chapter 2

272 5 2
                                    


POV DENI

Hari ini, aku berangkat ke sekolah, dengan se-gudang perasaan resah di hatiku.

Aku pindah ke kota ini, 2 bulan yang lalu, karena mengikuti ayahku, yang pindah tugas ke kota ini.

Ayahku adalah seorang hakim. 

Beliau ingin, menghabiskan masa pensiunnya, di kota ini. Karena kota ini adalah kota kelahiranya.

Kunaiki motorku menuju sekolah dengan tergesa-gesa, karena ingin segera sampai ke sekolahku, supaya dapat tempat duduk sesuai keinginanku, jangan sampai keduluan siswa/siswi yang lain.

Di tengah perjalanan menuju ke sekolah, aku melihat seorang cowok, dengan seragam SMA. Cowok itu sedang menjinjing sebuah keranjang, berisi risol dan pastel.

Cowok itu, sedang membantu seorang bapak-bapak, menaikkan barang dagangannya, ke dalam becak yang akan dinaiki.

Seragam cowok itu, terlihat kumal dan lusuh. Dia bahkan, memakai sepatu dengan sol yang sedikit terbuka di ujungnya.

Kulihat badge nama sekolahku yang baru. Nangkring, di lengan baju cowok itu.

"Apa dia, satu sekolahan, denganku?" tanyaku dalam hati.

Kuperhatikan lagi, dengan seksama!

Cowok itu, selalu tertawa lebar. Seakan-akan, ia tidak memiliki beban, di hatinya.

Gigi gingsulnya, yang ada di sebelah kiri atas, selalu terlihat. Jika, dia tersenyum.

Potongan rambut mandarin, ala andy lau.

"Hehehe..." tawaku terkekeh.

Sungguh, tidak cocok dengan wajahnya yang dekil, dan kulitnya hitam, tersengat matahari.

Dia kemudian, melanjutkan perjalanan menuju ke sekolah, setelah membantu bapak-bapak tadi.

Begitu sampai di sekolah, aku langsung menuju ke kelasku. Dan segera meletakkan tasku ke bangku.

Tiba-tiba...

Aku dikagetkan, oleh sebuah tepukan di pundakku. Seketika, aku menoleh ke belakang.

Terlihat di hadapanku, seorang gadis manis, dengan rambut panjang lurus sepundak, rambut gadis itu hitam terurai.

Wajahnya bulat dengan hidung mancung serta bibir yang terus menyunggingkan senyum manisnya.

Dia mengulurkan tangannya, mengajakku berkenalan.

"Namaku, Nuning Rahayu, kamu?"

"Deni Puspitasari." jawabku.

"Aku boleh, duduk di sampingmu, apa tidak?"

"Boleh, kok. Silahkan, aja!" jawabku mempersilahkan.

Tak berapa lama, aku kembali melihat cowok yang di tengah jalan tadi, sedang mengaduh kesakitan, karena kepalanya kena jitak.

"Ternyata benar, dia sekelas denganku." gumamku membatin.

Kulihat, dia ditarik temannya, yang tadi menjitaknya, untuk duduk di depan bangku-ku.

Selang berapa menit kemudian....

Setelah kami duduk, aku melihatnya, sedang mengendus-endus sesuatu.

Tiba tiba...

Dia menoleh ke belakang, melihat ke arahku, dengan hidungnya, kembang-kempis.

"Ngapain tuh, hidung kembang-kempis?" tanyaku bernada sinis padanya.

"Ngga, tadi kayak, cium bau pete aja." jawabnya bercanda.

a single moment of sincerityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang