chapter 1.5

327 3 0
                                    


"Ajarin aku, mapel Bahasa Inggris, Biologi, dan Akuntansi ya, please," pintanya memohon. 

"Boleh. Tapi, ntar aku dapat apa, nih? Masa guru privat, ga dapet upah?" Tanyaku mengodanya.

Deni berpikir sejenak, kemudian ia menjawab. "Ok, nanti aku akan antar jemput kamu tiap hari. Selama kamu jadi mentor dadakanku, plus tiap jam istirahat, kita makan bareng di kantin! Gimana?"

Aku lantas berpikir sejenak atas penawarannya, "lumayan juga sih, bisa jajan di kantin." Karena bagiku, punya uang saku untuk jajan di kantin, itu adalah suatu berkah. Melihat kenyataan kehidupan keluargaku yang serba kekurangan.

"Ok, deal," sahutku setuju sambil bersalaman dengannya. 

Kemudian aku berjalan ke luar kelas, untuk pergi ke kantin mengambil uang hasil jajanan ibuku.

Tiba-tiba.... 

Deni menarik ujung baju belakangku, yang sengaja aku keluarkan dari celanaku.

"Tungguin, jangan di tinggal! Takut tau!" Serunya dengan nada yang manja.

Aku kaget dengan perubahan sikap Deni, berubah secara drastis. Dari sikapnya yang sinis dan antipati, terhadapku hilang tak bersisa, kini ia bersikap manja dan manis padaku.

Deni masih saja menggengam erat ujung baju belakangku, setelah dari kantin. Kulihat keadaan sekolah sudah sepi, hanya tinggal beberapa murid saja yang masih berada di halaman sekolah. Mungkin mereka sedang menunggu jemputan.

Aku melangkah menuju pintu gerbang sekolah dengan santai.

Namun, tiba-tiba....

Tubuhku tertarik ke belakang, hampir saja aku jatuh terjengkang. Kalau saja aku tidak berpegangan pada pintu gerbang sekolah.

Kulihat ke belakang, ternyata Deni yang menarikku, aku benar-benar lupa, kalau ternyata Deni masih mengikutiku, sambil berpegangan pada ujung bajuku.

Kulihat wajahnya yang merah, sambil menyipitkan matanya. Deni terlihat menahan marah sambil menggigit bibir bawahnya.

"Jahat banget, sih! Kamu Gas, jadi cowok, kok cuek banget!" Deni kesal, ia mendampratku.

"Jahat...! Gimana sih, Den?" Seruku bertanya padanya, sambil memasang wajah bloonku.

"Kamu tuh, ya! Udah tau dari tadi, aku di belakangmu. Tapi, kamu ga pernah nenggok! Apalagi ngomong?" Semprotnya.

"Tanyain kek, kamu pulang sama siapa?" Omelnya. Deni menggerutu. "Pulang naik apa? Kamu tuh, gak peka, tau ga?" 

"Yaelah!! Jadi cewek, gini amat ya."Sahutku menanggapi. "Masalah kayak gitu aja, di besar-besarin!" 

Bibir tipisnya, makin manyun aja, mendengar jawabanku tadi.

"Ya udah, kamu pulang sama siapa?" Seruku mengulangi kembali perkataannya tadi, sambil menggodanya. "Naik apa? Deni yang cantik, tapi galak bin judes." 

"Ya, pulang sama kamu lah! Agas jelek," sahutnya bercanda, terlihat senyum dari bibirnya. "Naik motorku! Kan, aku tiap hari naik motor ke sekolah. Oon banget, sih. Kamu!"

"Ya udah. Cepetan gih, ambil motor kamu di parkiran!" Seruku menyuruhnya. "Aku tunggu, di sini aja!"

"Anterin, ambil motornya! Gak mau tau, pokoknya. Anterin!"Serunya merengek manja. "Takut tau, mana dah sepi lagi?" 

"Ya udah." Sahutku mengalah. "Ayo cepetan, dah sore ini!" 

Aku lantas menggandeng tangannya.

"Gila!! Tangannya, halus banget." ucapku membatin. 

a single moment of sincerityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang