4. as far as

2.6K 688 59
                                    

  When the night was full of terrors
And your eyes were filled with tears
When you had not touched me yet
Oh, take me back to the night we met

Aku menipu diri sendiri jika tidak mengaku bahwa hatiku mencelos saat menemukan Yoongi dengan satu buket bunga Krisan dalam dekapannya kini sedang menyerah pada derai hujan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menipu diri sendiri jika tidak mengaku bahwa hatiku mencelos saat menemukan Yoongi dengan satu buket bunga Krisan dalam dekapannya kini sedang menyerah pada derai hujan.

Tubuhku mematung dan tidak tahu mesti berbuat apa sewaktu kami bertukar pandang untuk pertama kalinya dalam tujuh tahun.

Aku kira  hanya akan melihat dia di media sosial, mengeja namanya di artikel online. Namun sebaliknya, di sinilah pria itu kembali berada.
.
.
.

Yoongi duduk hanya berselang dua meter dariku, begitu dekat pun begitu jauh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
Yoongi duduk hanya berselang dua meter dariku, begitu dekat pun begitu jauh.

Ia tidak menyentuh secangkir teh panas yang sengaja kuseduh untuknya. Ia juga tidak mengatakan apapun meski aku tahu ada puluhan, di antaranya rentetan pertanyaan dan sebaris ungkapan, atau mungkin sekedar sesuatu yang lain—yang tidak akan pernah tersampaikan.

Kupandangi ia dalam balutan handuk putih milikku yang senada dengan buket Krisan dalam dekapannya. Tone kulit Yoongi yang pucat serta rambutnya yang pirang membuat dia terlihat bagai peri ringkih yang kehilangan sayapnya.

"Ada apa tengah malam begini?" Sungguh pembasa-basi yang buruk, "padahal kau bisa datang dengan cara yang lebih normal, besok."

Ujung-ujung bibirnya menyunggit menyerupai senyuman, tapi jauh untuk bisa dikatakan sebagai salah satunya. "Aku tidak punya kesempatan lagi. Tidak ada waktu."

Aku menebak-nebak apa dan kenapa.

"Dari dulu sekali..." kalimatnya terjeda, ia memilih untuk memalingkan wajah meski aku melihat bulir air mata mengalir turun tersamar oleh air hujan yang menetes dari rambutnya, "...aku ingin sekali minta maaf padamu."

Oh. Maaf.
Akhirnya...

Aku tidak mengerti laki-laki. Mereka mudah untuk mencampakkan tapi mudah pula kembali memohon maaf.

"Jadi... Apa aku sudah dimaafkan?"

Kami saling mengamati, aku dengan keherananku dan Yoongi dengan keresahannya. Sekujur tubuhnya tak kunjung mengering, seolah rinai hujan belum berhenti merundung dia—sampai-sampai genangan air terbentuk di sekitar kakinya.

"Tentu." Helaan napas panjang lolos dari mulutku, "Kumohon jangan khawatir."

Keheningan panjang kembali menguasai kami yang terjebak pada pikiran masing-masing.

"Apa kau ingat bagaimana kita bertemu untuk pertama kali?" Gumam Yoongi tiba-tiba.

Itu adalah pertanyaan yang cukup menyentak sampai-sampai memoriku secara paksa digiring ke tujuh tahun silam, menarikku kembali pada hari dimana penampilan Yoongi masih lusuh, dan rambutnya begitu lepek. "Bagaimana bisa aku lupa."

Ia memainkan genangan air dibawah kakinya, membuat cipratan-cipratan kecil diikuti senyum mengembang. "Jika kau diberi kesempatan untuk kembali ke malam itu dengan membawa ingatan tentang betapa brengseknya aku, akan kah kau menolak atau menerimanya?"

Pertanyaan mengejutkan lainnya ia lontarkan. Berkas kenangan bersama Yoongi yang tersusun rapi pada suatu sudut tertentu dalam kepalaku pun mendadak terporak-porandakan, satu-persatu ingatan diputar ulang bagai potongan film yang direkam secara acak.

Yoongi membuatku marah dan sedih, membuatku patah hati dan terpuruk. Sebelumnya pernah membuatku tertawa dan bahagia sepanjang waktu, merasa berharga dan dicintai, merasa beruntung dan spesial.

Akan kah aku melewatkanmu?

"Jika menolak artinya aku bakal melewatkanmu dalam hidupku dong? Kau memang bencana, Min Yoongi. Bencana favoritku..."

Ia memandangi kakinya dan tersenyum . "Terima Kasih."

Tapi aku penasaran. "Bagaimana denganmu? Akankah kau kembali?"

Hawa dingin mengagetkanku dengan bertiup melalui angin-angin di atas jendela, menghembuskan udara beku ke wajahku—tetapi tidak seterkejut saat Yoongi menggelengkan kepalanya lemah dan membalas, "Tidak. Lebih baik tidak mengenalmu sama sekali jika berakhir seperti ini."

Detik berikutnya, bunga Krisan dalam dekapan Yoongi jatuh ke lantai.

Tbc

The Night We Met | Min YoongiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang