Gus Fatih Al Fariizi adalah putra tunggal Kyai Ibrahim Al Fariizi. Pada usia yang masih terbilang muda ia sudah menguasai banyak ilmu, kecerdasannya tidak diragukan lagi, ketampanannya banyak dipuji, terlebih ia sudah memiliki usaha sendiri di usianya saat ini.
Oleh karenanya, Kyai Ibrahim bermaksud untuk menjodohkan putranya dengan putri Kyai Ahmad Umar Ghozali yaitu Nafissa Humasa. Gus Fatih merasa tidak enak untuk menolak ayahnya, disisi lain hatinya ingin mencari cinta sejatinya sendiri. Kegundahannya ia ceritakan kepada sang sahabat yaitu Gus Hisyam Ahmad Maulana, ia adalah putra Kyai Amin Luthfi Maulana, salah seorang kyai terpandang yang disegani oleh para kyai.
Pada sore yang cerah, Gus Fatih menghampiri Gus Syam yang saat itu sedang duduk bersila di sebuah gubuk kecil yang terletak di tepi sawah.
"Gus Syam!"
"Sudah saya bilang jangan panggil saya seperti itu!" jawab Hisyam tidak suka.
Gus Fatih tersenyum. "Memangnya sampean ingin dipanggil apa? Dik Hisyam? Mas Hisyam? Sayang Hisyam?"
"Wah, jangan begitu juga. Kalau itu malah terdengar mesra. Takutnya nanti orang-orang pada salah sangka dengan hubungan kita, Gus!" Hisyam tertawa menanggapi guyonan sahabatnya.
Gus Fatih ikut tertawa. Ia lalu duduk di samping Hisyam sambil memandangi hamparan padi yang mulai menguning siap dipanen.
"Gus, bolehkah saya bercerita?" Gus Fatih memandang Hisyam serius.
Hisyam menoleh. "Silakan, Gus. Saya siap mendengarkan."
"Ngeten lho, Gus. Abah itu merasa saya sudah mampu untuk berumah tangga. Beliau bermaksud menjodohkan saya dengan putri Kyai Ahmad Umar Ghozali. Sebenarnya saya itu mau nolak tapi nggak enak. Bagaimana baiknya ya, Gus?"
"Lah kalau memang sudah mampu dan siap lahir batin, ngapain nunggu besok, Gus?" Hisyam tidak mengerti dengan pemikiran Gus Fatih.
"Masalahnya, Gus ...."
"Sampean pengen nyari calon sendiri?" tebak Hisyam.
Gus Fatih mengangguk. "Nah, itu maksud saya, Gus."
Hisyam tertawa pelan. Gus Fatih merasa bingung karena tidak ada hal yang lucu.
"Gus, Gus, sampean pasti belum pernah ketemu putrinya Kyai Ahmad Umar Ghozali, kan?" Hisyam menggeser duduknya supaya lebih dekat.
"Memang belum, Gus. Sampean sudah pernah ketemu?"
Hisyam tersenyum penuh arti. "Denger-denger sih, Gus, orangnya cuantiikk! Kayak bidadari. Rugi kalau nolak. Ya, saya nggak nyaranin sampean buat nolak atau nerima. Saya netral saja. Cuma menurut saya, mending sampean minta ketemu aja dulu, baru memutuskan apakah mau nerima atau nggak."
Gus Fatih tidak menjawab lagi, meskipun terkadang nasihat sahabatnya terdengar sembrono tapi sesungguhnya Gus Hisyam adalah orang yang bijak dan berpikir panjang. Di samping itu, Gus Hisyam memiliki sesuatu yang istimewa. Ia dikaruniai kecerdasan yang bahkan Gus Fatih sendiri tidak tahu seberapakah kedalaman ilmunya. Ia khatam menghafalkan Al Qur'an saat usia 15 tahun lalu menghafalkan Alfiyah setelahnya. Ia bahkan memiliki wajah yang sangat tampan dan selalu berseri-seri. Dari auranya terpancar kalau ia terlahir menjadi calon orang yang besar dan berpengaruh.
Satu hal yang menurutnya aneh, hampir semua santri di pondok ini tidak ada yang tahu kalau Hisyam adalah seorang Gus. Itu semua berkat penampilannya yang seperti rock n roll daripada seorang Gus. Hisyam lebih suka memakai celana jeans dan kaos oblong daripada memakai sarung dan baju koko. Selain itu, dia rajanya takziran. Hampir tiap hari ada saja pelanggaran yang ia lakukan sampai membuat pengurus bosan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Juga Manusia (Terbit)
General FictionGus itu juga manusia, makan, minum, dan pastinya juga kentut. Salah satunya adalah Gus Hisyam yang lebih dikenal dengan nama Kang Hisyam kini sedang naik daun dan menjadi pujaan para santri putri, ternyata ia pernah berkali-kali ketikung cinta. "S...