Jam dinding sudah menunjukkan pukul 21:00 namun gadis itu masih berkutat pada gelas-gelas berisikan racikan kopi beragam rasa.
Ia mulai menyeduhkan air panas dan menyaring kopi pesanan para pelanggan. Beberapa pelanggan nampak memperhatikan barista itu saat menyiapkan kopi pesanan mereka. Kecantikan barista satu itu sudah dikenal di masyarakat sekitar. Hingga akhirnya banyak pelanggan yang berdatangan lantaran rasa penasarannya.
Tinggg
"Dua mokachino untuk meja dua, satu latte dan dua kopi susu untuk meja lima siap." Teriak si barista setelah mendentingkan bel tanda pesanan telah siap.
"Siap antar boss." Balas pramusaji tampan itu seperti biasa.
Barista itu terkekeh dan sontak beberapa pelanggan berteriak.
"Hey nona cantik, apa aku boleh mendapatkan nomormu jika aku memesan banyak?"
"Maaf tapi nomorku tidak dijual." Jawabnya dengan senyuman ramah.
"Hey kau baru saja mematahkan hati lagi." Ucap pramusaji itu saat meletakkan nampannya.
"Lagi pula siapa yang mau dengan om om seperti itu, aku masih sehat."
"Siapa juga yang bilang kau sakit, huhh dasar bodoh." ucap si pramusaji sambil menoyor kening si barista.
Beberapa pelanggan nampak iri dengan mereka berdua. Si barista cantik dan pramusaji yang tampan nampak sangat serasi. Kebanyakan dari mereka mengira bahwa dua insan itu sepasang kekasih. Bukankah lebih menyenangkan jika memiliki kekasih di tempat yang sama. Melalui hari-hari bersama, berangkat dan pulang bersama.
Namun kenyataan tidak semanis itu.
Hanya dongeng dan film saja yang menjamin kisah manis sang tokoh utama, yang menjamin kisah mereka akan berakhir bahagia."Aletha kenapa belum pulang?"
"Ah om Roy, belum om masih mau disini."
"Iya om, Aletha masih nggak mau pisah dari saya, aduhh!"
Aletha reflek menendang kaki si pramusaji itu."Nggak om, si Arga ngaco."
"Udah kamu pulang aja, udah malem." Roy si pemilik cafe yang sekaligus teman ayah Aletha memang tidak pernah memforsir tenaga pegawainya. Terlebih Aletha yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri.
"Tapi omㅡ"
"Arga tolong kamu antar Aletha ya, udah malem om takut dia kenapa-kenapa."
"Al bisa pulang sendiri kok om."
"Nggak, om nggak percaya. Udah sana dianter Arga aja."
Aletha tidak ingin menentang boss nya itu, karena menentangnya sama saja seperti menentang papanya. Yah, sifat kedua orang itu sangat mirip entah apa saja wejangan yang dikatakan papa Aletha pada Roy hingga dia bisa tau apa saja tentang Aletha.
Arga menyalakan motornya dan mengambil helm untuk Aletha.
Aletha yang sempat melamun akhirnya terlonjak lantaran sebuah benda yang sudah menutupi kepalanya. Helm yang tadi berada di tangan Arga kini sudah berpindah ke kepala Aletha."Dasar tukang ngelamun."
Bughh
"Aww sakit."
Arga sedikit memukul helm yang Aletha kenakan."Cepat naik, gojekmu ini akan mengantarmu pulang."
Motor Arga melaju dengan kecepatan standar, memecah ramainya jalanan ibu kota. Selama perjalanan Aletha tidak mengeluarkan suara, ia masih berada di ruang angannya.
Ia rindu. Rindu yang tidak pernah terucap pada sang pemilik. Rindu yang hanya bisa hinggap tanpa tau cara untuk pergi. Rindu yang kian hari kian menggebu. Rindu yang entah bagaimana lagi Aletha tidak dapat mengatasinya.
Hanya satu orang yang bisa mengusir rindu itu. Namun orang itu hilang bagaikan ditelan bumi. Tidak sekalipun muncul atau sekedar memberi kabar pada Aletha.
"Kau tidak mau turun?"
Suara Arga membuyarkan lamunan Aletha, membuat ia sepenuhnya sadar dan kembali dari dunia angannya.
"Eh, iya. Nggak kerasa udah sampai" Aletha terkekeh.
"Makanya di jalan jangan ngelamun terus. Ntar kesambet tau rasa lho."
"Dih siapa juga yang ngelamun." Aletha mencoba mengelak meski ia tau akan percuma.
"Emm Al, besok aku jemput ya sekalian ada yang mau aku omongin."
"Kenapa nggak sekarang aja?"
"Udah malem besok aja. Udah gih masuk sana, istirahat. Kayaknya capek banget."
"Hmm iya juga sih." Lagi-lagi Aletha terkekeh. Senyuman tipis yang mampu meluluhkan hati seseorang yang dulu sekeras batu.
"Pantesan itu muka udah kayak umur 50 tahun."
Arga tergelak dan sukses membuat Aletha memberengut sempurna. Hanya Arga saat ini yang bisa sedikit meluluhkan Aletha. Yah, hanya sedikit.
Arga akhirnya pamit dan meninggalkan Aletha, tentu setelah melihat Aletha memasuki rumahnya.
Bukankah itu hal yang biasa dilakukan laki-laki pada pacarnya? Alehta sungguh beruntung memiliki orang seperti Arga.
Aletha menghempaskan tubuhnya di kasur ukuran king size miliknya. Hembusan angin menerpa kulitnya yang halus. Ia memiringkan tubuhnya menghadap jendela. Menatapnya lama lalu menghampirinya. Menyibakan selambu yang menghalangi pandangannya.
Hembusan angin itu lagi-lagi mendatangkan kisah Aletha yang dulu. Membuatnya terbang kembali ke dunia angannya. Membayangkan seseorang itu kembali dan memeluknya hangat. Pelukan yang selama ini ia rindukan. Kecupan singkat di keningnya yang mampu membuatnya yakin bahwa hanya dialah satu-satunya wanita di dunia yang disayang oleh orang itu.
Tanpa sadar bulir bening menetes dipipinya. Ia sudah tidak tahan lagi. Berapa lama ia harus menunggu seperti ini. Bertanya-tanya setiap hari.
Apa kau baik-baik saja?
Apa kau merindukanku juga?
Apakah hatimu masih untukku?
Atau.. apa hatimu sudah berpihak pada yang lain?"Ham, aku rindu."
.....
Pria itu terbangun dari mimpinya. Mimpi yang teramat nyata. Ia lalu mengusap wajahnya dan menghembuskan napasnya. Menyingkap selimut dan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Membuka lemari dan mencari kaos yang ia suka dan memakainya. Ia menatap wajahnya di cermin. Seakan ada sorot kerinduan di matanya. Mimpinya semalam membuat pikirannya agak kacau pagi ini.
Suara gadis itu masih terngiang di kepalanya. Tangisannya yang teramat jelas membuat pria itu bingung. Perasaan itu hadir lagi, membuatnya ragu untuk melangkah lebih jauh. Ia ingin memulai kisah baru namun hatinya bersikeras menolak, ada hal yang tidak ingin ditinggalkannya. Tapi apa..
"Siapa kau sebenarnya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Pain
Ficção AdolescenteBukankah bulan tidak pernah membenci bintang? Walaupun bintang hanya datang saat langit cerah dan pergi saat langit mulai kelabu. Seperti itukah hakikat cinta? Tetap menanti walaupun hasilnya tidak pasti.