Keputusan

515 71 81
                                    

2 days ago

Dengan terburu-buru Mikasa menggendong Richard keluar dari restoran. Kakinya menginjak pedal gas dengan emosi tertahan membuat si kecil menatapnya dengan kernyitan di dahi.

Sesampainya di rumah pun begitu. Mikasa tak banyak bicara, takut jika dirinya salah bicara dan malah melampiaskan amarahnya pada Richard. Mikasa menggandeng Richard masuk ke dalam rumah. Langkahnya pelan, tidak tergesa-gesa seperti sebelumnya.

Mikasa berhenti, berjongkok menyamakan tingginya dengan bocah berumur 7 tahun itu.

"Richard, dengar Sayang ... kau ganti pakaianmu, dan Mama akan membuatkanmu makan siang. Bagaimana?"

Richard mengangguk lalu melangkahkan kakinya menuju kamarnya. Mikasa masih diam sampai pintu kamar Richard tertutup dan ia berlari menuju kamarnya dengan berurai air mata. Sudah cukup. Mikasa tak sekuat itu untuk terus menahan air mata yang sudah berada di ujung pelupuk matanya. Ucapannya tadi hanya sebagai alibi agar ia bisa sendiri dan menenangkan pikirannya.

Brakk

Mikasa tersedu. Punggung tegapnya yang rapuh bersender pada pintu kamarnya. Lututnya lemas, tubuhnya jatuh begitu saja ke lantai. Mikasa bukan wanita setegar itu, yang tak menangis saat melihat orang yang dicintai bermesraan dengan orang lain. Mikasa punya hati, yang pasti tersakiti saat melihat sang suami bercumbu dengan wanita lain di depan matanya. Mikasa punya mata, yang melihat dengan jelas jika sudah tak ada cinta di mata Levi untuknya.

Mikasa Pov

Aku menangis. Meraung-raung menyalahkan takdir yang kejam atas diriku. Sesak. Dadaku sesak sekali ketika sadar jika Levi tak mengejarku. Aku cukup sadar jika cinta Levi sudah tak sebesar dulu. Air mata terus mengalir dari kedua mataku. Aku berjalan menuju balkon, berniat mengakhiri takdir yang kejam ini. Lalu aku semakin merutuki betapa bodohnya aku yang berniat meninggalkan Richard di dunia yang kejam ini.

Aku kembali menangis. Siapa yang tidak sedih jika pria yang kau cintai, yang telah berstatus sebagai suamimu, yang telah melewati suka-duka bersama denganmu, bercumbu dengan wanita lain di depanmu? Sungguh, aku akan bertepuk tangan dengan ketegaran itu.

Aku manusia. Punya hati yang tidak hanya untuk disakiti. Sakit. Perih. Sesak. Hatiku merasakannya.

Apa cintamu masih sebesar dulu, Lev?
Apa aku masih se-istimewa dulu di hidupmu?

Aku ragu akan jawabanmu, Lev. Aku tak ingin tau jawabanmu yang nantinya semakin menambah luka di hidupku. Aku tak tutup mata atas semua yang terjadi di antara kita.

Kau kejam, Levi!

Kenapa kau selalu menyakitiku? Tak cukupkah pertengkaran kita selama ini? Kenapa harus ada orang ketiga?

Air mataku tak berhenti mengalir. Malah bertambah banyak di setiap detiknya. Otakku berputar menampilkan memori indah dulu bersamamu-Levi-.

Kenapa harus berakhir begini?
Ku kira cinta itu abadi. Terimakasih, karena telah membuatku mengerti jika tak ada cinta sejati di dunia ini. Terimakasih, karena telah memberiku kebahagian tiada tara sebelum menyakitiku melebihi kebahagian itu.

Siapa sebenarnya yang salah?
Kau yang menduakanku atau aku yang terlalu perasa? Kenapa kau setega itu membagi cintaku yang tulus padamu? Ku kira perjalanan kita akan sebaik kisah cinta kita sebelumnya. Tapi perkiraanku salah. Pernikahan ini tak cukup kuat untuk di pertahankan jika hanya dengan cintaku. Cintaku tak cukup kuat untuk menahanmu tak pergi.

Kau pergi. Meninggalkanku dengan berjuta rasa sakit dan harapan-harapan yang tergantung tinggi.

Aku hancur. Kau lebih memilih orang lain di banding aku yang sudah lama hidup denganmu. Aku yang mencintaimu. Aku yang mengerti dirimu. Dan aku ... yang dulu pernah kau cintai.

The Second LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang