❝ And then I can tell myself
What the hell I'm supposed to do
And then I can tell myself
Not to ride along with you. ❞"Mengakhiri tidak pernah sesulit ketika kau memulainya. Jadi, ketika kau hendak mengakhiri sesuatu, kau harus ingat jerih payahmu dulu." Mereka bilang begitu.
Tapi nyatanya, kesulitan tidak hanya datang di awal bukan? Kesulitan datang sesuka hatinya. Bahkan kesulitan juga menjadi alasan untuk mengakhiri.
Sederhananya, akan ada hari dimana kau akan merasa kesulitan pada apapun itu—pada hal yang pernah masuk daftar kesukaanmu sekalipun.
Kau akan merasa kesulitan pada anak anjingmu yang dulu menggemaskan kini menjelma jadi anjing tua yang bulunya kerap kali rontok, kau akan kesulitan pada ponsel lamamu yang lamban, pada layar televisimu yang berbintik, atau pacarmu yang lambat-laun berubah mengesalkan.
Tidak ada yang memberitahuku, betapa mengesalkannya aku selama kurang lebih empat tahun itu.
Aku juga tidak ingat pernah kesulitan menghadapi Min Yoongi. Tetapi yang mengejutkanku, ternyata Yoongi mengalaminya.
Aku memutuskan untuk menyingkir dengan cepat—beranjak pergi dari hidupnya. Sebagai satu yang paling mengenal Yoongi, aku pikir mungkin ia butuh ruang, ia butuh udara segar, dan kesempatan bertemu orang-orang baru.
Aku menyemangati diri sendiri dengan menanamkan pikiran bahwa hal-hal baru umumnya hanya berlangsung sementara. Jadi aku terus menunggu kalau-kalau dia rindu.
Tapi satu tahun dengan cepat beranjak ke tahun berikutnya. Aku ketakutan ketika Yoongi belum juga memintaku kembali masuk ke hidupnya.
Tapi beruntung bagiku, aku tidak perlu bersusah payah menghubungi dia dan menanyakan kabarnya. Karena Yoongi jadi produser dan pencipta lagu yang dikenal banyak orang. Namanya sering disebutkan dalam album populer yang musiknya meledak dimana-mana.
Akun sosial media Yoongi diikuti ribuan orang, dan aku adalah satu di antara pengikutnya.
Aku menatap mata Yoongi pada gambar yang diunggahnya semenit lalu. Dia baik-baik saja, bahkan senyumnya lebih cerah dibanding saat-saat ia bersamaku. Kulitnya terlihat bersinar, badannya tidak sekurus dulu, rambutnya tertata dengan sangat baik, baju yang dikenakannya mahal. Ia juga menambah satu tindikan di telinga dan itu benar-benar terlihat keren.
Dia baik-baik saja. Dibandingkan seorang Min Yoongi yang kutemui di perpustakaan empat tahun lalu, Min Yoongi yang sekarang... nampak berhasil lepas dari kesulitannya.
Aku ingin ikut bahagia. Seharusnya begitu, tapi tidak sanggup.
Aku berlari keluar rumah dan membiarkan terpaan angin menyakiti mataku.
Aku berlari sekencang mungkin, berharap ingatanku tentang Yoongi sudah tertinggal jauh di belakang.
Aku mengayunkan kaki berbelok menuju swalayan di blok selanjutnya, membuat para pegawainya bingung karena aku membeli dua bungkus jumbo keripik kentang dan dua kopi instan yang kuseduh sendiri.
Sendiri.
Aku menjawab pertanyaan yang tidak akan pernah mereka lontarkan, "Aku akan merayakan hari jadiku dan pacar-ah, maksudku mantan pacarku," satu tetes air mata meluncur turun ke pipiku, "seharusnya di hari ini jadi yang kelima."
Malam itu aku berniat menghabiskan dua cup kopi panas dan seluruh cemilan itu sendirian di muka swalayan. Membiarkan diriku menangis sampai air mata tidak sanggup keluar lagi, melalui headset memainkan seluruh lagu Billie Eillish dan lagu patah hati lainnya.
Sampai satu orang pria bermantel gelap mengambil tempat duduk di hadapanku dengan wajah cemas dan rencana menangisi Yoongi hingga subuh nampaknya dengan terpaksa harus kuhentikan.
Orang itu adalah teman lama Yoongi, teman yang juga ia tinggal pergi dan lupakan.
Ia menyodorkan satu kemasan tisu sembari tersenyum kelewat lembut, tanpa melontarkan sepatah katapun. Tapi dengan menatap matanya aku dapat mendengar sebuah alunan lagu yang sendu.
Aku memikirkan banyak hal setelahnya.
Seolah baru saja sorot matanya menyadarkanku betapa luasnya bumi tempatku berpijak. Ada orang lain selain Min Yoongi, tentu saja.
Ia terus duduk di sana, mendongak menatapi langit gelap tanpa bintang dan sesekali melirik ke arahku. "Maaf menganggu." ungkapnya.
Aku menyeka sisa air mata di wajahku dengan tisunya, "Aku jadi bingung harus merasa kesal atau berterimakasih."
Aku menyodorkan keripik kentang dan satu cup kopi yang awalnya hendak kuhabiskan sendiri.
Setelah kami menghabiskan semua cemilan itu bersama dalam diam, dan setelah air mataku sudah sepenuhnya kering, aku pun dengan berani mengambil sebuah keputusan besar.
Kuputuskan untuk memperlakukan diriku sama baiknya seperti aku nemperlakukan Yoongi.
Aku akan memberikan diriku sendiri ruang, udara segar, kesempatan bertemu orang-orang baru, dan mengakhiri kesulitanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Night We Met | Min Yoongi
FanfictionKetika hanya salah satu dari kami saja yang menginginkan untuk kembali 🔺A short story / FICLET 🔺You X Min Yoongi BTS 🔺Song to Listen: The Night We Met - Lord Huron Written in August 29th | Cover by peach-nuc (02-09-2018 peringkat 61 di #ficlet) (...