Sebuah Permintaan

5.5K 231 17
                                    

Seorang laki-laki berparas tampan dengan mengenakan baju koko berwarna hitam dan sarung hijau tua mendekati Hisyam dan Tong Fang.

"Saya cari sampe muter-muter ndalem ternyata di sini," kata laki-laki itu.

"Gus Bayezid." Tong Fang tersenyum pada putra sulung Kyai Amin Luthfi Maulana itu, lantas menundukkan wajah.

"Gus Syam, saya pamit dulu njih mau lotisan sama yang lain. Matur nuwun buat mangganya. Mari, Gus Bay." Tong Fang segera beranjak pergi.

Hisyam dan Bayezid mengangguk singkat. Kini tinggallah dua kakak beradik itu. Gus Bayezid merangkul adik satu-satunya dengan sayang.

"Pripun kabare Dek Hisyam?" tanya Gus Bayezid.

Hisyam tersenyum. "Alhamdulillah, Mas. Njenengan?"

"Alhamdulillah juga, yuk masuk. Ibuk udah nungguin dari tadi buat makan siang," ajak Gus Bayezid pada Hisyam.

***

Sehabis salat Maghrib berjamaah dan tadarusan, keluarga Maulana berkumpul di ruang tamu. Bu Nyai Nuraini Baiti tiba-tiba menangis. Kyai Amin Luthfi Maulana segera mendekat pada belahan jiwanya itu.

"Ada apa tho Bune kok tiba-tiba nangis? Abah salah apa?" tanya Pak Yai Amin sambil mengelus punggung istrinya.

"Ibuk cuma terharu, Bah. Jarang sekali keluarga kita bisa lengkap berkumpul seperti ini bahkan lebaran kemarin saja Bayezid tidak pulang. Sekarang Bayezid dan Hisyam ada disini semua rasanya seperti mimpi," kata Bu Nyai Nuraini Baiti sambil mengusap air matanya.

"Alhamdulillah, Buk. Sekarang Bayezid sudah sepenuhnya bisa fokus membantu mengembangkan pondok ini, tapi kalau Gus Syam masih harus menyelesaikan mondoknya," kata Bayezid.

"Alhamdulillah, Bune. Sebenernya, Abah menyuruh Hisyam pulang juga karena sesuatu hal." Kyai Amin menimpali.

"Apa itu, Bah?" tanya Bu Nyai Nuraini Baiti penasaran.

Kyai Amin tersenyum penuh arti. "Hayoo, Bune ingat nggak hari ini tanggal berapa?"

Bu Nyai tampak berpikir sejenak. "Tanggal 15," jawabnya kemudian.

"Kok pinter banget tho, Bune. Jawabannya mbok yang greget dikit gitu lho."

"Emang ada apa sih, Bah? Kalau tanggal ulang tahun pernikahan kita kan masih bulan depan, hari ulang tahun Ibuk juga udah bulan lalu." Bu Nyai semakin penasaran.

"Wah, Abah ini memang kelewat romantis." Pak Yai Amin memuji diri sendiri.

Bayezid dan Hisyam hanya terkekeh.

Bu Nyai menoleh pada kedua putranya. "Ada apa sih, Gus? Mbok Ibuk dikasih tahu. Abahmu ini lho suka banget kalau ngerjain Ibuk."

"Tanya Abah aja, Buk. Abah yang bikin acara, kok," jawab Hisyam.

"Wah, kalian kerjasama ya ngerjain Ibuk. Hayoo, Gus Bay, kamu kan yang paling nurut dan jujur? Cepat Ibuk diberitahu ini ada acara apa?" tanya Bu Nyai pada putra sulungnya.

Gus Bay hanya tersenyum atas desakan sang ibu dan memilih meminum kopinya. Bu Nyai Nuraini Baiti langsung cemberut seketika karena ketiga laki-laki di di depannya itu bekerja sama mengerjai dirinya.

"Ya sudah, besok pagi buat sarapan sendiri-sendiri kalau begitu," kata Bu Nyai dengan wajah cemberut.

"Nah kan, ngambek. Nanti cepat tua lho, Buk," goda Pak Yai.

Gus Juga Manusia (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang