Beberapa hari kemudian.
"Hei!" seseorang menepuk pundaknya membuat Thalya berjengit kaget. Rasanya ia ingin memaki orang itu. Namun ia urungkan. Beruntung ia masih punya stok kesabaran untuk menghadapi teman gilanya ini.
"What?" tanya Thalya datar. Menutup lokernya dan berjalan mengabaikan orang itu.
Emma terkikik geli melihat wajah Thalya yang tampak kusut. "Oh, come on, girl. Jangan pikirkan kejadian kemarin. Madam memang begitu setiap harinya."
Thalya mendengus sebal. Moodnya sedang buruk sejak kemarin. Lagi-lagi dirinya terkena omelan Madam karena terlambat bekerja. Ia memang sudah sering terlambat. Tapi jangan salahkan dirinya! Salahkan saja tugas-tugas kuliah yang menumpuk. Dan ia juga memikirkan orangtuanya yang beberapa hari ini memintanya utuk kembali ke Colorado.
"Apa kau akan kembali ke Colorado?" tanya Emma tiba-tiba membuat Thalya menghentikan langkahnya. Menoleh ke arah Emma yang menatapnya sendu.
"Jangan menatapku seperti itu, Em. Itu terlihat menjijikkan. Aku hanya pindah ke negara bagian lain. Bukan ke benua lain." Thalya menjawab dengan mata memicing.
"Tetapi jarak New York dan Colorado itu jauh." rengek Emma.
"Untuk saat ini jangan bahas itu dulu, Em. Kau tidak mau menjadi sasaran karena moodku yang buruk ini, 'kan?"
Emma menelan salivanya berat. Ia tertawa sumbang. "Te-tentu saja tidak."
"Ayo, Em! Kita berangkat sekarang. Aku tidak mau mendapat omelan Madam lagi." ujar Thalya. Emma memutar bola matanya kesal. Berjalan mengimbangi langkah cepat Thalya
***
Di tempat lain.
Sudah beberapa hari ini Adrian belum sadar dari komanya. Semua orang berharap pria itu baik-baik saja.
Hari ini Fero berjaga di ruang inap sahabatnya itu. Pintu terbuka mengalihkan atensi Fero dari buku bacaannya.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Lena.
"Masih sama seperti sebelumnya." jawab Fero dengan raut wajah khawatirnya.
Lena menghela napas lelah. Tangannya mengusap rambut hitam anak sulungnya dengan sayang. Lalu matanya menangkap pergerakan di jari-jari Adrian.
"Fero!" seru wanita itu. Fero berjalan cepat mendekat dan melihat arah pandang Lena. Kemudian beralih menatap kedua mata Adrian yang perlahan terbuka. Dua orang itu bernapas lega. Fero setengah berlari keluar ruangan untuk memanggil dokter.
Tak lama kemudian ia kembali bersama seorang dokter di belakangnya. Dokter itu memeriksa keadan Adrian. Dan memberinya beberapa pertanyaan.
Kening Adrian berkerut dalam. Menunjukkan kebingungan. "Si-siapa kalian?" matanya menatap Fero dan Lena bergantian.
Pertanyaan itu menghantam telak di hati kedua orang itu. Mereka tidak menyangka jika ini akan terjadi. Adrian. Pria itu benar-benar tidak mengingatnya.
"Ka-kau tidak ingat aku?" tanya Fero dengan suara bergetar.
Dokter di sebelahnya menepuk pelan pundak tegap Fero. "Kita bicara dengan perlahan." Fero mengangguk mengerti. Sedangkan Lena sudah menangis tersedu.
"Kau ingat mereka?" tanya dokter bernama James itu.
Adrian menggeleng lemah. Ia mengatakan sesuatu dengan sangat lirih. "Thalya. Dimana Thalya?" tanyanya.
Fero mengernyit bingung. Menatap James dengan tatapan bertanya. "Apa kau kenal dengan orang bernama Thalya?"
Ada banyak orang yang bernama Thalya. Tidak mungkin 'kan ia mencarinya satu persatu siapa Thalya yang dimaksud. Bahkan teman semasa JHS-nya dulu ada yang bernama Thalya.
"Mungkin dia mengingat seseorang yang terakhir dilihatnya sebelum tak sadarkan diri." penjelasan James menjawab pertanyaan di benak Fero.
"Aku tahu siapa orangnya." Fero berujar cepat.
"Thalya? Gadis yang menolong Adrian waktu itu?" tanya Lena. Fero mengangguk cepat.
Mereka menatap Adrian yang terus meracau memanggil nama Thalya.
"Cepat jemput dia kemari." pinta Lena. Fero mengangguk kemudian pergi untuk menjemput Thalya. Ia akan menuju toko kue tempat gadis itu bekerja.
***
Pindah ke Karyakarsa
Usn : naigisa
KAMU SEDANG MEMBACA
My Athena ✔
عاطفية[COMPLETED] Short story Termasuk karya lamaku. Jadi kalau bahasa dan alurnya masih berantakan mohon dimaklumi. Kalau merasa cerita ini bikin sakit mata lebih baik tinggalkan saja, oke?