yang tidak terlalu buruk untuk dilewati. Tiba-tiba ia datang mengusik sunyi. Lalu memberi sedikit warna. Aku awalnya biasa saja. Memang tak banyak yang menarik darinya. Namun ia terlihat sangat keras kepala - terlihat bersungguh-sungguh dan menyentuh titik sensitif dalam hati. Hingga perlahan-lahan aku mulai luluh. Ku pikir, mungkin sudah saatnya melepas kesendirian. Kemudian ia menjadi teman dalam banyak hal, menjadi pemecah kebekuan. Hingga, waktu mulai berlalu dan ia mulai asing kembali. Awalnya diam-diam dan abaikan diri. Lama-lama hilang kabar, lalu tak pernah kembali.
Sepekan menghilangnya dia, aku kembali menemukan fakta jika ia bersama seseorang yang lain. Entahlah, umpan baru untuk kesenangan hatinya atau benar-benar yang ia puja. Aku mulai selesai berusaha mencari tahu tentangnya, tentang hari-hari dirinya, menelusuri segala macam celah untuk tahu sedang apa dirinya. Aku memilih untuk mundur.
Mengapa aku mundur?
Sebab, jika benar ada cinta, tidak mungkin ada dua nama tinggal di dalam satu hati yang sama. Dan kini aku salah mengira. Lagi. Mungkin memang hanya aku yang mempunyai rasa. Dia? Sepertinya memang tidak ada. Meskipun diawal dia terlihat bersungguh-sungguh, namun pada kenyataannya dia hanya ingin membuat ku jatuh tanpa berniat untuk menangkap ku.
Bisa tidak sih kita jatuh cinta tanpa di repotkan rasa ingin memiliki atau ingin bersama?
Aku selalu menjadi teduh bagi seseorang, menjadi apa yang pertama kali di cari saat ia basah kuyup terkena hujan atau saat ia tak kuasa menahan peluh karena terik. Aku pernah menjadi teduh sebelum aku dipaksa berubah ikut menjadi hujan yang lebur pada pipiku sendiri. Dia adalah analogi paling tepat dari kata hampir. Hampir bahagia, hampir bersama, hampir dimiliki dan hampir berhasil. Tapi entah kenapa, aku tetap merasa kehilangannya. Seharusnya aku sadar sejak awal. Ternyata aku tidak sedang berjalan menuju dia, aku hanya sedang menebak-nebak apa yang dia inginkan dan itu bukan tentang bersamaku.
Kalaulah memang suatu hari aku akan jatuh cinta lagi, bolehkah aku berhenti di hari itu saja? Sampai hari ini aku masih mencintainya, tidak mau ganti lagi - inginnya. Meskipun orang yang ku cintai sudah tidak cinta lagi. Aku sudah nyaman. Rasanya sama dengan keseharian untuk mencintainya. Bangun tidur, cinta dia. Makan, cinta dia. Beraktifitas, cinta dia. Mau tidur, tetap masih cinta. Hanya saja sekarang sudah berbeda. Cinta yang ku rasakan kepadanya tidak bisa ku luapkan ke yang bersangkutan. Mau bertemu, tidak bisa. Mau menyapa, tidak berani. Mau perhatian, nanti mengganggu. Mau memeluk, pasti pacarnya marah. Mau bagaimana? Cinta tak bisa ditunjukkan itu rasanya kayak pikulan. Setiap hari ku pikul cinta ini, terasa berat sebab banyak memuat kenangan.
Siapa kita nanti sepenuhnya ku serahkan pada Tuhan. Semoga kau selalu bahagia dijaga-Nya. Perlahan kabut tipis membebani bahuku. Tidak bisa melihat apa yang ada di depan mata sehingga kehilangan arah dan saling bertabrakan. Aku tak pernah berharap ada yang merangkul dan menggenggam tanganku. Aku selalu merasa lebih nyaman seorang diri. Cuma berteman sesak dan penat. Ah mungkin lebih baik kita berkawan dengan kata-kata dan buku saja? Iya, setidaknya mereka bisa saja menutupi kisah-kisah pahit dan tidak menyenangkan dalam kalimat-kalimat kiasannya. Ya terkadang kamu harus belajar caranya berdiri sendiri lantaran banyak orang hanya berjanji selalu ada untukmu. Tapi nyatanya mereka meninggalkanmu.
Terkadang aku berpikir untuk menunggunya. Iya menunggu kamu kembali. Menunggu cinta. Jadi, tidak perlu terburu-buru. Kau boleh menyelesaikan apapun di depanmu terlebih dahulu. Aku akan menunggumu kapanpun kau mau. Untukmu, hatiku selalu menjadi tempatmu pulang.
-b~
KAMU SEDANG MEMBACA
Sad Ending
Teen FictionDi sketsa cerita ini, aku sangat memahami. Keadaan seperti sekarang tidak akan bertahan lama. Pelan-pelan kita akan menjadi aku dan kamu lagi. Masing-masing seperti kemarin.