Part 2

640 49 0
                                    

            "Itu juga yang gadis-gadis lain katakan sebelum kamu. Dan kami tahu itu hanya akting saja. Karena banyak dari mereka memang menginginkan cara ini untuk mendekati Pak Panji..."

"Tapi saya tidak...sama sekali tidak!" Aku berkeras menjelaskan. Namun orang-orang di kantor itu malah tersenyum sinis. Bahkan beberapa dari mereka mentertawaiku. Hatiku panas bukan main. Apa-apaan sih mereka? Aku semakin tersinggung. Dan aku semakin merasa terhina saat Pak Panji mendekat dan menunjuk bungkusan yang ada di tanganku.

"Bawa kembali bungkusan itu. Aku sudah bawa makan siangku sendiri..."

"Oh nggak. Saya akan tinggalkan bungkusan ini disini karena saya hanya mengantarkan. Kalau saya bawa kembali saya yang akan disalahkan." Aku meletakkan bungkusan itu di atas meja Pak Panji. Namun tak kusangka Pak Panji langsung melempar bungkusan itu ke lantai. Tepat di depanku.

"Sudah kukatakan aku tidak mau...Dan jangan pernah berusaha melakukan cara membosankan ini lagi... mengerti?'

"Cara apa? Untuk apa? Saya nggak punya maksud apa-apa..."

"Sudahlah...", llelaki tampan namun sombong itu lalu membalikkan tubuhnya dan tidak memperhatikanku lagi. Aku mersaa sangat terhina.mengapa aku diperlakukan seperti ini? Aku hanya mengantarkan amanat Mbak Yuli.

Lalu mengapa harus mengalami hal memalukan ini? Dengan mata memanas aku meninggalkan kantor yang mengerikan itu dengan langkah lebar. Sempat kurasalan tatapan para staf yang memandangku dengan aneh. Beberapa menunjukkan rasa kasihan, lainnya tampak sinis dan mentertawakan. Duh...

Itu adalah peristiwa seminggu lalu . Rasa sakit hati dan terhina serta rasa malu itu tidak bisa kulupakan. Kini aku malah merasa kecewa dengan mbak Yuli. Aki tidak paham kenapa bosku itu tega menjerumuskanku pada lelaki sombong itu. Apa maksudnya?

Mbak Yuli berangkat ke Singapura di hari itu untuk training. Kini aku malas untuk melaporkan tugas-tugasku padanya. Beberapa kali aku tahu Mbak Yuli meneleponku untuk menanyakan pekerjaanku, namun aku menghindar.

Aku masih kecewa padanya. Mbak Yuli yang kuanggap seperti kakakku sendiri itu tega membuatku dipermalukan seperti itu. Kenapa ia tidak berterus terang padaku. Kalau aku tahu ia berniat menyodorkanku untuk dijodohkan dengan sepupunya yang angkuh itu, tentu akau akan tegas menolaknya. Emang aku perempuan apaan? Kayak nggak laku aja!

Beberapa kali aku bertemu Pak Panji di lorong atau di lift. Aku merasa lelaki tampan yang sombong itu memperhatikanku dengan sudut matanya. Namun aku yang merasa kesal dan tersinggung dengan sikapnya tidak mau menyapanya.

Aku berpura-pura tidak melihatnya. Seolah ia hanya sebutir debu yang tak tampak. Biarlah toh kami tidak saling kenal sebelumnya. Aku tidak ingin berurusan lagi dengan lelaki congkak itu.

Lalu suatu hari mbak Yuli pulang dari Singapura dan mendekatiku.

"Ratri, kenap kamu absen melapor selama aku di Singapura?"

"Ya biar saja mbak lihat sendiri laporannya sekarang" Aku menyodorkan map laporan ke depannya dengan tak acuh. Mbak Yuli menatapku heran.

"Kamu kenapa Tri?"

"Nggak papa..."

"Kok kayaknya nggak semangat gitu? Kalau sakit istrirahat dulu..." Mbak Yuli lalu mengambil map laporan dan beranjak menuju kantornya. Baru beberapa langkah ia menoleh lagi.

"Oh ya... bungkusan untuk Pak Panji sudah sampai kan?" Aku mendongak. Aku merasa wajahku saat itu sangat panas. Diingatkan pada peristiwa itu, seketika amarahku bangkit kembali.

"Sudah kusampaikan. Tapi dia nggak mau menerima. Malah dilemparnya bungkusan itu ke depanku..."

"Apa? Mengapa begitu?"

"Tanya sendiri pada lelaki angkuh dan sok itu. Kenapa ia memperlakukan aku yang hanya menjalankan perintahmu saja seperti anjing kurapan. Ingat mbak.. Aku nggak akan mau disuruh berurusan dengannya lagi. Tidak akan pernah!" Mataku memanas karena menahan air mata kemarahan. Aku lalu menunduk berusaha untuk menahan air mataku agar tidak jatuh. Mbak Yuli terbelalak.

"Ratri? Benarkan Panji melakukan itu semua? Ya Tuhaannn... Kenapa ia segila itu?"

"Ia menganggap aku adalah salah satu dari cewek-cewek yang mbak sodorkan untuk menjadi pasangannya. Para staffnya bilang mbak Yuli sering melakukan hal semacam itu untuk mencarikan jodoh Pak Panji yang masih melajang itu. Benar seperti itu mbak? Kenapa mbak nggak bilang? Kalau tahu aku akan diumpankan seperti itu, aku pasti akan menolaknya. Emangnya aku ini perempuan apaan kok disodor-sodorkan.. seperti tidak laku saja...!" Aku kembali meluapkan amarahku. Mbak Yuli melongo. Lalu wajahnya tampak pias.

"Ya ampuuuunnnn... Jadi itu masalahnya? Tuhaaannn... Kenapa sejauh itu pemikiran Panji? Duh Triii... Maafkan aku ya. Sungguh aku sama sekali tidak bermaksud seperti itu. Memang kuakui aku dulu sering melakukan itu. Aku prihatin dengan Panji yang sudah setua itu belum juga menemukan jodohnya. Namun sejak ia protes beberapa waktu lalu, aku pun berheti melakukannya. Dan ini.. Aduhh... Ratri... aku benar-benar menyesal. Aku tidakbermaksud menyodorkanmu pada dia, aku benar-benar meminta bantuanmu untuk mengantarkan bungkusan itu karena selain ada kue buatanku, aku juga menyelipkan flashdisk proyek edisi khusus dua bulan mendatang.. Sungguh Tri, aku tidak menyangka ia akan salah duga seperti ini..." Mbak Yuli berusaha menjelaskan. Wajahnya tampak menyesal luar biasa. Berkali-kali ia meminta maaf. Namun aku sudah tak bisa berpikir lagi. Hatiku benar-benar kecewa dan kesal.

"Panji harus meminta maaf padamu karena ia benar-benar kurang ajar memperlakukanmu seperti itu...":

"Sudahlah mbak...Aku ingin melupakan kejadian memalukan itu. Yang penting jangan sampai akau berurusan dengannya lagi. Jangan pernah..." ucapku getir.

****

Don't forget follow my Instagram
@naneunchaa_

Luv u all ❤

Nana👑

Hate For Love[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang