Penolakan dan Perubahan

55 2 0
                                    

Kemarin Ratna Sarumpaet, seorang politisi perempuan, aktivis HAM, dan juga salah satu juru kampanye calon presiden nomor urut nol dua pasangan Prabowo-Sandi sedang ramai dibahas di media sosial twitter. Saya mengetahuinya setelah melihat perdebatan Tompi, seorang musisi yang juga baru saja kuketahui adalah seorang dokter bedah plastik dari saling adu argumennya dengan seorang politisi, Fadli Zon yang dulunya pernah menjadi ikon sabun detergen dengan rambut seperti sapu yang dicat berwarna-warni. Mirip anak Punk, bedanya, gaya rambut Fadli Zon ketika menjadi ikon sabun detergen melintang dari kiri ke kanan.
Kata Fadli Zon, wajah Ibu Ratna menjadi lebam dan bengkak akibat pengeroyokan yang dilakukan oleh oknum yang biadab dan kejadian tersebut juga membuat Ibu Ratna trauma. Tidak lama setelah kabar itu, akhirnya muncul kabar klarifikasi dari Ibu Ratna sendiri dan mengakui kebohongan yang telah ia sampaikan.

Bagiku, wacana-wacana yang beredar di media sosial daring akhir-akhir ini terlalu dibesar-besarkan dan terlalu banyak drama. Ya terlalu banyak drama. Tidak hanya di media sosial. Kehidupan yang kujalanipun rasanya penuh drama.

Kemarin, saya tidak tahu tanggal berapa. Bertepatan dengan kabar Ratna Sarumpaet dikeroyok yang belakangan telah diklarifikasi sebagai berita bohong oleh dirinya sendiri. Ya, mekanisme ingatanku tentang waktu kejadian tidak begitu terstruktur. Saya menandai waktu dengan rangkaian kejadian yang terjadi. Bagi saya satu hari rasanya bukan dua puluh empat jam. Tapi satu hari adalah akumulasi waktu yang saya habiskan sejak bangun setelah tidur saat langit masih gelap sampai saya tertidur kembali.

Ya, kemarin setelah ada kabar klarifikasi dari Ratna Sarumpaet yang saya ketahui lewat instagram, waktu itu juga saya sedang bersiap-siap menuju ke  anjungan Pantai di Ibukota. Sekitar empat puluh lima menit berkendara dengan sepeda motor menurut perangkat penunjuk arah google maps. Sebelum berangkat, saya kembali menyalakan sebatang rokok kretek. Mungkin sekitar 15 menit waktu yang saya habiskan untuk menghisap sebatang rokok itu sampai habis. Baru saja akan beranjak dari kasur pegas yang kududuki. Dua orang adik tingkatku berdiri di depan pintu kamar.

"Ya? Kenapa bro?"

"Anu kak, tadi katanya saya dipanggil, maaf tadi hapeku tidak aktif"

"Oh iya, anu tadi Ode mau pinjam motor, sekarang sudah tidak"

"Oh iya kak. Eh anu kak, masih sementara pelatihan juga di Pondok Berlian"

"Oke, lanjutkan. Saya tidak ke sana dulu, mau pergi melukis, tapi coba kau ke Ode. Siapa tahu dia masih mau pinjam, dia ada di kontrakannya Ilham sekarang. Dekat studiomu yang dulu, eh studiomu masih di sana kah?"

"Yang mana kak? Yang di perumahan Mawang?"

"Iya, yang di sana. Satu lorong dengan tempatmu, di samping kios, rumah warna hijau"

"Siap kak"

"Eh, tunggu dulu. Kalau motormu dipake sama Ode kau naik apa?"

"Saya diantar sama Ghazy kak"

"Oke, ke sana saja"

Setelah mereka berdua pergi, saya menyempatkan mengetik di kolom komentar dari twit Fadli Zon sebelum berangkat.

Tiba di anjungan pantai, saya masuk lewat pintu gerbang di dekat sekretariat panitia festival yang akan diadakan di anjungan itu 10 Oktober nanti. Satuan Polisi Pamong Praja Wanita berseragam coklat kelihatan ramai berjaga di sepanjang parkiran dan pemasangan panggung serta tenda untuk persiapan festival juga sudah dimulai. Saya langsung menuju ke parkira di dekat galeri seni dan memarkir kendaraan di situ.

Satu, dua, tiga. Saya menghitung beberapa detik di dalam hati sebelum melepaskan helm, kemudian menatap kaca spion. Bukan untuk bercermin, tapi sekedar mempersiapkan diri. Setelah beberapa detik, saya turun dari motor dan langsung berjalan menuju pintu masuk galeri. Sebelum sampai di pintu masuk, saya melintasi jendela samping galeri seni. Dari luar, dinding-dinding galeri kelihatan kosong tanpa lukisan yang dipajang. Waktu itu kupikir semua lukisan diturunkan karena akan dicat ulang untuk festival.

Langkahku berbelok ke kiri, mengambil sebatang rokok di saku, kemudian membuka masker. Di depan pintu ternyata sudah sangat ramai, tidak ada yang kukenali. Jadi saya berjalan masuk ke kerumunan. Beberapa orang seniman sedang sibuk melanjutkan lukisan di kanvas berukuran setinggi empat meter dan lebar dua meter. Di dalam galeri, orang-orang sibuk memindah-mindahkan barang. Mungkin panitia. Kemudian akhirnya saya melihat wajah yang saya kenali. Namanya Bu Yanti, istri pelukis yang menjaga galeri di sini.

"Bu Yanti, permisi"

"Eh, baru datang?" Katanya setelah berbalik

"Iya bu, saya baru sempat datang. Mau lanjutkan lukisanku yang belum selesai"

"Ooh itu, sudah di blok kemarin, gambarnya di ganti"

"Oops.." Kataku merespon dengan tenang

"Iya dilukis ulang sama anakku"

"Oh iya bu, hehe.. diganti jadi apa?"

"Ada di dalam, sudah mau dipajang, tapi kalau mau melukis lagi, ambil saja kanvas baru, banyak sudah dibuat sama anak-anak. Sudah punya konsep kan?"

"Iya bu, hehe.."

Kemudian saya masuk ke galeri, lalu keluar lagi karena tidak tahu ingin membantu apa. Di luar saya berdiri sejenak, kemudian meninggalkan keramaian kembali ke parkiran. Saya duduk di atas motor, kemudian membakar rokok. Setelah terbakar, saya berpikir untuk langsung pulang saja dan tidak perlu berlama-lama lagi di sini.

"Orang yang telah mencapai tingkat aktualisasi diri di dalam piramida kebutuhan dasar manusia yang diciptakan Abraham Maslow harus diberikan wadah untuk meng-aktualisasikan dirinya. Ketika di dalam sebuah kelompok, individu yang berada ditingkatan ini merasa tidak dihargai kemampuannya, maka ia akan meninggalkan kelompok tersebut dan mencari tempat lain untuk mengaktualisasikan dirinya."

Dalam perjalanan pulang, tiba-tiba saja saya mengingat kalimat yang sering saya ucapkan saat membawakan materi tentang keorganisasian. Kalimat-kalimat yang sering saya ucapkan terngiang-ngiang kembali dalam pikiran saya.

"Jika di dalam sebuah kelompok, kamu merasa tidak dihargai, tinggalkan. Jangan menghabiskan waktu terlalu lama di dalam lingkungan yang membuat perkembangan dirimu terhambat."

Kisah yang biasa sajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang