TCB - 12

1.6K 189 68
                                    

Pelukan posesif di pinggang adalah satu hal yang Jihoon rasakan ketika netra gelap itu terbangun dari alam mimpi. Bisakah ini disebut pelukan, jika lengan dengan biceps sempurna itu seakan mengekang pinggang miliknya untuk tak benar-benar menjauh satu centi pun dari sentuhan Guanlin? Maksudku, benar-benar tak ada jarak antara mereka sekarang, hanya sentuhan dua fabric yang kau sebut dengan pajama lah yang memutuskan tali kulit ari.

Ukiran sempurna nan tampan adalah satu hal yang membuat Jihoon menyunggingkan senyum termanisnya pagi hari ini, "Bagaimana kau bisa terlihat begitu tampan, bahkan ketika kau belum membasuh wajahmu?" Lirihnya, berharap Guanlin masih terlelap dan tak mendengar pujian yang tentu saja jarang Jihoon berikan padanya.

"Aku memang sudah sangat tampan sejak dulu, asal kau tahu, sweetheart." Harapan tentang Guanlin yang masih berada di alam mimpi sirna sudah. Caramel coklat itu kini menatap tajam seolah dapat membaca betapa Jihoon sangat mengagumi keindahannya.

Tangan dengan jemari besar yang berbanding terbalik dengan ukuran jarinya itu kini mulai menyentuh surai raven Jihoon, memuja rambut Jihoon yang jujur saja masih tetap halus walaupun Ia baru bangun tidur.

Tangannya merangkak turun, menyentuh anting yang terpasang indah di telinga kiri Jihoon, "Kenapa kau menggunakan anting saat tidur?" Keluhnya dengan kernyitan di dahi, dia tahu betapa tak nyaman untuk menggunakan aksesoris semacam itu, terlebih di telinga.

"Karena aku ingin mendengar suaramu saat aku sudah terbangun dari tidurku." Hah, itu terlalu manis Jihoon. Jadi jangan salahkan jika Guanlin menebar senyum dimplenya sekarang, dan kuharap kau tak meleleh untuk melihat kekasihmu yang setampan itu di pagi hari yang damai ini.

"Why are you so tempting, sweetheart?" Hanya lirihan yang berakhir dengan bibir tebal Guanlin mulai menempel sempurna di sweet plump lips milik Jihoon. Betapa bibir tipis itu terasa sangat manis pagi ini, bahkan mungkin terasa jauh lebih manis dibanding hari kemarin, dan Jihoon akan selalu menjadi yang termanis yang pernah Guanlin rasakan.

Tak peduli bagaimana selimut tebal itu mencoba menghalangi gerakan tangan besarnya, Guanlin mulai menaiki tubuh Jihoon, mencoba lebih dalam lagi menyesapi rongga hangat yang sudah berhasil menjadi candunya dan tak akan pernah membuat bibirnya bosan.

Jihoon itu manis dan hangat, jadi jangan salahkan jika Guanlin sangat suka me-rape bibir Jihoon, seperti yang Ia lakukan sekarang. Mungkin, jika asupan udara yang kau sebut dengan oksigen itu tidak ada, Guanlin tak akan berhenti menciumi bibir Jihoon. Yah, mungkin saja.

Nafas Jihoon masih terengah, sementara Guanlin yang kini sudah berada di atas tubuhnya, hanya bisa memandang dengan sayang wajah manis namun menggoda itu, sesekali mengusap pelan poni rambut Jihoon yang mulai memanjang.

"Sweetheart, apa yang ingin kau lakukan hari ini?" Tanyanya dengan jemari yang tak henti mengagumi kecantikan ukiran Tuhan yang Ia anugrahkan di wajah Jihoon.

"Nothing. Mungkin, hanya menunggumu hingga kembali pulang." Tangan Jihoon Ia lingkarkan di pinggang keras Guanlin, ingin lebih merasakan hangat tubuh Pria yang sudah berhasil mengambil alih hatinya itu.

"Terdengar sangat membosankan," Dan Jihoon hanya menggeleng, tapi Guanlin tahu jika si manis hanya tak ingin mengganggu jadwal kerjanya, "Hey, aku punya banyak waktu hari ini, how about a date?"

Jihoon nampak menggembungkan pipinya, dengan bibir yang ter pout lucu. Andai saja Jihoon tahu jika Guanlin benar-benar tak tahan untuk kembali mencicipi rongga manis serasa cherry itu, "Kau selalu terlihat sibuk, apa ini benar-benar waktu luang? Atau kau hanya mencoba meluangkan waktu untukku, dan mengabaikan pekerjaanmu?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 02, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Church Boy [PanWink vers]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang