Happy reading!
***
Seperti hari-hari sebelumnya. Gadis itu harus pergi ke tempatnya bekerja dengan terburu-buru. Mengabaikan ucapan protes dan gerutuan orang-orang yang ia tabrak. Kata maaf terucap berulang-ulang dari bibir mungilnya. Ia hanya ingin cepat-cepat sampai di tempatnya bekerja sebelum pemilik toko itu naik pitam.Sesampainya di depan toko, ia langsung masuk ke dalam. Lalu menuju ruang ganti untuk berganti pakaian khas toko kue itu. Untuk saat ini ia bisa bernapas lega karena pemilik toko sedang ada urusan keluar kota. Seperti yang tadi dikatakan oleh temannya.
"Kau terlambat lagi, Al. Beruntung Madam sedang pergi keluar." ujar orang di sebelahnya sambil tertawa pelan.
Thalya memutar bola matanya jengah. "Ya, Madam memang tidak pernah mau mengerti situasiku. Sepertinya mengomeliku sudah menjadi hobi barunya." gerutunya.
"Oh, come on, sweet. Dia memang seperti itu, bukan hanya denganmu saja. Bahkan sampai ada pekerja yang mengundurkan diri karena sudah bosan melihat wajahnya yang selalu bersolek itu."
"Hm. Sepertinya itu ide yang bagus." kata Thalya asal. Sibuk menata kue di etalase.
Gadis di sebelahnya memicingkan matanya. "Apa kau berniat mengundurkan diri?" tanyanya.
Thalya mengedikkan bahunya tak acuh. "Entahlah, aku juga tidak tahu, Em. Tapi aku cukup senang bisa bekerja di tempat ini."
Emma mengangguk mengerti. "Sampai kapan kau akan bekerja seperti ini. Bukankah orangtuamu selalu mengirimmu uang setiap bulan? Kau juga bisa mencari pekerjaan lain, seperti orang-orang kantoran." katanya.
Thalya menghela napas panjang. "Aku tidak mau seperti orangtuaku. Terlalu sibuk dengan pekerjaan kantor mereka. Entahlah, mungkin mereka sudah lupa dengan anaknya. Bahkan aku tidak yakin jika mereka ingat aku tinggal di kota ini, meskipun mereka selalu mengirimku uang bulanan." jelasnya panjang lebar.
"Kau ini ada-ada saja. Mereka hanya sibuk, bukan lupa. Hanya butuh meluangkan waktu dan kalian bisa berkumpul bersama." kata Emma seraya menggelengkan kepalanya. Ia terkekeh pelan.
"Aku tidak yakin mereka bisa. Sudah bermacam alasan aku keluarkan agar orangtuaku meluangkan waktunya. Tetapi hasilnya sama saja. Mereka terus mengabaikanku dengan alasan yang sama. Selalu berkutat dengan kertas-kertas sialan itu sampai larut malam." kata Thalya sambil mengerang kesal. Tangannya kembali merapikan gelungan rambut auburn-nya yang sedikit berantakan.
"Sudahlah jangan dipikirkan terus. Aku yakin suatu hari nanti orangtuamu sadar jika anak semata wayangnya ini masih butuh perhatian." Emma menepuk-nepuk bahu sahabatnya itu. Thalya mengangguk dan tersenyum manis. Ia juga berharap itu akan terjadi.
Saat ini Thalya tinggal di New York. Ia tinggal sendiri di apartemennya. Kedua orangtuanya tinggal di Colorado dan bekerja disana. Mereka terlalu sibuk, itu yang membuat Thalya memilih pindah dari rumah orangtuanya kesini. Mencari pekerjaan dan memenuhi kebutuhannya sendiri. Awalnya orangtuanya menolak keputusan anaknya itu. Tetapi karena Thalya memaksa akhirnya mereka setuju. Asalkan ia tidak menolak jika orangtuanya mengirim uang bulanan untuk kuliah dan kebutuhannya.
Orangtuanya tidak mengekangnya. Bahkan membebaskannya melakukan apapun. Tetapi tetap dalam batasannya. Meskipun ia diperbolehkan melakukan sesuatu sesukanya, namun ia juga tahu, ada batas toleransi dalam segala hal. Jadi ia masih bisa berperilaku baik. Dan tidak membuat masalah sampai sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Athena ✔
Romance[COMPLETED] Short story Termasuk karya lamaku. Jadi kalau bahasa dan alurnya masih berantakan mohon dimaklumi. Kalau merasa cerita ini bikin sakit mata lebih baik tinggalkan saja, oke?