Chapter 3
Malam ini, suasana terasa panas. Aku yang berada di kamarku, segera melepas kaosku untuk mengurangi rasa gerah.
Setelah sore tadi, aku disidang oleh ibu dan adikku. Mereka berdua bertanya tentang Deni. Aku langsung mandi dan setelah selesai mandi, segera balik ke kamarku yang berada di luar rumah.
Kupandangi poster-poster yang tertempel di dinding. Poster-poster itu, kebanyakan berasal dari poster band dan pamflet konser yang pernah di adakan di kotaku.
Kulihat poster Pantera dan Dimmu Borgir favoritku, yang tertempel di samping poster Kurt Cobain yang memegang gitar.
"Kira-kira terganggu tidak ya, Deni. Dengan pemandangan ini!" pikirku dalam hati.
Kulihat puntung rokok bertebaran di lantai yang dilapisi dengan karpet hijau yang pudar warnanya.
"Kerjaan Yoko sama Wiro ini pasti!" gumamku.
Ya, dua sahabatku itu, memang perokok berat. Aku juga merokok sih, tapi ga seperti mereka, yang sehari saja bisa habis dua bungkus.
Meskipun, ibuku tidak melarangku, untuk merokok. Tapi, aku tidak pernah sekalipun, merokok di hadapan beliau. Ya, aku masih sungkan, untuk merokok di hadapan beliau.
Aku mulai membersihkan kamarku, agar besok Deni bisa belajar, dengan nyaman di sini!
"Eh, tapi kenapa? Sejak tadi, aku kepikiran kata-katanya, waktu pulang ya?" batinku bertanya.
Kenapa aku selalu teringat, dengan senyumnya, dan sifat manjanya, ya? Padahal, aku merasa dia jahat banget. Kepalaku sering benjol, karena kena pukul pengaris besinya, hanya karena masalah sepele.
Dia suka main kasar, kalau main kasar yang lain, pasti aku layanin dah, hehehehe. Kayak aku pernah aja. Deket ma cewek aja, kadang grogi, sampai kebelet pipis.
Ya, dari dulu aku selalu lemah, jika berhadapan dengan cewek. Dari SMP banyak teman-teman cewek, yang mau mengenalku dekat, hanya agar dapat memanfaatkanku, untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah mereka. Atau pun membelikan makanan di kantin, tentunya dengan uang mereka, karena aku jarang punya uang.
Tapi, entah kenapa? Dengan Nuning dan Deni aku merasa beda. Aku sama sekali, tidak merasa dimanfaatkan oleh mereka berdua. Kecuali, Deni. Dia aja galak, ma aku. Masak ngupil aja, kena pukul kepala, pake penggaris besi.
Kedekatanku pada Nuning, memang aneh. Dia termasuk cewek yang cantik, tapi perhatiannya kepadaku, kurasakan terlalu berlebihan.
Sering dia membelikanku es, dan mendoan dari kantin. Jika melihatku tidak keluar kelas waktu istirahat.
Nuning juga sering mengajakku ngobrol di taman depan kelas, saat pelajaran kosong, ataupun istirahat. Dia tidak sungkan mengandengku, saat jalan bersama. Bahkan, kadang sambil menyender di bahuku, saat kita ngobrol bareng.
Pernah waktu itu, dia di tembak oleh kakak kelas. Dia menolak si kakak kelas tersebut. Dengan alasan. Bahwa, dia sudah berpacaran denganku. Aku sampai bingung di buatnya, dan hasilnya pulang sekolah, aku dicegat oleh kakak kelas tersebut, bersama dengan ke-enam teman-temannya. Mereka berniat mengeroyokku. Kebetulan sekali, para sahabatku, sedang lewat di sana saat itu!
Alhasil, kita berlima berkelahi, melawan gerombolan si kakak kelas tersebut. Untung saja dipihakku, ada Yoko dan Sanipan, anak STM yang sering berkelahi.
Aku berkelahi dengan kakak kelas tersebut. Namun, aku langsung terkena bogem mentahnya, yang menyasar di hidungku. Kepalaku, tiba-tiba berasa pusing, dan lidahku mencecap rasa asin, dan besi.
"Ini pasti aku, mimisan!" pikirku membatin.
Tidak mau kalah, aku lalu mengirimkan kaki kiriku. Menendang selangkangan, kakak kelas tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
a single moment of sincerity
RomanceCerita tentang pencarian tulang rusuk seorang pria