4

5 7 0
                                    

Siang itu jalanan nampak lengang, seolah sedang menyepi. Irham melajukan motornya santai, menikmati waktu dengan kekasihnya, Aletha.

Tak sedikitpun dari mereka melewatkan momen-momen seperti ini. Berdua menikmati suasana, rona kebahagiaan nampak sekali di wajah Aletha. Tangannya memeluk erat tubuh Irham seakan tak ingin kehilangannya.

Irham pun dengan senang hati menerimanya. Wajahnya tak henti menyunggingan senyum sejak sepuluh menit tadi. Maklumlah namanya juga remaja kasmaran.

Tak terasa mereka sudah sampai di rumah milik orangtua Aletha. Seperti biasa mama Aletha menyambut mereka dengan ramah lalu mempersilahkan Irham masuk rumah. Mereka lalu pergi ke teras belakang. Suasananya asri, rumah bergaya modern namun masih memiliki teras belakang yang bercorak Jawa. Ada kolam kecil yang berisi ikan koi dan beberapa sangkar burung juga di sana. Nampak juga beberapa pot hias tergantung di sisi depan teras dan tembok belakang. Rerumputan hijau juga menambah asri pemandangan teras belakang rumah Aletha.
Irham duduk di atas karpet yang ada di teras itu, sambil menunggu Aletha yang sedang berganti pakaian.

Irham memandangi suasana sekitar, ia merasa akan sangat merindukan tempat ini jika seminggu saja tidak berkunjung. Selain suasananya yang nyaman, tempat ini juga banyak menyimpan kenangannya bersama Aletha. Mulai dari masa pendekatan yang dilakukannya dengan alasan belajar kelompok hingga waktu mereka resmi jadian.
Irham memang bukan tipe laki-laki yang ribet. Ia lebih memilih melakukannya di tempat yang justru sering mereka tempati, karena ia ingin semua memori mereka tersimpan di sana.

Aletha yang selesai berganti baju pun menghampiri Irham dengan membawa minuman dan beberapa camilan.

"Nih diminum, ada makanan kesukaan kamu juga."

"Wih enak nih, buatan kamu apa mama?"

"Aku lah, spesial buat kamu."

Irham lalu mengambil kue dan melahapnya. Sudah lama juga tidak menikmati makanan buatan pacarnya itu. Irham nampak sangat menikmati kuenya. Ia senang karena Aletha masih ingat makanan kesukaannya dan mau membuatkan untuknya.

"Gimana tugas kemarin, sudah selesai belum?"

"Belum nih ada yang nggak ngerti soalnya."

"Mana siapa tau aku bisa, hehe."

Aletha kemudian membuka buku catatannya setelah melihat soal yang Irham tidak paham.
Mereka memang berencana untuk belajar bersama sepulang sekolah, mengingat mereka sudah kelas dua belas dan sebentar lagi akan ujian.

Ya, hanya hitungan bulan saja mereka akan menghadapi tes akhir, setelah itu mereka akan berpisah untuk mengejar impian masing-masing.

Tak terasa setengah jam telah berlalu dan mereka masih menggeluti soal-soal latihan. Irham yang mulai merasa lelah akhirnya berdiri dan meregangkan ototnya yang mulai kaku. Sementara Aletha memutar kepalanya lantaran lehernya terasa berat.

"Ham, kamu nanti mau lanjut kemana?"

"Mungkin aku bakal ke stmm di Yogya."

"Loh kok mungkin sih? Yang fix dong."

"Iya sayang rencana mau kuliah ke stmm, kan memang skil aku di sana."

"Hmm gitu ya." Aletha kini nampak sedikit muram.

"Iya."

Tidak ada jawaban dari Aletha. Ia masih membayangkan bagaimana nanti kalau harus berjauhan dengan Irham. Libur sehari tidak sekolah saja sudah membuatnya rindu pada Irham, apalagi nanti yang harus berbulan-bulan tidak bertemu.

"Al kok kamu cemberut gitu?"

"Nggak suka ya kalau aku ambil kuliah di stmm?" Lanjut Irham.

"Bukan itu, aku cuma takut kalau aku nggak kuat ldr-an."

"Ya kan bisa telpon, vc juga bisa. Kalau kamu kangen langsung hubungi aja. Aku selalu ada setiap saat kok kalau kamu mau komunikasi. Kan sudah jadi komitmen Al."

"Hmm iya deh."

Aletha kemudian sedikit lega, mengingat bahwa Irham masih memegang kuat komitmen mereka sejak awal.

"Tapi janji ya kalau aku hubungi langsung dijawab."

"Iya Aletha sayang."

Aletha kemudia tersenyum. Ia lega namun masih ada yang mengganjal di hatinya.
Bukankah wanita di Yogya itu cantik-cantik?
Ia takut kalau sewaktu-waktu Irham berpaling darinya. Bukan berarti Aletha meragukan cinta Irham untuknya, tapi hati manusia siapa yang tau? Tuhan juga punya kuasa untuk mengubah hati seseorang bukan?

"Hmm Al?"

"Iya"

"Kalau suatu saat kita ldr dan aku nggak bisa dihubungi gimana?"

Aletha membeku, hatinya tidak karuan padahal Irham hanya memisalkan saja.

"Ya jangan sampai lah Ham, aku juga nggak mau hal itu terjadi."

"Iya, aku hanya bicara kemungkinan buruk yang terjadi, lalu kamu bagaimana?"

Aletha diam, jujur ia juga tidak tau apa yang harus dia lakukan jika suatu saat ia kehilangan kontak dengan Irham karena sebenarnya ia tidak memikirkan kalau Irham akan memilih kuliah di luar kota.

"Al.. gimana?"

"Aku nggak tau Ham, kalau hal itu terjadi aku nggak tau akan sekacau apa hidupku nanti."

"Apa yang akan kamu lakukan kalau hal itu benar-benar terjadi?"

"Aku akan cari kamu kemanapun kamu pergi, karna aku nggak ingin kehilangan kamu."

Mata Aletha terasa penuh, genangan itu sudah tak dapat ditampungnya lagi. Setetes air matanya akhirnya jatuh juga. Membayangkan saja rasanya sudah sesakit ini, apalagi jika yang terjadi adalah kenyataan.

"Al kenapa nangis? hey?"

Aletha tidak menjawab, ia masih terbawa emosinya sendiri, membayangkan jika hal itu benar-benar terjadi.

"Hey sudah tidak usah menangis itu hanya perumpamaan Al, jika ada hal buruk yang terjadi nanti." Irham merengkuh pundak Aletha, mendekapnya dan memberi sedikit ketenangan.
Aletha masih sesenggukan.

"Aletha dengar, aku hanya ingin kamu siap dengan semua kemungkinan buruk saat kita ldr. Dan aku ingin kamu yakin bahwa di sana nanti aku akan selalu menunggu kamu dan hatimu."

Aletha mengangguk, ia mengeratkan pelukannya pada Irham, begitu possesive karna ia tidak ingin Irham hilang darinya.

Setelah menenangkan Aletha, Irham pamit pulang lantaran hari sudah petang. Ia melajukan motornya sementara Aletha melihat motor Irham yang semakin menghilang di balik jalanan depan kompleks yang lumayan ramai.

Aletha lalu masuk rumah dan membersihan tubuhnya.
Malam itu ia masih terngiang dengan ucapan Irham tadi sore. Pikirannya masih kalut jikalau hal itu terjadi pada mereka nanti.

Aletha membuka ponselnya, nampak fotonya dengan Irham sedang menikmati es krim di suatu taman kala itu dijadikannya sebagai wallpaper. Ia lantas membuka room chatnya dengan Irham. Membacanya ulang.

Memang jadi kebiasaan Aletha membaca ulang chatnya dengan Irham saat ia merasa sepi.
Matanya mulai kantuk tapi Aletha masih membaca chatnya, hingga ia terlelap dengan ponsel yang masih ada dalam genggamannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 10, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang